Selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya memiliki tiga alat ukur kualitas udara PM 2,5. Tiga alat ukur tersebut berada di Bundaran Hotel Indonesia (Jakarta Pusat), Kelapa Gading (Jakarta Utara), dan Jagakarsa (Jakarta Selatan).
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta pada tahun ini berencana menambah dua alat pengukur kualitas udara dengan tingkat partikel debu atau particulate matter 2,5. Penambahan ini diharapkan membuat pengukuran kualitas udara menjadi lebih akurat sehingga pengambilan kebijakan pun menjadi lebih tepat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih di Jakarta, Rabu (10/7/2019), mengatakan, penambahan dua alat ukur kualitas udara PM 2,5 akan menggunakan anggaran tahun 2019.
”Jadi, kami akan tambah dua (alat pengukur udara PM 2,5). Pakai anggaran tahun ini,” ujar Andono.
Selama ini, Pemprov DKI Jakarta hanya memiliki tiga alat ukur kualitas udara PM 2,5. Tiga alat ukur tersebut berada di Bundaran Hotel Indonesia (Jakarta Pusat), Kelapa Gading (Jakarta Utara), dan Jagakarsa (Jakarta Selatan).
Dengan penambahan dua alat ukur kualitas udara pada tahun ini, total alat ukur kualitas udara PM 2,5 yang dimiliki Pemprov DKI menjadi lima buah.
Meskipun demikian, Andono tidak dapat menjelaskan lebih rinci terkait proses pembelian dua alat ukur tersebut. Dia hanya dapat memastikan bahwa dua alat ukur itu akan terbeli paling lambat Desember 2019.
”Saya tak tahu persis jadwal lelang dan lain-lain. Namun, prosesnya masih panjang karena ditenderkan, nanti juga masih ada penawaran. Pokoknya tahun ini akan tambah dua,” kata Andono.
Andono berharap penambahan alat ukur ini memudahkan pemerintah melacak sumber polusi yang ada dan membuat kebijakan yang lebih tepat.
Proses lelang
Sementara itu, Kepala Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Diah Ratna Ambarwati menambahkan, saat ini proses pengadaan dua alat ukur PM 2,5 sudah memasuki tahap lelang. Meskipun demikian, dia juga enggan memberi tahu jumlah anggaran yang dikeluarkan terkait pembelian dua alat ukur tersebut.
”Yang pasti tidak semahal kalau kita membeli satu stasiun pengukuran, seperti yang ada di Bundaran HI. Kalau satu stasiun memang mahal, bisa Rp 5 miliar. Yang dibeli nanti, analyzer-nya saja untuk kami masukkan ke dalam stasiun pengukuran yang ada di Lubang Buaya dan Kebon Jeruk,” tutur Diah.
Sebagai catatan, saat ini di stasiun pengukuran kualitas udara di Lubang Buaya (Jakarta Timur) dan Kebon Jeruk (Jakarta Barat) hanya tersedia alat pengukur kualitas udara PM 10. Penambahan dua alat ukur PM 2,5 akan semakin menambah akurasi pengukuran udara di kawasan tersebut.