Serena Williams tampil solid pada babak keempat dan semakin dekat dengan ambisinya untuk meraih 24 gelar juara pada turnamen Grand Slam.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
LONDON, SENIN - Serena Williams mendekati ambisinya yang tertunda selama dua tahun, meraih gelar Grand Slam untuk ke-24 kalinya. Penampilan yang kian solid hingga babak keempat Wimbledon membuka peluang tersebut.
Serena hanya perlu waktu 1 jam 4 menit untuk melaju ke perempat final ke-14 dari 19 penampilan di All England Club, London, Inggris. Pada babak keempat, Senin (8/7/2019), tujuh kali juara Wimbledon ini menang atas Carla Suarez Navarro, 6-2, 6-2. Ini menjadi keunggulan tertinggi atas lawannya dari empat laga.
Perolehan 21 winner, dibandingkan dengan sembilan winner milik Navarro, 60:43 dalam perolehan poin, serta 78:56 daam persentase poin dari servis pertama memperlihatkan keunggulan Serena. Setiap kali meraih winner dari posisi sulit atau meraih game point setelah posisi imbang, 30-30, Serena selalu berteriak, “Come on!”.
Teriakan keras itu merefleksikan tekadnya yang besar untuk menjuarai Grand Slam meski telah berusia 37 tahun dan memiliki anak. ”Tentu saja saya masih ingin juara di sini. Secara fisik, saya merasa lebih baik meski kali ini bermain pada dua nomor,” ujar Serena yang terganggu cedera lutut sebelum tampil di Wimbledon.
Serena juga tampil pada ganda campuran bersama Andy Murray, tetapi dia tak melihatnya sebagai kendala. Dia justru diuntungkan karena jarang tampil sebelum Wimbledon. Petenis peringkat ke-10 dunia itu hanya ikut lima turnamen dan tak mengikuti turnamen lapangan rumput sebelum Wimbledon karena cedera.
”Saya membutuhkan pertandingan di ganda campuran itu, apalagi bermain bersama Andy,” kata Serena yang duetnya bersama Murray mendapat julukan “SerAndy”. Mereka lolos ke babak kedua dan akan bertemu unggulan ke-14, Fabrice Martin/Raquel Atawo (Perancis/AS).
Serena butuh satu gelar juara untuk menyamai rekor Margaret Court sebagai peraih gelar juara Grand Slam terbanyak nomor tunggal, yaitu 24 gelar. Dia telah mendapat gelar ke-23 pada Australia Terbuka 2017, dan melewatkan dua kesempatan saat tampil pada final Wimbledon dan AS Terbuka 2018, karena kalah dari Angelique Kerber dan Naomi Osaka.
Untuk menyempurnakan status sebagai petenis putri terbaik, pesaing terberat Serena di Wimbledon kali ini seharusnya tinggal Petra Kvitova. Juara Wimbledon 2011 dan 2014 serta satu-satunya mantan juara yang tersisa, selain Serena, ini berhadapan dengan Johanna Konta pada babak keempat.
Serena juga tak bisa meremehkan petenis AS lainnya, Alison Riske, lawannya pada perempat final. Riske menghentikan petenis nomor satu dunia Ashleigh Barty, 3-6, 6-2, 6-3. Barty pun gagal menyandingkan gelar Perancis Terbuka dan Wimbledon.
Waspada
Riske hanyalah petenis peringkat ke-55 dunia. Namun, Serena patut waspada karena mereka belum pernah saling berhadapan. Pertemuan pertama selalu tak mudah karena kedua pemain tak mengetahui tipe permainan masing-masing, kecuali dari menonton rekaman. Riske juga membawa dua gelar dari lapangan rumput, meski dari turnamen berlevel kecil, sebelum Wimbledon.
Kehadiran tiga petenis putri AS pada perempat final bisa terjadi seandainya langkah Cori “Coco” Gauff tak dihentikan mantan petenis nomor satu dunia, Simona Halep. Coco, yang membuat sensasi karena melangkah ke babak keempat dalam debut di Wimbledon pada usia 15 tahun, kalah, 3-6, 3-6.
Berbeda seperti ketika mengalahkan Venus Williams, Magdalena Rybarikova, dan Polona Hercog pada tiga babak sebelumnya, kali ini Coco bermain tak maksimal karena membuat banyak kesalahan. Sebanyak 28 kesalahan dibuatnya, dua kali lipat dari yang dibuat Halep.
Meski tersingkir, Coco telah menjadi bintang baru di Wimbledon. Dia menjadi peserta termuda sejak Wimbledon emasuki era terbuka –pad a1968, dan prestasinye membuat rekan sesama petenis, mantan atlet, dan pelatih menilainya akan menjadi petenis masa depan.
Namun, seperti dikatakan pelatih Serena, Patrick Mouratoglou, Coco harus dibiarkan berkembang sesuai dengan usianya. Asosiasi Tenis Putri (WTA) pun memiliki peraturan tentang ini yang diterapkan sejak 1994. Petenis berusia 15 tahun hanya boleh tampil pada 10 turnamen profesional. Ini dilakukan untuk mencegah petenis menjadi “korban” kerasnya persaingan di arena profesional hingga mereka cedera dan pensiun terlalu dini.
Menghemat tenaga
Setelah melewati laga berat pada babak kedua saat berhadapan dengan Nick Kyrgios, Rafael Nadal bisa menghemat tenaga pada dua laga berikutnya dengan kemenangan tiga set. Kemenangan, 6-2, 6-2, 6-2, didapat atas Joao Sousa (Portugal), dalam 1 jam 45 menit. Kemenangan tiga set, dalam 1 jam 48 menit, juga didapat pada babak sebelumnya saat melawan Jo-Wilfried Tsonga.
“Ya, saya senang bisa menang dalam tiga set dan kembali ke perempat final. Penampilan saya cukup baik,” ujar Nadal yang akan melawan Sam Querrey atau Tennys Sandgren pada perempat final.
Kemenangan di perempat final akan membuka peluang terjadinya semifinal ideal, antara Nadal dan Roger Federer. Pertemuan keduanya menjadi yang paling dinanti sejak undian Wimbledon dirilis pada 28 Juni. Ini akan menjadi pertemuan pertama mereka di All England Club setelah final Wimbledon 2008, yang disebut sebagai pertandingan tenis terbaik sepanjang masa. Kala itu, Nadal menang dalam lima set.
Pada babak keempat yang berlangsung Senin malam waktu setempat atau Selasa dinihari WIB, Federer berhadapan dengan petenis Italia, Matteo Berrettini, lalu Kei Nishikori atau Mikhail Kukushkin pada perempat final. Pada Wimbledon 2018, perjalanannya terhenti pada babak tersebut karena kalah dari Kevin Anderson. (AFP/REUTERS)