Petani Sawit Kecil Menjerit, Harga TBS Sentuh Rp 700 Per Kilogram
Petani kelapa sawit kecil yang tidak memiliki bapak angkat di Provinsi Riau semakin menjerit karena harga tandan buah segar di tangan tengkulak menyentuh angka Rp 700 per kilogram.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Petani kelapa sawit kecil yang tidak memiliki bapak angkat di wilayah Provinsi Riau semakin menjerit. Pada pekan kedua Juli 2019, harga tandan buah segar di tangan tengkulak yang biasa disebut ram atau peron sudah menyentuh angka Rp 700 per kilogram.
”Pekan lalu harga di peron masih Rp 750 per kilogram. Namun, tadi pagi pemilik peron mengatakan, mulai besok harga turun lagi menjadi Rp 700 per kilogram. Dengan harga seperti ini, biaya kebutuhan rumah dan anak sekolah sudah sangat sulit,” kata Idham Arif, petani pemilik lahan kelapa sawit seluas 2 hektar di Siak, Riau, yang dihubungi pada Selasa (9/7/2019).
Menurut Idham, dengan harga sawit di bawah Rp 1.000 per kilogram, petani kecil seperti dirinya sudah tidak mampu menyisihkan dana untuk membeli pupuk. Padahal, pupuk adalah komponen terpenting untuk menjaga stabilitas produksi panen.
”Mau diapakan lagi, mana mungkin kami paksa membeli pupuk, sementara untuk makan kami saja sudah payah,” ucap Idham.
Pekan lalu, Dinas Perkebunan Riau mengeluarkan penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit untuk usia 10-20 tahun sebesar Rp 1.357 per kilogram. Angka itu turun sebesar Rp 45 dari pekan sebelumnya. Pada pekan kedua Juli (10-16 Juli 2019), Dinas Perkebunan sudah mengeluarkan penetapan harga TBS (10-20 tahun) menjadi Rp 1.325 per kilogram atau menurun lagi sebesar Rp 32.
Menambah beban
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Sawit Masa Depan (Samade) Riau Kawali Tarigan mengatakan, turunnya harga kelapa sawit telah menambah beban petani kelapa sawit Riau yang sebelumnya sudah sulit. Harga sawit saat ini berada di titik terendah, tetapi tidak ada jaminan tidak akan turun lebih jauh lagi.
Menurut Kawali, petani yang paling terpukul adalah petani pemilik lahan seluas 2-3 hektar yang tidak memiliki bapak angkat perusahaan besar. Adapun petani plasma atau yang bekerja sama dengan perusahaan perkebunan, harga jual TBS masih dalam rentang harga acuan Dinas Perkebunan Riau.
Penetapan harga TBS yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Riau, ujar Kawali, sebenarnya memiliki rentang harga yang beragam. Misalnya, harga TBS untuk sawit usia 4 tahun sebesar Rp 1.060 per kilogram dan usia 5 tahun Rp 1.157 per kilogram serta Rp 1.231 per kilogram untuk sawit usia 7 tahun.
Petani yang paling terpukul adalah petani pemilik lahan seluas 2-3 hektar yang tidak memiliki bapak angkat perusahaan besar.
”Petani plasma masih bisa bertahan karena harga sawit di atas Rp 1.000 per kilogram, meskipun harga ideal adalah Rp 1.500 per kilogram,” ucap Kawali.
Hanya saja, para tengkulak pemilik peron atau ram selalu memakai acuan harga terendah, yaitu Rp 1.060 per kilogram, tanpa memandang usia sawit petani. Pemilik peron kemudian membeli TBS petani dengan selisih harga Rp 300 sampai Rp 400 per kilogram.
”Biasanya peron memotong ongkos transportasi TBS dari ladang petani Rp 200 sampai Rp 300 per kilogram. Ditambah lagi keuntungan peron sebesar Rp 100 per kilogram. Makanya harga sawit petani kecil di Riau bisa mencapai Rp 700 per kilogram,” tutur alumnus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara itu.
Kawali mengatakan, dengan harga di bawah Rp 1.000 per kilogram, mustahil petani kecil dapat menyisihkan hasil panen untuk membeli pupuk. Padahal, pupuk adalah komponen terpenting dalam usaha perkebunan kelapa sawit.
”Tanpa pupuk, ke depan hampir dapat dipastikan, produksi panen petani (kecil) di Riau akan semakin kecil dalam enam bulan sampai satu tahun ke depan. Akibatnya, produksi TBS Riau pasti akan menurun juga,” ujar Kawali.
Ia menambahkan, semestinya pemerintah daerah dapat membantu dengan menghapus keberadaan tengkulak yang selalu membeli panen petani dengan harga rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mendorong petani membentuk kelompok tani di setiap desa perkebunan sawit.
”Asosiasi kami sebenarnya sering mengajak petani untuk bergabung dalam kelompok. Namun, tidak semua petani mau bergabung. Padahal, kalau sudah ada kelompok, pemerintah dapat menghubungkan petani dengan pabrik kelapa sawit untuk membeli panen sesuai harga penetapan Dinas Perkebunan,” tutur Kawali.
Berdasarkan data Badan Penanaman Modal Riau pada 2018, luas pertanaman kelapa sawit Riau mencapai 2,24 juta hektar. Lebih dari setengahnya merupakan perkebunan sawit rakyat.