Semua Berawal dari Ladang
Tak sedikit pesepak bola memilih pensiun saat usianya menginjak 36 tahun. Kalau pun masih aktif, sebagian dari mereka memilih kompetisi yang lebih ringan dengan imbalan bayaran tinggi seperti di Amerika Serikat atau China. Pandangan itu tak berlaku bagi bek kanan sekaligus kapten Brasil, Daniel Alves da Silva atau yang dikenal dengan nama Dani Alves.
Pada Senin (8/7/2019) dini hari, Dani Alves mencatatkan rekor sebagai pemain sepak bola pertama yang mampu meraih 40 trofi. Trofi terakhir diraihnya setelah tim nasional Brasil yang dipimpinnya mengalahkan tim kuda hitam, Peru dengan skor 3-1 pada final Copa America 2019 di Stadion Maracana, Rio De Janeiro, Brasil. Dalam turnamen ini, Alves juga dinobatkan sebagai pemain terbaik.
Alves menyadari dirinya sudah tidak muda lagi, tetapi ia tetap berusaha fokus pada pertandingan. “Saya tahu berapa umur saya dan saya tahu apa artinya itu di sepak bola. Saya tidak fokus pada usia saya atau apa yang orang pikirkan tentang saya. Saya di sini bukan untuk membungkam siapa pun, saya di sini hanya untuk melakukan pekerjaan saya,” ujarnya.
Tanggung jawabnya sebagai seorang kapten dapat dijalankannya dengan baik. Ia selalu bermain di seluruh pertandingan dan hanya sekali digantikan yakni pada saat melawan Paraguay di babak perempat final ketika pertandingan telah memasuki menit 85.
Ia berkontribusi besar atas kedisiplinan permainan, khususnya barisan pertahanan. Brasil hanya kebobolan sekali pada waktu normal. Itu pun hanya melalui tendangan penalti yang dicetak penyerang Peru, Paolo Guerrero di babak final.
Baca juga : Alves dan Akhir Keglamoran PSG
Selain piawai menggalang barisan pertahanan, Alves pandai dalam membantu serangan. Ia berkontribusi dengan mencetak satu gol dan beberapa serangan balik Brasil sering diawali dari kakinya.
Salah satu contohnya, ada pada proses terjadinya gol pertama Brasil ke gawang Peru yang dicetak Everton Soares. Setelah serangan Peru kandas, Alves memberikan umpan terukur kepada Jesus yang dengan cerdik memberikan umpan silang kepada Everton yang berdiri bebas di depan gawang Peru dan menjadi gol pembuka dalam pertandingan final tersebut.
Kemampuan menyerang Alves yang sangat baik merupakan hasil proses belajarnya ketika masih di tim yunior. Dalam situs pribadinya, ia menceritakan, ketika masih berumur 10 tahun, Alves bermain untuk Palmeiras de Salitre. Di klub lokal kota Juazeiro tersebut, ia memilih sebagai pemain sayap.
Akan tetapi, ia tidak banyak mencetak gol sehingga salah satu pelatih klub yang bernama Caboclinho menyarankan Alves turun menjadi bek kanan. Saran tersebut dipatuhi Alves dan menjadi posisi terbaiknya hingga saat ini.
Tak ada yang tahu bahwa di masa depan Alves menjadi salah satu bek kanan terbaik di dunia, termasuk Caboclinho. Namun, naluri menyerang masih ada pada diri Alves sehingga tak jarang ia membantu temannya dalam membangun serangan.
Baca juga : Tim ”Samba” Tampil Sempurna
Pekerja keras
Alves dikenal sebagai sosok pekerja keras dan pantang menyerah. Sikap tersebut telah dimilikinya sejak kecil. Ia terlahir dari keluarga petani di Juazeiro, sebuah kota yang terletak di negara bagian Bahia, Brasil.
Ayah Dani Alves, Domingos Alves Da Silva menceritakan, ketika masih kecil, Alves selalu bangun pukul 04.00 pagi untuk membantunya bekerja di sebuah ladang yang terletak di Salitre, sebuah desa yang lokasinya 30 kilometer dari kota Juazeiro. Mereka menanam melon dan bawang.
Ia selalu membantu ayahnya tanpa lelah dan istirahat untuk mengolah ladang. Alves terbiasa berhadapan dengan musim hujan dan kemarau yang membuat hasil pertaniannya tidak menentu. Ia selalu berusaha untuk membantu keluarganya dalam situasi apapun dan dengan cara apa pun.
Meskipun bekerja di ladang, Alves seperti anak laki-laki Brasil pada umumnya yang menyukai sepak bola. Ia bermain sepak bola di ladang sekitar tempat pertanian ayahnya. Dari tempat itu, ia memiliki keinginan menjadi pemain sepak bola profesional. Ayahnya mendukung keinginan Alves karena ia juga menyukai sepak bola.
Keinginan itu sepertinya sulit diraih Alves karena letak fasilitas olahraga untuk berlatih jauh dari desanya. Agar dapat berlatih dengan baik pada siang dan malam hari, ia memilih pindah ke kota bersama saudaranya dengan menyewa sebuah rumah pada usia 13 tahun.
Perjuangan Alves pun mendapatkan jalan terang. Pelatih Palmeiras de Salitre, Jose Carlos Quiroz diminta pindah ke Bahia untuk melatih tim lokal. Ia diminta membawa kapten tim, Lucas ke Bahia. Namun, klub hanya akan membiarkannya pergi jika Quiroz juga membawa Alves.
Dua tahun kemudian, Dani tinggal di Bahia dan bermain untuk tim yunior Bahia. Meskipun banyak mengalami pengalaman sulit, termasuk dirampok, ia terus berusaha meraih impiannya.
Keberuntungan ada di pundak Dani ketika ia sedang mempersiapkan diri pergi ke Recife bersama tim yunior untuk mengikuti Piala Timur Laut. Koordinator tim meminta Alves memperkenalkan dirinya kepada pelatih tim utama Bahia yang dijabat mantan pemain FC Barcelona dan Real Madrid, Evaristo Macedo.
Alves diminta bergabung dengan tim utama. Kabar tersebut ditanggapi Alves dengan tertawa terbahak-bahak karena ia mengira itu sebagai sebuah lelucon. Ia pun tetap mengemasi barang-barangnya untuk pergi bersama tim yunior.
Ia baru mempercayainya ketika berita tersebut dikonfirmasi oleh seorang utusan klub. Ketika bertemu dengan tim utama, ia menanyakan apakah masuk di tim cadangan atau mulai menjalani debutnya. Evaristo mengatakan, bahwa ia berada di tim inti.
Baca juga : Brasil Garang Tanpa Neymar
Debut profesionalnya terjadi pada tahun 2001 dalam kejuaraan Brasil melawan Parana dengan skor kemenangan 3-0. Ia berkontribusi dengan sebuah gol dan menghasilkan sebuah penalti yang berujung gol. Penampilannya yang menawan membuat para pendukung Bahia meneriakkan namanya untuk selalu masuk di tim utama.
Alves mengakui, dirinya berasal dari keluarga miskin dan tidak pernah membayangkan memperoleh prestasi yang banyak seperti saat ini. “Saya berasal dari kemiskinan, dari kenyataan yang dialami banyak orang di seluruh dunia. Ketika saya meninggalkan rumah pada usia 15 tahun, tujuan saya bukan untuk memenangkan banyak hal, tetapi untuk kembali ke rumah dan orang tua bangga kepada saya,” ujar Alves kepada Fox Sports beberapa bulan yang lalu.
Ia memiliki tujuan besar dalam hidupnya yaitu ingin menginspirasi anak muda. Alves ingin mereka berani pergi meraih mimpi dan tidak pernah menyerah.
Masih diperebutkan
Setelah kontraknya habis dengan Paris Saint-Germain, Alves masih diperebutkan oleh beberapa tim Eropa. Ia sesungguhnya ingin kembali ke Barcelona, tim yang sudah dibelanya selama 8 tahun. Namun, juara Liga Spanyol tersebut tidak tertarik untuk memulangkan Alves.
Beberapa klub Eropa seperti Liverpool, Arsenal, Inter Milan, dan AC Milan dihubungkan dengan Alves. Mantan gelandang Manchester United dan Brasil, Kleberson mengungkapkan, Alves akan menjadi tambahan yang bagus untuk tim Jurgen Klopp.
Sementara Arsenal dikabarkan mulai melakukan negosiasi dengan Alves untuk mengisi posisi Hector Bellerin yang masih dalam tahap pemulihan cedera. Hal serupa juga dilakukan Inter Milan yang dilaporkan telah memberikan tawaran kontrak selama dua tahun. Klub sekota AC Milan juga ingin merekrut Alves, tetapi mereka kesulitan finansial sehingga memilih mundur. (AFP)