Merajut Mimpi di Sungai Jingkem
Sekelompok pemuda tengah merajut mimpi di Kampung Sembilangan, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Mereka mengelola hutan mangrove di pesisir utara Pulau Jawa. Terwujudlah dermaga di Sungai Jingkem yang menarik perhatian warga.
Kamis (4/7/2019) sore, sebuah perahu papan dengan jumlah penumpang sekitar 10 orang meluncur membelah aliran Sungai Jingkem, Kampung Sembilangan, Babelan, Kabupaten Bekasi. Di kiri dan kanan sungai Jingkem, tumbuh berbagai jenis pohon bakau yang kian padat membentuk pagar alami.
Perahu itu mengurangi kecepatan dan perlahan berhenti di sebuah dermaga kecil berbentuk segitiga di tepi sungai itu. Para penumpang perahu satu persatu melangkahkan kaki ke dermaga yang terbuat dari bilah bambu. "Nah, ini yang disebut Dermaga Hati, Sungai Jingkem, Kampung Sembilangan. Tempat ini masih baru, saya sudah dua kali ke sini ," kata Uje (40), salah satu penumpang kapal memperkenalkan tempat yang dipijak ke sesama penumpang lain.
Baca juga : Wisata Mata dan Lidah di Jalan Daendels
Uje dan pengunjung lain datang dari Kawasan Ekowisata Jembatan Cinta, Kampung Paljaya. Waktu yang ditempuh dari Jembatan Cinta menggunakan perahu sekitat 30 menit dengan tarif Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per orang.
Lelaki asal Desa Setiamulya, Tarumajaya, mengajak anggota keluarganya ke tempat itu, lantaran sebagian dari keluarga penasaran dengan pesona wisata Sungai Jingkem, yang mulai dikenal dan kini menjadi magnet baru wisatawan. Tiket masuk ke Sungai Jingkem tergolong murah atau hanya Rp 3.000.
Ekowisata Hutan Mangrove Sungai Jingkem, baru dibuka untuk pengunjung sehari setelah Lebaran atau pada tanggal 6 Juni 2019. Ekowisata itu dibangun swadaya oleh warga setempat yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Lingkungan dengan total biaya Rp 15 juta.
"Kami belajar dari tempat lain, wilayah pesisirnya lebih terekspos karena ada ekowisata. Dari situ kami berpikir bagaimana supaya kampung kami ramai," kata salah satu perintis Kawasan Ekowisata Sungai Jingkem, Heriyansah.
Baca juga : Taman Tangerang Siap Sambut Pengunjung
Menurut Heriyansah, pihaknya termotivasi membangun daerah pesisir Kampung Sembilan itu, untuk menjaga kelestarian hutan bakau yang masih asri. Tak ada sampah atau limbah domestik mengapung di sungai itu. Ada 17 jenis pohon bakau yang tumbuh subur di sana.
Jalur pelangi
Saat berlabuh di Dermaga Hati, pengunjung dapat berswafoto dengan latar belakang Sungai Jingkem yang dipadati magrove. Ada juga pilihan berswafoto di atas dermaga dengan hiasan berupa kupu-kupu raksasa atau berpose membelakangi Menara Kasih. Nuansa alam sangat terasa di sana, lantaran dermaga yang terbuat dari bilah bambu itu dibiarkan alami tanpa zat pewarna.
Sebagian pengunjung berwajah ceria menjajal sebuah jalan kecil di sela-sela pohon bakau di tepi Sungai Jingkem dengan lebar sekitar satu meter. Jalan itu dikenal dengan Rainbow Track atau Jalur Pelangi. Sepanjang jalan yang dibuat dari bilah bambu, terpasang berbagai tulisan nyeleneh berwarna-warni yang sering kali mengundang seyum dan tawa.
Ada tulisan Cilangkap atau Cinta Lama Gagal Terucap. Ada juga tulisan Sleman atau sudah lelah cuma dianggap teman, dan masih banyak tulisan menggelitik di belasan papan yang digantung di berbagai pohon bakau ditepi Sungai Jingkem.
"Lucu saja, unik. Tujuan ke sini untuk foto-foto dengan tulisan ini, he-he-he," kata Mirna (19) pengunjung dari Muara Gembong, Kabupaten Bekasi yang datang bersama temannya Dian (19). Mereka mengetahui keberadaan Ekowisata Hutan Mangrove Sungai Jingkem dari unggahan di media sosial.
Setelah puas berswafoto di berbagai spot yang rata-rata terbuat dari bilah bambu, pengunjung bisa menikmati wahana sepeda air di salah satu sudut lokasi wisata itu. Di sana terdapat dua unit sepeda air yang dibuat dengan bahan sederhana, yaitu dari paralon dan rangka sepeda bekas.
Dengan tarif Rp 30.000 per orang, pengunjung dapat menelusuri Sungai Jingkem, Sungai Rindu, dan Jembatan Cinta. Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menyusuri ekowisata yang tak jauh dari Sungai Jingkem itu sekitar 45 menit.
Ikan ating-ating
Usai menjelajahi Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Sungai Jingkem, saatnya menikmati kuliner khas pesisir. Ada berbagai jenis masakan laut hasil racikan warga Kampung Sembilangan di lokasi. Ikan bandeng ating-ating, sayur asam, udang goreng atau bakwan udang, dan sambal pedih, siap memanjakan lidah.
Ikan bandeng siap santap itu terlihat masak karena hasil pembakaran, lalu dioles kecap manis, dan berlumur sambal tomat. Lauk itu melengkapi udang goreng yang renyah seperti kerupuk. Sementara sambal pedih, sesuai namanya pedas membangkitkan selera. Petualangan rasa ini dapat dinikmati dengan dengan Rp 50.000 dengan menu itu.
Hidup serasa sempurna, sebab kenikmatan itu tersaji di balai-balai bambu yang teduh karena ranting-ranting pohon bakau.
Makanan laut itu adalah hasil budidaya warga di sekitar Sungai Jingkem. Masakan itu diolah dengan sederhana ibu-ibu setempat. Rasanya seperti menikmati masakan saudara jauh di kampung halamannya. Asli tak ada kemasan macam-macam.
Setiap hari tempat ini dikunjungi lebih dari 100 orang per hari. Adapun pada hari Sabtu dan Minggu pengunjung bisa mencapai 600-700 orang. Sebagian besar pengunjung berasal dari wilayah Kabupaten Bekasi, seperti Babelan, Tarumajaya dan Muara Gembong. Cukup menjadi alternatif warga melepas penat dari rutinitas harian.
Keberadaan Sungai Jingkem perlahan menghidupkan ekonomi masyarakat sekitar. Para pemuda lulusan SMA Kampung Sembilangan setiap hari bergantian menjaga dan memandu wisatawan ke tempat itu dengan upah disesuaikan dengan besarnya pemasukan dari pengunjung. Di sejumlah tempat, warga sekitar mulai membangun saung-saung sederhana, untuk menjajakan berbagai jenis aneka makanan.
Akses jalan menuju lokasi tidak semua dalam kondisi mulus. Bagi pengunjung dari Jakarta, Sungai Jingkem dapat ditempuh dengan mengendarai mobil sekitar 1 jam 45 menit sejauh 40-45 kilometer.
Sekitar dua kilometer mendekati Kampung Sembilangan, akses jalan ke kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Sungai Jingkem berupa jalan berbatu, berliku, hingga jalur sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil. Situasi itu memaksa pengendara agar lebih berhat-hati. "Kalau mau lebih mudah, bisa ke sini lewat Jembatan Cinta. Nanti transportasi ke sini pakai perahu papan. Itu paket wisatanya lebih lengkap karena selain bisa singgah di Sungai Jingkem, pengunjung juga bisa melihat Sungai Rindu," kata Heriyansah.
Keterbatasan ini tak membuat pemuda Kampung Sembilangan menyerah. Mereka terus merajut mimpi sesuai kemampuan yang ada guna memoles dan menjaga pesona hutan bakau di kampung pesisir itu. Silahkan mampir ke Sungai Jingkem.