Eksportir Mangkir Dikenai Sanksi Denda hingga Penundaan Layanan Kepabeanan
Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengidentifikasi arus barang melalui bea cukai dan arus uang melalui perbankan. Sinkronisasi data itu dilakukan melalui sistem monitoring devisa terintegrasi seketika atau disingkat menjadi Simodis, yang diresmikan Januari 2019.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Eksportir yang tidak menempatkan devisa ekspor di dalam negeri atau menggunakan devisa ekspor di luar ketentuan akan dikenakan sanksi denda. Selain sanksi denda, eksportir dapat dikenakan sanksi administartif berupa penundaan layanan kepabeanan.
Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 98 Tahun 2019 yang resmi berlaku 1 Juli 2019. PMK Nomor 35/2019 mewajibkan devisa dari hasil barang ekspor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia.
“PMK ini merupakan kelanjutan dari keharusan eksportir untuk merepatriasi devisa ke dalam negeri. Pengenaan sanksi akan dilakukan pihak bea cukai,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Pemerintah mengklasifikasi pengenaan sanksi menjadi tiga kriteria sesuai pelanggaran yang dilakukan. Pertama, eksportir yang tidak menempatkan devisa ekspor ke dalam rekening simpanan khusus devisa hasil ekspor akan dikenakan denda sebesar 0,5 persen dari nilai devisa ekspor yang belum ditempatkan dalam rekening khusus.
Kedua, eksportir yang menggunakan devisa ekspor di luar ketentuan akan dikenakan denda sebesar 0,25 persen dari nilai devisa ekspor untuk pembayaran di luar ketentuan itu. Devisa ekspor hanya untuk pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan/deviden, serta keperluan penanaman modal.
Selain itu, ketiga, eksportir yang tidak membuat escrowaccount atau tidak memindahkah escrowaccount dari luar negeri ke bank devisa dalam negeri akan dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian layanan kepabeanan bidang ekspor.
Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengidentifikasi arus barang melalui bea cukai dan arus uang melalui perbankan. Sinkronisasi data itu dilakukan melalui sistem monitoring devisa terintegrasi seketika atau disingkat menjadi Simodis, yang diresmikan Januari 2019.
“Kita bisa identifikasi nama perusahaan, jumlah ekspor, dan berapa devisa yang diperoleh, sehingga mereka tidak bisa mangkir,” kata Sri Mulyani.
PMK Nomor 35/2019 merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan Pengolahan Sumber Daya Alam, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Januari 2019.
Secara terpisah, ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri, berpendapat, penerimaan devisa migas akan menopang kenaikan cadangan devisa dan stabilitas kurs rupiah. Namun, beberapa bulan terakhir, cadangan devisa terkuras karena impor jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor.
Mengutip data Bank Indonesia, cadangan devisa per akhir Mei 2019 sebesar 129,3 dollar AS atau menurun 4 miliar dollar dari posisi April 2019. Penurunan terutama dipengaruhi kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di BI.
Insentif fiskal
Devisa hasil ekspor yang disimpan dalam rekening khusus akan mendapat insentif PPh final atas bunga deposito sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 123/2015.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, insentif pajak penghasilan (PPh) final atas bunga deposito tidak berubah, tetapi ada beberapa pelonggaran kebijakan. Misalnya, insentif pajak akan otomatis diberikan jika deposito diperpanjang atau dipindahkan ke bank lain di dalam negeri.
Berdasarkan PP 123/2015, PPh atas bunga deposito dalam dollar AS berkisar 0-10 persen, bergantung pada jangka waktu penempatan. Adapun devisa ekspor dalam deposito rupiah dikenai tarif 0-7,5 persen. Semakin lama devisa ekspor bertahan di dalam negeri, PPh semakin kecil.
Eksportir juga tidak diwajibkan mengkonversi devisa dari dollar AS ke rupiah atau menjual ke negara.