Menteri Berusia Muda Momentum Regenerasi Kepemimpinan Nasional
Politisi milenial menyambut baik wacana adanya menteri muda dalam kabinet Presiden Jokowi mendatang. Kebutuhan untuk meregenerasi kepemimpinan nasional menjadi salah satu alasan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Gagasan menyertakan menteri berusia muda dalam kabinet pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo disambut baik politisi muda. Hadirnya menteri berusia muda dalam kabinet dinilai bisa menjadi momentum untuk regenerasi kepemimpinan.
Dalam petikan wawancaranya dengan Kompas edisi Selasa (2/7/2019), Presiden Joko Widodo mengisyaratkan kabinet mendatang bakal diwarnai anak-anak muda. Jokowi mengemukakan, kemungkinan akan ada menteri yang berusia 20-25 tahun.
Juru Bicara Milenial TKN Syafril Nasiruddin, Rabu (3/7/2019), mengatakan, kalangan milenial mampu menjawab tantangan pemerintahan mendatang. Menurut Syahfril, anak-anak muda masih memiliki idealisme yang tinggi. Sehingga belum terlalu masuk ke berbagai kepentingan.
“Milenial belum terlalu masuk ke pertarungan para elite, sehingga bisa mengaktualisasikan program pemerintahan yang ada,” kata Syahfril dihubungi dari Jakarta.
Jokowi mensyaratkan, menteri berusia muda nantinya diharuskan mengerti manajerial, manajemen, dan mampu mengeksekusi program yang ada. Rencana menyertakan anak muda ke dalam kabinet muncul karena Jokowi menilai saat ini dan ke depan pemerintahan perlu orang-orang dinamis, fleksibel, dan mampu mengikuti perubahan zaman yang sangat cepat.
Gagasan Jokowi tersebut disambut baik para politisi muda dan juru bicara milenial di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Namun, menteri dari kalangan milenial kerap dianggap belum cukup memiliki pengalaman manajerial pemerintahan. Syahfril menyampaikan, pemerintah ada baiknya memberikan kesempatan terlebih dulu kepada kalangan milenial unutk menunjukkan kapasitas dan kompetensinya di dalam pemerintahan.
Lebih dari sekadar memberikan kursi menteri kepada kalangan milenial, hal yang lebih mendesak untuk dipikirkan, menurut Syahfril, adalah mengenai regenerasi kepemimpinan nasional. Menempatkan menteri berusia muda dalam kabinet, bagi Syahfril, bisa menjadi preseden regenerasi kepemimpinan bisa berjalan.
“Bagaimana kita menyiapkan kaderisasi dan tokoh-tokoh masa mendatang. Saya yakin di masa mendatang, elite-elite yang banyak menetukan arah kebijakan negara ini sudah cukup senior sehingga sudah waktunya yang muda diberi porsi agar bangsa ini tidak kekurangan tokoh,” kata Syahfril.
Terobosan penting
Secara terpisah, pengajar ilmu politik di Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, mengemukakan, gagasan memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk duduk di dalam kabinet merupakan terobosan penting bagi masa depan Indonesia. Hal itu karena ke depan, menurut Airlangga, Indonesia berhadapan dengan tantangan regenerasi kepemimpinan nasional.
Setelah era Jokowi, berikutnya Indonesia membutuhkan kalangan-kalangan dan tokoh muda sebagai elite dan pemimpin republik. Terlebih Indonesia tengah menghadapi era transformasi sosial menuju revolusi industri 4.0.
“Tentu kalangan muda ini punya kapasitas dan proses perubahan yang ada, cepat beradaptasi dengan perubahan zaman. Ini perlu ditampilkan sebagai figur pemimpin,” kata Airlangga.
Hanya saja, Airlangga melanjutkan, kalangan muda yang ditampilkan itu juga harus menekankan pada standar kapasitas atau meritokrasi. Jadi menteri berusia muda yang ditunjuk bukan hanya muda atau dekat dengan kekuasaan, tapi juga memiliki kapasitas dan kompetensi sebagai pemimpin.
Untuk itu, menurut Airlangga, saat inilah momentum yang tepat bagi Jokowi memunculkan menteri-menteri berusia muda. Jika direalisasikan sekarang, setelah 5 tahun mendatang Indonesia akan memiliki stok-stok kepemimpinan yang baru dan siap menghadapi perubahan.
Agar hubungan antara menteri berusia muda dengan menteri-menteri yang lebih tua terjaga, Jokowi bisa membangun keseimbangan politik di antara keduanya dalam komposisi kabinet untuk memperkuat posisi pemerintahannya.
Airlangga tak sepakat jika menteri muda dinilai belum cakap dan cukup pengalaman manajerial pemerintahan. Justru modal awal yang dimiliki menteri berusia muda adalah kapasitas dan pengalaman dia di lingkungan kerja sebelum masuk kabinet.
Selain itu, menteri berusia muda bisa membangun kultur kolaborasi dan kemitraan. Kemampuan itu menjadi penting sebab persoalan birokrasi Indonesia adalah membangun kolaborasi antarkementerian. Selama ini ego sektoral kementerian tergolong tinggi dan harus segera diubah.
“Kalau anak-anak muda sekarang kulturnya sudah terbiasa bekerja melalui model-model kolaborasi. Ini jadi penting bagi modal sosial, bisa berkomunikasi dengan kalangan-kalangan yang lebih senior,” ucapnya.
Kompeten
Politisi muda sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini menyampaikan, menteri berusia muda bukanlah persoalan asalkan dia benar-benar kompeten.
Kendati pengalaman generasi milenial belum sekaya senior-seniornya di pemerintahan, akan tetapi menurut Faldo, generasi muda bukan bermodal pengalaman, melainkan keinginan kuat untuk terus belajar.
Faldo memandang saat ini pemerintah perlu kebijakan yang jelas dan menyasar generasi muda. Gagasan menunjuk menteri muda, kata Faldo, adalah soal keberpihakan.
“Era milenial yang banyak anak muda di usia produktif ini perlu dijawab dengan kebijakan yang pro anak muda,” ujarnya.