Langkah-langkah konkret menuju transportasi ramah lingkungan perlu segera dimulai. Hal ini menjadi sangat relevan apabila melihat situasi kualitas beberapa kualitas udara Jakarta mendapat sorotan berbagai pihak karena tidak sehat.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Angkutan umum massal berbasis bus bertenaga listrik dinilai mampu menekan polusi di Jakarta. Untuk itu operator pelayanan angkutan massal diminta untuk segera merintis bus listrik.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi di Jakarta, Selasa (2/7/2019), mengatakan, saat ini pemerintah sedang merumuskan dan merampungkan rancangan peraturan tentang pembangunan bus listrik.
“Ini menjadi upaya untuk percepatan bus listrik. Dalam klausulnya ada kemudahan untuk pemilik atau pengusaha bus listrik untuk mengembangkan transportasi publik bus listrik,” ujarnya.
Budi menuturkan optimis dengan rencana pengembangan transportasi publik bus listrik. Hal tersebut, tidak hanya sekadar untuk pelayanan transportasi publik. Namun, keberadaan bus listrik dinilai berkontribusi untuk menurunkan tingkat polusi di Jakarta.
Ia melanjutkan, pihaknya saat ini sudah melakukan uji tipe bus listrik dari Karya Anak Bangsa, yang saat ini sedang diurus sertifikatnya. Hal yang sama juga akan dilakukan oleh PT Transjakarta.
Untuk itu, lanjutnya, bagi operator untuk memenuhi standar uji tipe seperti kelayakan dan kesiapan teknis armada. “Untuk lolos uji tipe dan mendapat sertifikat, perusahaan atau operator perlu memperhatikan kinerja teknis armada seperti lampu, baterai, tingkat kebisingan, dan lainnya,” ujar Budi.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono sependapat jika bus listrik akan menekan polusi di Jakarta.
Bambang mendorong, agar operator meluncurkan pelayanan angkutan Bus Transjabodetabek dengan menggunakan unit bus bertenaga listrik.
Menurut Bambang, penggunaan angkutan umum massal bus bertenaga listrik merupakan salah satu langkah konkret untuk mewujudkan transportasi massal ramah lingkungan sesuai Perperaturan Presiden Nomor 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Satu dari 9 pilar yang harus menjadi acuan dalam pembenahan transportasi di Jabodetabek berdasarkan RITJ adalah transportasi ramah lingkungan.
Langkah konkret
Langkah-langkah konkret menuju transportasi ramah lingkungan, menurut Bambang, perlu segera dimulai. Hal ini menjadi sangat relevan apabila melihat situasi kualitas beberapa kualitas udara Jakarta mendapat sorotan berbagai pihak karena tidak sehat.
Menyikapi hal itu, Bambang mengajak semua pihak untuk berbuat konkret meningkatkan kualitas udara Jakarta. Apalagi Jakarta baru saja mendapatkan predikat urutan 3 terbaik kota di dunia dalam hal perbaikan sistem transportasi pada ajang Sustainable Transport Award 2019 yang diselenggarakan di Brasil.
“Transportasi di perkotaan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada kualitas udara, oleh karena itu selain mengupayakan agar semakin banyak pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan angkutan umum massal agar terhindar dari kemacetan, maka angkutan umum massal khususnya yang berbasis jalan juga harus didorong bebas emisi dengan penggunaan bus bertenaga listrik,” lanjutnya.
Peran pelaju
Selain predikat terbaik ke 3 dalam ajang Sustainable Transport Award 2019 yang diselenggarakan di Brasil, Jakarta juga baru saja mendapat pengakuan dari TomTom Index sebagai kota yang mengalami penurunan kemacetan cukup baik yaitu sebesar 8 persen di tahun 2018.
Selain upaya keras dari semua kelembagaan dan instansi dengan berbagai kebijakan, pencapaian ini juga tidak lepas dari kontribusi masyarakat pelaju (komuter).
“Berbicara masalah permasalahan transportasi di Jakarta tidak mungkin mengesampingkan peran daerah sekitarnya khususnya Bodetabek,” kata Bambang.
Jutaan orang dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi setiap pagi melakukan perjalanan ke Jakarta dan malam harinya kembali lagi dari tempat kerjanya di Jakarta menuju tempat tinggalnya.
Masyarakat pelaju memiliki kesadaran tinggi menggunakan angkutan umum massal, kata Bambang, sebenarnya memiliki kontribusi penting dalam menciptakan kondisi transportasi yang lebih baik.
“Merekalah yang sesungguhnya perlu mendapatkan apresiasi, dan kita harapkan jumlahnya akan semakin bertambah,” kata Bambang.
Setidaknya saat ini terdapat kurang lebih 1 juta orang per hari menggunakan kereta komuter, 700 ribu orang hari menggunakan Transjakarta, dan 80 ribu orang per hari menggunakan MRT. Belum lagi, kata Bambang, permintaan angkutan bus JR Connexion dan JA Connexion yang semakin tumbuh.
Bambang melanjutkan, sebagai bentuk apresiasi masyarakat yang telah menggunakan angkutan umum, pemerintah akan semakin keras bekerja untuk mewujudkan perbaikan transportasi Jabodetabek yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
“BPTJ bersama-sama stakeholder yang lain tidak akan menyiakan-nyiakan kepercayaan masyarakat yang sudah mulai tumbuh terhadap pelayanan angkutan umum massal di Jabodetabek, kami akan terus bekerja keras melakukan pembenahan transportasi Jabodetabek dengan berpedoman pada RITJ,” kata Bambang.