Kunjungan Diplomatik Taiwan Dapat Picu Amarah China
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
TAIPEI, SENIN - Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen akan melakukan kunjungan diplomatik ke sejumlah negara sekutu di wilayah Karibia. Kunjungan ini diperkirakan dapat memicu amarah China yang menganggap Taiwan sebagai bagiannya sehingga tidak berhak melakukan kunjungan kenegaraan.
Presiden Tsai akan mengunjungi empat negara di kawasan Karibia, yakni Saint Vincent dan Grenadines, Saint Lucia, Saint Kitts dan Nevis, serta Haiti selama 11-22 Juli 2019. Rencana ini diumumkan oleh perwakilan Pemerintah Taiwan, Senin (1/7/2019).
Wakil Menteri Luar Negeri Taiwan Miguel Tsao mengatakan, keempat negara sekutu itu berbagi paham yang sama dengan Taiwan. “Tema kunjungan kali ini adalah kemerdekaan, demokrasi, dan pemerintahan yang berkelanjutan,” tuturnya.
Namun, kunjungan Tsai ke Haiti, negara termiskin di wilayah barat, tidak akan sampai satu hari. Hal ini karena ada kerusuhan untuk melengserkan Presiden Haiti Jovenel Moise, seorang mantan pengusaha yang menjabat sejak Februari 2017.
Tsao melanjutkan, Tsai akan menghabiskan total empat hari di Amerika Serikat di sela-sela kunjungan tersebut. Rincian perjalanan Tsai di AS masih dalam pembahasan.
Adapun menurut kantor berita Taiwan Central News Agency (CNA), Tsai diperkirakan melakukan transit di New York dan Denver.
Kunjungan Tsai selama empat hari di AS lebih lama dari kunjungan yang biasa dilakukannya. Tsai biasanya menghabiskan satu malam di AS untuk pemberhentian transit. Ia terakhir berkunjung ke Hawaii, AS, pada Maret 2019, setelah melakukan sebuah tur di wilayah Pasifik.
Saat ini, belum ada respon langsung dari Beijing atas rencana kunjungan Tsai. Namun, rencana tersebut dapat memicu kemarahan China.
Beijing selalu menganggap Taiwan sebagai provinsi milik China yang kerap memberontak, bukan negara berdaulat. Beijing menyatakan, Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri tidak berhak untuk menjalin hubungan kenegaraan.
Taiwan memiliki hubungan diplomatik dengan 17 negara. Kebanyakan sekutu diplomatik Taiwan adalah negara-negara kecil di Amerika bagian tengah dan wilayah Pasifik. Tsai kerap meminta dukungan internasional untuk menjaga demokrasi Taiwan dari ancaman China.
China secara teratur mengirim pesawat dan kapal militer di sekitar wilayah Taiwan selama beberapa tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, Beijing juga meningkatkan tekanan internasional ke Taiwan dengan mengurangi sekutu diplomatik yang tersisa.
China juga sering menyoroti hubungan Taiwan dengan AS. AS tidak memiliki hubungan resmi dengan Taipei, tetapi merupakan pendukung diplomatik dan pemasok senjata utama Taiwan.
Dua sistem
Hubungan Taiwan dan China cukup rumit. China mengklaim pulau tempat Taiwan berdiri sebagai wilayahnya. Padahal, Pemerintah China tidak pernah memerintah di Taiwan.
China telah menawarkan Taiwan untuk mengadopsi konsep “satu negara, dua sistem”. Dengan kata lain, Taiwan menjadi bagian dari China, tetapi memiliki sistem pemerintahan sendiri. Konsep itu telah diberlakukan di Hong Kong, setelah Inggris menyerahkan Hong Kong pada 1997.
Hanya saja, warga Hong Kong mulai menunjukkan aksi protes terhadap intervensi China atas sistem pemerintahan dan hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Warga Hong Kong selama tiga bulan terakhir pada 2019 melakukan demonstrasi menolak rancangan undang-undang ekstradisi yang dapat mengirim warga Hong Kong ke China.
Selain itu, jumlah penduduk Hong Kong dan Macau yang meminta izin tinggal di Taiwan mulai meningkat dua kali lipat dibandingkan sepuluh tahun lalu. Pemerintah Taiwan mencatat mengeluarkan 1.267 izin pada 2018. Sedangkan jumlah imigrasi ke Taiwan menjadi 400 orang selama Januari-April 2019 atau naik 40 persen secara tahunan.
Tren peningkatan ini semakin terlihat sejak 2014. Pada 2014, warga Hong Kong melakukan aksi protes memperjuangkan demokrasi secara besar-besaran di Hong Kong menuntut pemilu yang bebas intervensi China. (Reuters)