Senin (1/7/2019), Komisi Pengawas Persaingan Usaha dijadwalkan memeriksa Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara terkait dugaan rangkap jabatan.
Oleh
Maria Clara Wresti dan Ferry Santoso
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha dijadwalkan memeriksa Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara terkait dugaan rangkap jabatan, Senin (1/7/2019) ini. KPPU juga memeriksa petinggi Garuda Indonesia lainnya, yakni Pikri Ilham Kurniansyah dan Juliandra Noertjahjo, terkait rangkap jabatan.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kurnia Toha di Jakarta, Minggu (30/6/2019), menyatakan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur bahwa seseorang yang menduduki jabatan anggota direksi atau komisaris di suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi anggota direksi atau komisaris pada saat yang sama di perusahaan lain yang berada di pasar yang sama, memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan atau jenis usaha, atau secara bersama dapat menguasai pasar tertentu yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
Selain tercatat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, Askhara juga tercatat sebagai Komisaris Utama Citilink Indonesia dan Komisaris Utama Sriwijaya Air. Ketiga perusahaan itu memiliki bidang usaha yang sama, yakni maskapai penerbangan niaga berjadwal. Tiga maskapai ini mengangkut sekitar 50 juta penumpang dari 100 juta penumpang selama tahun 2018.
Adapun Pikri menjabat sebagai Direktur Niaga Garuda Indonesia sekaligus komisaris di Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air. Sementara Juliandra menjabat Direktur Utama Citilink Indonesia dan komisaris di Sriwijaya Air. ”Pikri sudah kami periksa dan menandatangani berita acara pemeriksaan. Kami menunggu respons dari Juliandra,” kata Kurnia.
Saat dikonfirmasi, Askhara mengatakan, ”Kami selalu siap dipanggil dan memberikan keterangan.” Sementara Juliandra menyatakan siap datang ke KPPU pekan ini.
Pengamat persaingan usaha dari Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika, mengatakan, Kementerian Keuangan juga pernah mengeluarkan peraturan bahwa anggota direksi BUMN tidak boleh melakukan rangkap jabatan. ”Apalagi jika bidang usahanya sejenis. Nanti ada konflik kepentingan,” katanya.
Laporan keuangan
Sebelumnya, Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun buku 2018 bermasalah. Dua fakta yang disampaikan OJK terkait laporan itu adalah pengakuan pendapatan dari kerja sama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi berdampak terhadap laporan kerugian perseroan serta laporan keuangan yang tak ditandatangani dua anggota komisaris, yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
Soal denda administrasi yang dijatuhkan OJK, seluruh direksi dan komisaris Garuda akan mematuhinya. ”Kami akan berkonsultasi dengan OJK dalam menyusun perbaikan laporan keuangan. Kami juga sudah menunjuk kantor akuntan publik baru yang terdaftar di Kementerian Keuangan. Perbaikan akan dibuat dalam jangka waktu 14 hari sejak Jumat lalu,” kata Askhara.
Garuda akan segera membayar total denda senilai Rp 1,25 miliar. Rinciannya, Garuda sebagai perusahaan membayar Rp 100 juta, delapan anggota direksi masing-masing Rp 100 juta, dan tanggung renteng direksi dan komisaris sebesar Rp 100 juta. Garuda juga akan membayar kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar Rp 250 juta.
”Untuk yang ke BEI tetap akan kami bayar. Namun kami akan mempertanyakan kenapa kami didenda. Denda itu untuk laporan keuangan triwulan I-2019, sementara kami merasa laporan itu tidak ada masalah,” ujarnya.
Komisaris Utama Garuda Indonesia Sahala Lumban Gaol mengatakan, pihaknya akan mengawasi direksi untuk melaksanakan perintah OJK ini dengan benar dan tepat waktu.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, Menteri BUMN Rini M Soemarno telah memerintahkan untuk mengganti kantor auditor yang baru dan audit harus sudah dilakukan mulai 30 Juni.
Mengenai kerja sama pemasangan Wi-Fi di pesawat dengan Mahata Aero Teknologi (yang pencatatan transaksinya menjadi masalah di laporan keuangan tahunan 2018), hal itu tetap akan dilanjutkan. ”Mahata telah membayarkan kepada kami 60.000 dollar AS untuk kontrak dan 100.000 dollar untuk pemasangan. Sementara nanti tanggal 30 Juli 2019, Mahata akan menyetorkan 30 juta dollar AS baik dengan LC maupun bank garansi,” ujarnya.
Mahata yang merupakan usaha rintisan kini didukung oleh PT Wicell Technologies yang bersedia membayar biaya pemasangan Wi-Fi sebesar 122,94 juta dollar AS dan biaya pengelolaan 80 juta dollar AS kepada Garuda Group dalam jangka waktu tiga tahun sejak 21 Juni 2019.