Menurut Badan Konservasi Dunia (IUCN), penyu laut masuk dalam daftar merah spesies yang terancam keberlangsungannya. Istilahnya, Red List of Threatened Species. Perlu upaya penyelamatan spesies tersebut untuk keseimbangan ekosistem.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Hari masih pagi saat I Made Kiki (55) dan Made Murdana (36) menggali lubang di bak beton besar berisi pasir hitam. Dengan tangan telanjang, mereka terus menggali hingga puluhan telur putih tampak di dasar lubang. Dari lubang sedalam 40 sentimeter itu, puluhan tukik menarik napas pertama mereka.
Seekor tukik menggeliat keluar dari cangkang telurnya, Jumat (28/6/2019) pagi. Butuh waktu 45 hari untuk menetas dengan sempurna sejak sang induk bertelur. Tukik tersebut sekaligus menjadi salah satu yang beruntung. Sebab, tidak semua saudaranya berhasil menetas.
”Telur penyu gagal menetas biasanya disebabkan oleh faktor alam. Telur tidak boleh basah saat dikubur di dalam pasir,” terang Kiki di Tempat Konservasi Penyu Saba Asri, Kabupaten Gianyar, Bali, Jumat (28/6/2019).
Di tepi bak beton, terhampar puluhan telur yang gagal menetas. Bentuknya sudah tak lagi bulat. Cangkangnya lembek dengan penyok di sana sini. Ada juga tukik yang berhasil menetas, tetapi mati.
Proses penetasan itu memang susah-susah gampang. Kiki mengatakan, dari 100 telur penyu, hanya sekitar 70 persen yang berhasil menetas. Walaupun lubang telur di tempat konservasi sudah dinaungi atap polikarbonat, masih saja ada telur yang gagal menetas.
Proses penetasan memang susah-susah gampang, dari 100 telur penyu, hanya sekitar 70 persen yang berhasil menetas.
Dalam sekali bertelur, induk penyu bisa menghasilkan minimal 100 telur. Musim bertelur hanya terjadi pada April hingga Agustus setiap tahun.
Tukik yang berhasil menetas lalu diletakkan di wadah terpisah. Sebuah kotak styrofoam berisi pasir hitam di samping Kiki siap menampung penyu-penyu cilik. Tukik perlu dibiarkan selama satu hari sebelum dilepas ke lepas pantai.
”Pusar mereka masih basah sehingga rentan terkena bakteri. Biarkan kering dulu dengan menaruh mereka di pasir selama sehari, baru dilepas ke laut,” kata Kiki.
Menyelamatkan penyu
Menjaga telur penyu dan melepas tukik merupakan keseharian Kiki, Murdana, dan dua sukarelawan lain di tempat konservasi ini. Kegiatan ini mereka jalani atas welas asih pada penyu. Selain itu, penyu juga perlu diselamatkan.
Menurut Badan Konservasi Dunia (IUCN), penyu laut masuk dalam daftar merah spesies yang terancam keberlangsungannya. Istilahnya, Red List of Threatened Species.
Populasi penyu semakin terkikis karena beberapa hal. Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), beberapa faktor itu ialah rusaknya habitat dan tempat penyu bertelur, pencurian telur, hingga perdagangan ilegal produk penyu, seperti aksesori dan makanan dari daging penyu.
Di sisi lain, persentase hidup tukik untuk bertahan hidup di alam tergolong rendah. Menurut Murdana, sukarelawan Tempat Konservasi Penyu Saba Asri, dari 100 telur penyu, hanya 5 persen tukik yang berhasil hidup di alam liar.
Persentase hidup tukik untuk bertahan hidup di alam tergolong rendah, hanya sekitar 5 persen tukik yang berhasil hidup di alam liar.
”Tukik rentan dijadikan makanan oleh hewan lain di laut. Dalam hal itu, kita tidak bisa berbuat apa-apa karena ini merupakan rantai makanan di alam,” kata Murdana.
Populasi penyu juga terancam oleh perubahan iklim global. Pasalnya, suhu sangat berpengaruh terhadap penentuan jenis kelamin tukik.
Telur penyu yang dikubur dalam pasir bersuhu di bawah 32 derajat celsius akan menetaskan tukik jantan. Sementara itu, suhu di atas 32 derajat celsius akan menghasilkan tukik betina. Suhu Bumi yang semakin panas berpotensi membuat persentase penyu jantan dan betina tidak imbang.
Kesadaran
Tempat konservasi ini bukan hanya berperan untuk menyelamatkan keberadaan penyu. Tempat ini sekaligus menumbuhkan kesadaran warga. Penyu dan telurnya mulai tak lagi dipandang sebagai makanan, tetapi target untuk dilindungi.
Kiki bercerita, dahulu, telur penyu kerap dijual warga ke pasar. Harganya sekitar Rp 5.000-Rp 10.000 per butir. Jika tidak dijual, telur akan dikonsumsi sendiri karena dipercaya bermanfaat bagi kesehatan.
Daging penyu juga kerap dikonsumsi warga. Katanya, daging penyu hijau (Chelonia mydas) yang paling enak.
Seiring berjalannya waktu, warga mulai sadar bahwa penyu bukan makanan. Telur penyu juga tidak boleh dijadikan barang dagangan. Semua jenis penyu laut di Indonesia dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penjual dan pedagang satwa dilindungi akan dihukum. Hukuman berupa penjara selama lima tahun dan denda Rp 100 juta.
”Tempat konservasi ini setidaknya membuat masyarakat lebih sadar soal penyu. Kalau ketemu telur penyu, biasanya mereka bawa ke sini. Bahkan, ada juga yang begadang menunggu penyu bertelur lalu membawanya ke sini,” kata Kiki.
Para sukarelawan dadakan itu biasanya akan diberi imbalan Rp 3.000 per butir telur. ”Kalau musim bertelur, satu orang yang menemukan satu sarang bisa ketemu 100 telur,” katanya.
Uang imbalan itu dikumpulkan kelompok konservasi melalui donasi pengunjung. Ada kotak mika yang diletakkan di dekat gerbang bagi yang ingin menyumbang. Selain itu, donasi terbesar biasa diperoleh dari acara penguburan telur penyu ataupun pelepasan tukik ke laut.
Adapun sejumlah bantuan dari program CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) sejumlah perusahaan, salah satunya PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Bali. Beberapa produk CSR itu ialah pagar tembok, bak beton penguburan telur, dan kolam penyu.
”Penyu harus dilindungi. Biar tidak ada penjualan produk penyu ilegal, jangan beli daging, telur, atau cendera mata dari penyu,” tutup Kiki.