JAKARTA, KOMPAS – Sebelum melakukan pergantian ketua umum dan menggelar Musyawarah Olahraga Nasional Luar Biasa (Musornaslub) di Jakarta, Selasa (2/7/2019), pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia harusnya fokus menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya lebih dahulu. KONI hingga saat ini belum membereskan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta membayar gaji para karyawannya yang tertunggal enam bulan.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto dihubungi dari Jakarta, Jumat (28/6/2019), mengatakan, pada Senin (17/6/2019), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LPH) Kemenpora. Hasilnya, ada temuan dalam penggunaan anggaran Kemenpora, termasuk soal anggaran yang dikelola KONI.
Dalam aturan BPK, temuan itu harus dibereskan dalam 60 hari kerja pasca LPH tersebut diserahkan. Kalau tidak, aparat penegak hukum bisa masuk untuk melakukan tindakan. ”Hal ini sangat menyandera Kemenpora. Ke depan, tidak hanya merugikan Kemenpora melainkan pihak terkait, seperti induk cabang (olahraga). Sebab, anggaran Kemenpora bisa saja dipotong karena ada temuan itu,” ujar Gatot.
Atas dasar itu, Gatot menyatakan, harusnya KONI memfokuskan dahulu penyelesaian LPJ penggunaan anggaran mereka, bukan malah memikirkan pergantian ketua umum dan menggelar Musornaslub lebih dahulu. Sebab, ia mengkhawatirkan pengurus lama lepas tangan dengan masalah-masalah itu jika sudah tidak menjabat. ”Tak menutup kemungkinan, pengurus baru juga lepas tangan karena menganggap itu urusan pengurus lama,” katanya.
Jika KONI tetap melangkah untuk mengganti ketua umum dan menggelar Musornaslub, Gatot menuturkan, Kemenpora berharap ada pengurus lama ataupun pengurus baru membuat pernyataan tertulis untuk menyelesaikan semua masalah yang ada. ”KONI Pusat tidak boleh lepas tangan terhadap masalah ini,” tuturnya.
Kepala Bagian Tata Usaha KONI sekaligus koordinator karyawan KONI ketika mengadu ke Kemenpora, Hariyanto mengutarakan, gaji 104 karyawan KONI sejak dari Januari hingga sekarang belum juga dibayar. Para karyawan pun sudah sangat frustrasi karena semua cara yang dilakukan tidak membuahkan hasil, termasuk mengadu ke Kemenpora.
Sekarang, harapan mereka bergantung dari calon ketua umum baru. Untuk itu, mereka sangat berharap pada ketuua umum baru bisa menyelesaikan semua masalah pengurus lama, antara lain membayar gaji karyawan. ”Harapan kami sekarang pada ketum baru. Mau gi mana lagi, kami sudah bingung sekali,” ujar Hariyanto.
Ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Ketuua Umum KONI Tono Suratman tidak merespons. Saat dikirim pesan singkat, Tono tidak membalas pesan tersebut.
Dinamika pemilihan
Sementara itu, proses pergantian Ketua Umum KONI tidak akan berjalan mulus. Sebab, salah satu bakal calon Ketua Umum KONI, Muddai Madang kecewa dengan keputusan Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) yang menggugurkan dirinya sebagai bakal calon.
Dalam surat yang ditandatangani Ketum KONI Tono Suratman, Selasa (25/6/2019), Muddai dinilai tidak memenuhi syarat, yakni minimal didukung 10 KONI Provinsi dan 21 induk cabang. Sampai batas akhir penyerahan formulir pendaftaran (12-21 Juni), Muddai hanya didukung tujuh KONI Provinsi dan 24 induk cabang.
Dengan begitu, bakal calon Ketum KONI hanya Marciano Norman. Ia kemungkinan akan terpilih secara aklamasi pada Musornaslub nanti.
Muddai menyatakan, hal itu membuat proses pemilihan tidak berjalan demokratis. Sebab, pertarungan justru terjadi saat masa pencalonan bukan saat pemilihan. Menurut ia, harusnya, syarat dukungan minimal itu tidak perlu diterapkan. Apalagi, pada sejumlah pemilihan sebelumnya tidak ada persyaratan seperti itu.
Dahulu, bakal calon ketum hanya diminta pernah menjadi ketua KONI Provinsi ataupun induk cabang. ”Dengan begitu, bisa muncul banyak calon saat Musornaslub. Hal itu akan memicu persaingan terbuka yang demokratis,” kata Muddai yang juga Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia tersebut.
Ketua TPP Amir Karyatin menjelaskan, aturan dukungan minimal dari KONI Provinsi dan induk cabang itu disepakati pada Rapat Anggota KONI di Jakarta, tahun lalu. ”Itu adalah kesepakatan anggota KONI Pusat. Kami TPP, hanya menjalankan amanat tersebut,” tuturnya.
Amir menambahkan, di Musornaslub, dirinya akan menjelaskan kondisi apa adanya. Setelah itu, ia akan menyerahkan semua keputusan kepada forum. ”Kalau memang lebih dari 50 persen forum tidak sepakat dengan hasil TPP, mungkin situasinya akan berubah,” ujarnya.