Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, mendorong peningkatan transaksi nontunai di kalangan pedagang kecil melalui kegiatan Semarang Great Sale. Dalam kegiatan ini, pemerintah ingin mengedukasi masyarakat untuk bertransaksi nontunai.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, mendorong peningkatan transaksi nontunai di kalangan pedagang kecil melalui kegiatan Semarang Great Sale. Dalam kegiatan yang diselenggarakan pada 28 Juni-28 Juli 2019 tersebut, pemerintah ingin mengedukasi masyarakat untuk bertransaksi nontunai.
Agenda diskon belanja akbar tahunan Semarang Great Sale (Semargres) kembali digelar tahun ini. Jika tahun lalu program ini difokuskan pada potongan harga untuk pembeli di mal, tahun ini pembeli di pasar tradisional, stasiun, bandara, hingga terminal bisa menikmati fasilitas diskon tersebut.
Kegiatan ini melibatkan setidaknya 1.289 peserta yang terdiri dari pelaku usaha ritel, pedagang pasar tradisional, dan pedagang kaki lima (PKL). Adapun kelompok PKL yang terlibat dalam Semargres antara lain PKL Simpanglima, PKL Semawis, PKL Stadion Diponegoro, PKL Kalisari, dan PKL Batan.
Sementara itu, pasar peserta Semargres adalah Pasar Jatingaleh, Pasar Peterongan, Pasar Sampangan, Pasar Bulu, Pasar Karangayu, Pasar Pedurungan, Pasar Johar, Pasar Gang Baru, dan Pasar Rasamala.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, Semargres menjadi salah satu sarana menggenjot transaksi belanja dan meningkatkan perekonomian rakyat kecil. Dalam waktu bersamaan, lanjutnya, ada beberapa kegiatan berskala nasional dan internasional yang digelar di Kota Semarang. Harapannya, pengunjung dari kegiatan-kegiatan tersebut juga bisa tertarik untuk bertransaksi di Semargres. Dalam kegiatan ini, jumlah transaksi yang ditargetkan berkisar Rp 250 miliar-Rp 300 miliar.
”Ada banyak kegiatan di Semarang, yakni pertemuan Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), Kejuaraan Dunia MXGP, dan Asian School Games. Harapannya, para tamu akan ramai-ramai berbelanja di Semargres,” ucap Hendrar dalam siaran pers yang diterima Kompas, Sabtu (29/6/2019).
Ketua Panitia Semargres 2019 Wijaya Dahlan mengatakan, selain memberikan potongan belanja, Semagres juga ingin mendukung program Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia. Dengan menggandeng beberapa bank dan perusahaan aplikasi pembayaran nontunai, panitia Semargres memasang kode cepat atau Quick Response Code (QR Code) di lapak PKL dan pedagang pasar untuk memudahkan proses pembayaran nontunai.
”Selama bertransaksi dalam ajang diskon ini, masyarakat tinggal mengunduh aplikasi Semarang Great Sale di ponsel masing-masing. Setelah itu, ikuti langkah yang ada di dalam aplikasi sehingga masyarakat bisa mendapatkan potongan harga serta kupon undian berhadiah,” katanya.
Menurut Wijaya, setiap orang yang berbelanja senilai Rp 50.000 atau kelipatannya di Semargres akan mendapatkan kupon elektronik. Kupon tersebut akan diundi pada akhir program. Hadiah utama dalam undian tersebut adalah satu mobil.
Dengan menggandeng beberapa bank dan perusahaan aplikasi pembayaran nontunai, panitia Semargres memasang QR Code di lapak PKL dan pedagang pasar untuk memudahkan proses pembayaran nontunai.
Belum siap
Slogan Semargres yang berbunyi ”Beli cabai bisa dapat mobil” bertujuan untuk membuat masyarakat beramai-ramai belanja menggunakan uang elektronik. Sayangnya, belum semua masyarakat siap dengan transaksi nontunai.
Berdasarkan pantauan, Sabtu pagi, mayoritas pembeli di Pasar Peterongan di Kecamatan Semarang Selatan masih bertansaksi menggunakan uang tunai. Baik pedagang maupun pembeli mengaku belum siap beralih dari transaksi tunai ke nontunai.
Waliyem (60), pembeli di Pasar Peterongan, mengatakan belum akrab dengan transaksi nontunai. Dia mengaku lebih nyaman bertransaksi menggunakan uang tunai.
”Saya kurang familiar dengan uang nontunai dan lebih nyaman bertansaksi menggunakan uang tunai. Lagi pula, saya tidak punya gawai,” kata Waliyem.
Hal senada diungkapkan salah satu pedagang di Pasar Peterongan, Isti (44). Selama program Semargres, Isti sering menawarkan kepada pembeli untuk bertransaksi menggunakan uang elektronik supaya pembelinya mendapatkan diskon dan kupon undian. Namun, menurut dia, kebanyakan pembeli belum siap dengan transaksi nontunai.
”Saya sudah sering menawarkan pembeli untuk bertransaksi nontunai. Hanya saja, mereka menolak dengan alasan tidak membawa gawai, tidak ingin repot mengunduh aplikasi, dan lain sebagainya,” ucap Isti.
Saya sudah sering menawarkan pembeli untuk bertransaksi nontunai. Hanya saja, mereka menolak dengan alasan tidak membawa gawai, tidak ingin repot mengunduh aplikasi, dan lain sebagainya.
Meski transaksi nontunai menawarkan kepraktisan dan kecepatan dalam bertransaksi, Tatik (54), pedagang lain, menyebutkan, dirinya belum siap dengan transaksi nontunai. Sebab, ia masih nyaman membawa uang dalam bentuk fisik dibandingkan dengan uang dalam bentuk elektronik.
”Biasanya memegang uang lembaran. Kalau diganti jadi kartu atau sesuatu yang tak terlihat lainnya, saya khawatir. Saya takut ditipu karena saya tidak mengerti tata cara penggunaan uang elektronik itu,” ujar Tatik.
Pada 2014, Bank Indonesia mencanangkan GNNT untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, dan lembaga pemerintahan akan manfaat penggunaan sarana pembayaran nontunai dalam melakukan transaksi keuangan.
Menurut Bank Indonesia, dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lain, penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif masih rendah. Padahal, dengan kondisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan akses layanan sistem pembayaran di Indonesia.