Koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi dibubarkan setelah putusan Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 27 Juni. Setiap partai nantinya menentukan sikap sendiri untuk tetap menjadi oposisi atau merapat ke koalisi pemerintah.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi dibubarkan setelah putusan Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 27 Juni. Setiap partai nantinya menentukan sikap sendiri untuk tetap menjadi oposisi atau merapat dalam koalisi pemerintah.
Para sekretaris jenderal partai koalisi pendukung pasangan Prabowo-Sandi, Jumat (28/6/2019), mengadakan rapat atau pertemuan terakhir di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta. Saat itu, mereka bersama Prabowo membahas nasib koalisi selanjutnya.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan, nasib Koalisi Indonesia Adil Makmur dan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah selesai setelah putusan MK. Namun, ia menyampaikan, komunikasi antarparpol pendukung Prabowo-Sandi tetap akan dilanjutkan melalui forum kaukus nantinya.
”Berdasarkan hasil rapat yang berlangsung pada Jumat, Prabowo menyerahkan keputusan politik kepada masing-masing parpol. Tentunya, semua partai memiliki pertimbangan politik masing-masing yang tidak bisa diintervensi,” ucapnya seusai rapat.
Muzani mengatakan, Gerindra masih belum menentukan sikap untuk menjadi oposisi bagi pemerintah nantinya. Ia juga menampik adanya pertemuan antara Prabowo dan Presiden Joko Widodo di Bangkok, Thailand, untuk membahas sikap politik masing-masing tokoh.
”Kalau kita lihat pada Pemilu 2014, Jokowi dan Prabowo melakukan pertemuan pada saat dua minggu sebelum Jokowi dilantik sebagai presiden. Oleh sebab itu, rasanya terlalu cepat jika Prabowo dan Gerindra harus menentukan sikap politiknya saat ini,” ucapnya.
Selain itu, Muzani juga menampik adanya tawaran jatah menteri untuk Gerindra dalam kabinet Jokowi nantinya. Menurut dia, jika melihat koalisi yang ada saat ini, sepertinya sudah cukup untuk membangun fungsi penyeimbang di parlemen.
”Kalau kami hitung, dari sisi kaukus yang ada jumlahnya sekitar 40 persen dari total elemen yang ada di Senayan. Jika jumlahnya kurang dari 40 persen, saya kira koalisi akan tetap berjalan. Karena yang ingin kami suarakan adalah gagasan dan kebenaran,” ucapnya.
Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal mengatakan, PKS akan konsisten untuk menjadi oposisi yang konstruktif bagi pemerintah. Menurut dia, perlu ada fungsi penyeimbang agar demokrasi bisa berjalan dengan baik.
”Tentunya, kami akan konsisten untuk menyuarakan gagasan dan aspirasi kami. Kami ingin kritik yang sudah kami bangun bisa dijalankan oleh pemerintahan selanjutnya,” katanya.
Mustafa menyebutkan, tidak ada perbedaan sikap yang signifikan di dalam partai. Ia menyampaikan, PKS akan setia untuk membangun koalisi bersama Gerindra dan Prabowo.
”Sebelum pelantikan presiden dan anggota DPR pada Oktober 2019, kami juga akan melakukan pertemuan internal partai untuk menggodok agenda politik ke depan. Selain itu, kami juga akan tetap menjalin komunikasi dengan sejumlah partai lain untuk melihat kesamaan visi dan misi yang akan kami jalankan,” tuturnya.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, Partai Demokrat akan segera menyampaikan bubarnya koalisi ini kepada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut dia, perlu ada komunikasi internal untuk menentukan sikap Demokrat ke depan.
”Kami juga tetap akan menjaga komunikasi dengan parpol pendukung Prabowo-Sandi karena kebersamaan yang telah kami bangun sejak Agustus 2018,” lanjutnya.
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan, PAN akan fokus mengkaji berbagai opsi secara internal melalui rakernas yang akan dilaksanakan sekitar Juli 2019. Saat ini, PAN belum bisa menentukan sikap, apakah akan bergabung dengan koalisi pemerintah atau tetap sebagai oposisi.
”Keputusan yang dilakukan oleh PAN nantinya harus memiliki dampak elektoral pada 2024. Nantinya, kerja sama tersebut bisa kami lakukan di parlemen maupun di pemerintahan,” ujarnya.
Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menuturkan, oposisi diperlukan agar pemerintahan bisa berjalan secara optimal. Menurut dia, pemerintahan tidak akan berjalan efektif jika koalisi pemerintah terlalu gemuk dan banyak pendukungnya.