Tersengat Alarm Kecelakaan di Pantura
Ditugaskan memantau arus mudik di jalur pantura, dua wartawan Harian Kompas Tatang Mulyana Sinaga dan Dhanang David Aritonang berangkat mengendarai sepeda motor, menempuh jarak lebih dari 200 km dari Jakarta menuju Cirebon. Di tengah jalan, keduanya menjumpai dua kecelakaan lalu lintas fatal yang membuat nyali menciut.

Pemudik melintas di Jalan Raya Pantura di Astanamukti, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/5/2019). Pemudik yang didominasi pengguna sepeda motor sudah memadati jalur tersebut sejak Rabu malam.
Setiap tahun, Redaksi Kompas membentuk tim liputan Lebaran untuk mengisi halaman khusus yang menampilkan serba-serbi puasa dan Lebaran. Salah satu liputan tahun ini adalah mengikuti arus mudik dengan sepeda motor melewati jalur pantai utara (pantura) Jawa.
Tugas ini jatuh kepada saya dan rekan wartawan Dhanang David Aritonang yang dikenal dengan inisial DVD.
Kami berangkat dari Menara Kompas di Palmerah, Jakarta, Rabu (29/5/2019). Sehari menjelang berangkat, kami menjaga kondisi fisik agar tidak terlalu capai beraktivitas.

Pemudik sepeda motor tujuan Purbalingga, Jawa Tengah, melintas di Jalan Raya Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/5/2019). Jalur pantai utara Jawa, dari Bekasi hingga Cirebon, dipadati pemudik sepeda motor.
Saya juga berpesan kepada DVD untuk beristirahat dan tidur lebih awal sebab dia yang akan memboncengkan saya.
Cuaca terik menemani perjalanan dari Jakarta. Kami berangkat pukul 14.30 dengan harapan menjelang Maghrib sudah sampai Subang atau minimal di Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Dengan begitu, kami bisa menangkap suasana berbuka puasa di jalur mudik.
Akan tetapi, target itu meleset. Saat azan Maghrib berkumandang, kami baru sampai di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Kepadatan kendaraan pemudik dan karyawan yang pulang kerja membuat lalu lintas tersendat di Kalijaya, Cikarang.

Kemacetan di tengah cuaca panas membuat badan mudah lelah. Kami pun beristirahat sambil melepas dahaga. Sejumlah pemudik juga beristirahat sambil menunggu waktu berbuka puasa.
Kebanyakan dari mereka adalah pemudik jarak pendek dengan tujuan beberapa daerah di Jabar, seperti Indramayu, Cirebon, dan Kuningan. Kami sempat menanyai mereka. Namun, karena tujuan ke Kota Cirebon masih berjarak 204 kilometer lagi, kami pun melanjutkan perjalanan.
Sekitar pukul 18.40, kami tiba di Tanjungmekar, Kabupaten Karawang. Puluhan pemudik beristirahat di Masjid Jami An-Nur.

Pemudik sepeda motor tujuan Bangkalan, Jawa Timur, memperbaiki kendaraannya yang mogok di Tanjungmekar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (30/5/2019) malam.
Halaman masjid disesaki kendaraan pemudik. Sebagian besar duduk dan tiduran di teras masjid. Ada juga yang memperbaiki sepeda motornya.
Tak sedikit dari pemudik berboncengan tiga orang atau lebih. Mereka juga memasang penyangga di belakang motor sebagai tempat barang bawaan, seperti pakaian dan oleh-oleh makanan.
Di pantura, pemudik sepeda motor ”bertarung” dengan truk dan bus. Sering kali bunyi klakson truk dan bus membuat kaget dan berpotensi membuyarkan konsentrasi pengendara motor.
Dalam pikiran saya, terbayang risiko kecelakaan begitu dekat dengan mereka. Sebab, tidak mudah menjaga keseimbangan saat mengendarai motor dengan beban berlebih.
Di pantura, pemudik sepeda motor ”bertarung” dengan truk dan bus. Sering kali bunyi klakson truk dan bus membuat kaget dan berpotensi membuyarkan konsentrasi pengendara motor. Sementara, pemudik dengan mobil pribadi kebanyakan memilih lewat Tol Trans-Jawa.

Warga melihat antrean panjang kendaraan roda empat saat puncak arus mudik di Gerbang Tol Kalikangkung di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (1/6/2019).
Kecelakaan pertama
Kami bertanya kepada beberapa pemudik tentang alasan mereka mudik menggunakan sepeda motor meskipun sudah tersedia angkutan massal, seperti kereta api dan bus.
Bambang (36), misalnya, mudik bersama istri dan dua anaknya dari Jakarta menuju Tegal, Jawa Tengah. Dia mengatakan, biaya bahan bakar motornya tidak sampai Rp 100.000.
”Kalau naik bus, ongkosnya Rp 80.000 per orang. Empat orang sudah Rp 320.000. Selain itu, motor bisa dipakai untuk jalan-jalan di kampung,” ujarnya.
Alasan yang sangat simpel dari sisi untung dan rugi secara materi. Namun, dari sisi lain, dengan beban berlebih, risiko kecelakaan semakin tinggi.

Pemudik yang menggunakan sepeda motor beristirahat untuk melepas lelah di Jalan Raya Plumbon, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2019).
Melewati Cikampek, lalu lintas relatif lancar sebab pemudik sudah terbagi menuju Cirebon dan Bandung. Pengendara pun dapat memacu motornya hingga kecepatan di atas 90 kilometer per jam.
Banyak pemudik melewati kami dengan kecepatan tinggi. Padahal, jalur pantura tak sepenuhnya mulus. Selain itu, penerangan jalan di beberapa titik juga minim.
Dengan kecepatan nyaris 100 km per jam, tentu tidak mudah bagi pengemudi untuk menghindari jalan berlubang. Kemungkinan terjadi tabrakan semakin tinggi karena masih ada kendaraan yang tidak dilengkapi lampu memadai.
Saya mengingatkan DVD agar tidak terpancing menambah kecepatan meskipun saat itu jalanan relatif lengang. Sangat memungkinkan untuk memacu kendaraan lebih kencang.

Pemudik sepeda motor antre mengisi bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (30/5/2019) dini hari. Hampir semua SPBU di sepanjang jalur pantai utara Jawa, dari Bekasi sampai Cirebon, dipadati pemudik.
Tiba di Widasari, Kabupaten Indramayu, sekitar pukul 22.30, kami dikejutkan dengan pemandangan dua orang dan sepeda motor yang tergeletak di pinggir jalan. DVD memperlambat laju sepeda motor untuk menepi.
Kondisinya gelap karena tidak ada lampu jalan. Kami nyaris terjatuh akibat kehilangan keseimbangan karena bahu jalan lebih rendah sekitar 15 sentimeter dari permukaan jalan.
Saya membantu kedua orang itu berdiri menepi. Sementara DVD membantu memindahkan sepeda motor mereka agar tidak mengganggu perjalanan pengendara lainnya.

Pemudik melintas di Jalan Raya Pantura di Astanamukti, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/5/2019). Pemudik yang didominasi pengguna sepeda motor sudah memadati jalur tersebut sejak Rabu malam.
Kedua orang itu adalah Fajar (24) dan Ali (26), pemudik dari Depok tujuan Purbalingga, Jawa Tengah. Keduanya terjatuh karena Fajar gagal menjaga keseimbangan saat menepi ke pinggir jalan untuk beristirahat.
”Saya kurang konsentrasi karena sudah lelah. Akibatnya, terjatuh saat mau masuk ke bahu jalan,” ujar Fajar.
Fajar mengalami lecet di bagian tangan. Sementara Ali lecet di pinggang. Lampu depan sepeda motornya pecah setelah menghantam aspal.

Pemudik tidur di atas sepeda motor di jalur pantai utara (pantura) Jawa, Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2019). Sejak Rabu (29/6/2019) jalur pantura dipadati pemudik sepeda motor.
Sejak tiga tahun terakhir, Fajar dan Ali selalu mudik menggunakan sepeda motor. Namun, baru kali ini mengalami kecelakaan.
”Ini jadi pelajaran penting untuk tidak memaksakan diri. Sebagai yang dibonceng, saya juga harus mengingatkan untuk beristirahat,” ujar Ali.
Kecelakaan itu menjadi alarm peringatan bagi kami agar lebih berhati-hati. DVD pun membatasi kecepatan kendaraan tidak lebih dari 70 km per jam.

Pemudik beristirahat di jalur pantai utara (pantura) Jawa, Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2019). Cuaca pantura yang terik membuat banyak pemudik berteduh di pinggir jalan.
Kecelakaan kedua
Memasuki Desa Tegalkarang, Palimanan, Kabupaten Cirebon, perasaan waspada berubah menjadi rasa takut. Kami melihat empat polisi sedang mengangkat sepeda motor yang rusak parah. Bagian depan motor bernomor polisi K 6444 YH itu tidak lagi berbentuk.
Sepeda motor itu menabrak bagian belakang truk yang akan parkir. Pengendaranya, Fajar Ramadhan (27), tewas di tempat dengan luka parah di kepala.

Pemudik melintas di Jalan Raya Pantura di Astanamukti, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/5/2019). Pemudik yang didominasi pengguna sepeda motor sudah memadati jalur tersebut sejak Rabu malam.
Pemudik lain, Andri (25), melihat langsung kejadian itu sebab sebelum menabrak truk, Fajar menyalipnya dengan kecepatan tinggi.
”Korban menyalip dari kiri. Ternyata di depan, ada truk yang akan parkir sehingga tabrakan tak terhindarkan,” ujarnya.
Kejadian itu membuat nyali Andri ciut. Padahal, sebelum berhenti karena melihat kecelakaan itu, dia memacu motornya hingga kecepatan 90 km per jam.
”Saya jadi takut. Lebih baik istirahat beberapa jam sambil menenangkan diri,” ujar pemudik tujuan Probolinggo, Jawa Timur, itu.

Pemudik beristirahat sambil memperbaiki ikatan barang bawaannya di jalur pantai utara (pantura) Jawa, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2019). Sejak Rabu (29/6) jalur pantura dipadati pemudik sepeda motor.
Tidak gampang melupakan dua kecelakaan dalam rentang satu jam, apalagi salah satunya merenggut korban jiwa.
Dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan tetap melanjutkan perjalanan ke Kota Cirebon yang tinggal berjarak 20 km. Akan tetapi, dengan kecepatan motor yang dibatasi tidak lebih dari 50 km per jam.
Tidak gampang melupakan dua kecelakaan dalam rentang satu jam, apalagi salah satunya merenggut korban jiwa.
Sebisa mungkin kami tidak menyalip kendaraan untuk mengurangi risiko kecelakaan. Kami tiba di Kota Cirebon pada Kamis dini hari, jauh dari waktu yang ditargetkan. Namun yang lebih penting, kami tiba dengan selamat meski dibayang-bayangi dua peristiwa kecelakaan.

Hasil liputan mudik dengan sepeda motor terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2019 dengan judul ”Ancaman Kecelakaan di Jalur Pantura”.
Kamis pagi, saya dan DVD berdiskusi tentang tulisan yang akan disusun dari pengalaman menyusuri jalur pantura. Kami sepakat menuliskan kesiapan jalur pantura untuk pemudik, terutama pengguna sepeda motor dan hal-hal yang patut diwaspadai.
Tulisan itu terbit di halaman 1 Harian Kompas edisi 31 Mei 2019 dengan judul ”Ancaman Kecelakaan di Jalur Pantura”. Dua kejadian kecelakaan yang kami jumpai diuraikan di bagian awal tulisan. Bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai pengingat agar pengendara lebih waspada.
Jalan yang lengang bukan berarti kebebasan untuk memacu kendaraan sekencang-kencangnya. Hal itu justru merupakan peringatan agar berhati-hati dan tidak memaksakan diri. Tiada guna melaju cepat jika tidak selamat.