JAKARTA, KOMPAS - Hasil penyelidikan kasus kerusuhan pada 21-22 Mei lalu yang dilakukan Kepolisian Negara RI akan disinergikan dengan lembaga pengawas sebelum diumumkan secara resmi ke publik. Oleh karena itu, Polri masih membuka diri terhadap masukan dari masyarakat sipil terkait temuan mereka dalam penyelidikan kasus itu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Rabu (26/6/2019), di Jakarta, menuturkan, penyelidikan masih dilakukan tim investigasi internal Polri, terutama untuk menentukan jenis senjata yang menyebabkan sembilan orang meninggal serta detail peristiwa kerusuhan itu sehingga menyebabkan adanya korban jiwa.
Saat ini, Polri baru menyelesaikan investigasi terhadap jenis proyektil yang ditemukan di tubuh korban, memastikan empat dari sembilan korban jiwa meninggal karena tembakan peluru tajam, dan lima dari sembilan korban jiwa itu meninggal di sekitar Petamburan, Jakarta Pusat.
Dedi menjelaskan, Polri akan melakukan pengungkapan hasil investigasi bersama tiga lembaga pengawas lain, yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Kepolisian Nasional, (Kompolnas), dan Ombudsman RI. Alhasil, pengungkapan hasil investigasi itu akan dilakukan setelah investigasi ketiga lembaga itu rampung.
”Jadi nanti akan dipadukan dengan hasil investigasi Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Kompolnas. Pada saat rilis (hasil investigasi) akan ada klarifikasi data yang dimiliki masing-masing lembaga,” kata Dedi, Rabu 26/6/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Terkait temuan investigasi organisasi masyarakat sipil, misalnya Amnesty International, Dedi menyatakan, Polri akan menunggu temuan itu diserahkan agar dapat dipelajari dan diteliti. Hal itu bagian dari komitmen Polri untuk mengedepankan asas transparansi sehingga bersedia berkomunikasi dengan lembaga lain yang juga mempunyai hasil investigasi.
Pembentukan narasi
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, penyebab kematian sembilan orang dalam kerusuhan itu perlu segera dijelaskan secara detail berikut siapa pelakunya.
Lebih jauh Usman menilai, relatif ditahannya akses rekaman video dalam CCTV di seantero Jakarta selama peristiwa 21-23 Mei menimbulkan kesan adanya upaya pembentukan narasi sepihak oleh Polri. Sementara di sisi lain, video pengakuan orang-orang yang disangka sebagai calon eksekutor pembunuhan sejumlah tokoh ditayangkan secara luas.
Sementara itu, komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, pihaknya belum menunjukkan rekaman video terkait peristiwa 21-23 Mei yang dimiliki pada kepolisian. Video itu akan dipergunakan sebagai pembanding untuk menjamin perkataan para pihak, termasuk kepolisian, apakah bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
”Banyaknya bahan-bahan yang dimiliki Komnas HAM membuat Komnas HAM lebih mudah untuk mendapatkan berbagai fakta peristiwa,” kata Anam.