Mahkamah Kriminal Internasional Buka Penyelidikan Kejahatan pada Rohingya
Oleh
MYRNA RATNA
·3 menit baca
AMSTERDAM, RABU -- Jaksa penuntut dari Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), Rabu (26/6/2019), telah meminta investigasi menyeluruh atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar terhadap warga Rohingya sehingga terusir ke Bangladesh.
Jaksa Fatou Bensouda dalam pernyataannya mengatakan, ia telah meminta izin pada sejumlah hakim ICC untuk menyelidiki kejahatan yang sedikitnya memiliki ”satu elemen” di Bangladesh, negara anggota ICC. Penyelidikan yang akan dilakukan Bensouda meliputi kejahatan yang juga terjadi ”di dalam konteks dua gelombang kekerasan di Negara Bagian Rakhine di wilayah Myanmar”.
Dalam pernyataan terpisah, ICC menyebutkan bahwa pihaknya telah menugaskan sebuah panel yang terdiri atas tiga hakim untuk mempertimbangkan permintaan yang diajukan Bensouda.
Bukan anggota
Meskipun Myanmar tidak menjadi anggota ICC, pada September lalu ICC telah menegaskan bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi atas sejumlah kejahatan di kawasan di mana terdapat faktor lintas batas yang melibatkan Bangladesh, negara anggota ICC. Akan tetapi, otoritas Myanmar menolak yurisdiksi ICC.
”Pengadilan (ICC) memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pengusiran besar-besaran warga Rohingya. Elemen kejahatan itu, lintas perbatasan negara, terjadi di wilayah negara lain (Bangladesh),” demikian keputusan ICC, September 2018.
ICC yang didukung PBB memiliki 122 anggota dan merupakan harapan terakhir dalam proses mencari keadilan. ICC baru akan melibatkan diri ketika negara anggota dianggap tidak bersedia atau tidak mampu mengadili kejahatan perang di wilayahnya.
Selain itu, ICC juga bisa melibatkan diri jika pengadilan itu dirujuk oleh Dewan Keamanan PBB. Namun, rujukan oleh PBB jarang terjadi karena Amerika Serikat, Rusia, dan China bukan anggota ICC sehingga mereka dapat menggunakan hak veto untuk mencegah sebuah kasus kejahatan perang dirujuk ke ICC. Kasus seperti itu pernah terjadi dengan kejahatan perang di Suriah.
Pembunuhan massal
Tim Pencari Fakta PBB pada Agustus 2018 menyimpulkan bahwa militer Myanmar telah melakukan genosida, pembunuhan massal, dan pemerkosaan massal terhadap warga Muslim Rohingya.
Ketua Tim Pencari Fakta PBB Marzuki Darusman, dalam laporannya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Geneva, Swiss, pada September 2018, menyebutkan, kekejaman yang dilakukan militer Myanmar terhadap warga etnis Rohingya sudah melampaui batas yang sulit diterima akal.
Laporan yang disampaikan Marzuki didasarkan antara lain dari 850 wawancara mendalam dalam kurun waktu 18 bulan dan terangkum dalam 444 halaman. Laporan itu juga merinci pembunuhan massal di desadesa warga Rohingya. Disebutkan warga Rohingya dikumpulkan lalu dipisahkan berdasarkan jenis kelamin.
”Para pria secara sistematis dibunuh, sementara perempuan dan remaja putri diperkosa serta disiksa mental dan fisiknya sebagai upaya mengecap mereka sebagai warga yang direndahkan,” tulis laporan itu.
Disebutkan juga, skala kekejaman dan upaya sistematis kekerasan seksual dijadikan sebagai taktik perang. Tim pencari fakta menyimpulkan bahwa sepak terjang militer Myanmar dan pasukan keamanan telah memenuhi empat dari lima kategori tindakan genosida. (AP/AFP/REUTERS)