Hingga Sidang Diskors, Seluruh Dalil Prabowo-Sandi Ditolak
Oleh
PRADIPTA PANDU/SATRIO WISANGGENI/SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga sidang pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum untuk pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi diskors pada Kamis (27/6/2019) pukul 16.00, seluruh dalil yang diajukan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, ditolak majelis hakim.
Bukti yang diajukan pasangan calon nomor urut 02 tersebut dinilai tidak menunjukkan adanya dugaan pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, dan masif, serta korelasinya dengan perolehan suara.
Sejumlah dalil yang ditolak adalah terkait dengan tuduhan penggunaan program pemerintah sebagai sebuah upaya vote buying (pembelian suara) ataupun politik uang kepada masyarakat.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, seluruh dalil pemohon terkait dengan program-program pemerintah—seperti menaikkan gaji pegawai negeri sipil, gaji perangkat desa, dan peresmian moda raya terpadu (MRT)— bukanlah sebuah praktik pembelian suara.
Arief mengatakan, program-program itu adalah kebijakan pemerintah dalam memenuhi amanat undang-undang, khususnya UU APBN.
”Ini sesuatu yang tidak mungkin tidak dijalankan karena merupakan kesepakatan pemerintah dengan DPR,” kata Arief dalam sidang pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan presiden-wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Terlebih lagi tuduhan pemohon hanya berdasarkan pada berita daring.
Ini adalah sesuatu hal yang wajar sebagai presiden dan kepala negara.
Hakim konstitusi Aswanto mengatakan, MK juga tidak menemukan bukti adanya ketidaknetralan aparatur negara yang bermuara pada pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, dan masif. MK menilai, rekaman video imbauan Presiden Jokowi kepada jajaran polisi untuk menyosialisasikan program pemerintah adalah sebagai hal yang wajar.
”Ini adalah sesuatu hal yang wajar sebagai presiden dan kepala negara,” kata Aswanto.
Akun anonim
Aswanto juga mengatakan, dalil adanya tim buzzer bentukan polisi yang mendukung pasangan calon Jokowi-Amin di media sosial seperti yang dicuitkan oleh akun Twitter anonim @Opposite6890 juga tidak terbukti.
Selain itu, dalil bahwa polisi mendata kekuatan pasangan calon hingga ke tingkat desa yang dibuktikan oleh pemohon dengan alat bukti fotokopi berita daring, menurut Aswanto, tidak serta-merta bisa dianggap telah terjadi. Kalaupun terjadi, ujarnya, harus ada bukti lain yang dibuktikan pengaruhnya kepada pemilih.
Lebih lanjut, Aswanto juga mengatakan, dalil penggunaan BIN oleh pasangan calon nomor 01 juga tidak dapat dibuktikan. Terlebih lagi dalil ini dibangun hanya atas dasar kedekatan Kepala BIN Budi Gunawan dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
”Kalaupun (kedekatan antara Budi Gunawan dan Megawati Soekarnoputri) benar terjadi, apakah itu serta-merta BIN diperalat oleh paslon 01? Apalagi kalau itu dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap perolehan pasangan calon,” kata Aswanto.
Menurut Aswanto, dalil pemohon yang menyatakan ada perbedaan perlakukan penanganan hukum antara pendukung 01 dan pendukung 02 tidaklah jelas konteksnya dengan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
”Terlebih lagi itu merupakan ranah penegakan hukum yang di mana MK tidak berwenang mencampurinya. Berdasarkan pertimbangan di atas, mahkamah menyatakan dalil a quo tidak beralasan menurut hukum,” kata Aswanto.
Kebebasan pers
MK juga menolak dalil yang diajukan Prabowo-Sandi terkait dengan tidak berimbangnya pemberitaan media massa.
Menurut Aswanto, dalil yang diajukan pemohon bahwa ada pembatasan kebebasan pers dan media, khususnya pemberitaan yang tidak berimbang antara pasangan calon 01 dan pasangan calon 02, tidak terbukti dan tidak beralasan hukum.
Aswanto menuturkan, pemohon menggunakan kasus penghentian acara televisi Indonesia Lawyers Club. Ia mengatakan, argumentasi yang didasarkan pada penilaian cara suatu lembaga pers menyajikan kerja jurnalistiknya yang merugikan suatu pihak dan menguntungkan pihak lain mungkin menarik sebagai obyek kajian komunikasi politik.
”Namun, (argumentasi ini) tidak bisa sebagai bukti hukum yang menentukan kesesuaian kausalitas antara sebab dan akibat yang senyatanya terjadi, yakni perolehan suara paslon 01 dan 02. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum,” kata Aswanto.
Selain majelis hakim, sidang putusan sengketa Pilpres 2019 tersebut juga dihadiri oleh pihak pemohon, termohon, dan pihak terkait. Dari pihak pemohon hadir Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto; dari pihak termohon ialah Komisi Pemilihan Umum dan kuasa hukum; dan dari pihak terkait ialah tim hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang diketuai Yusril Ihza Mahendra; serta pihak Bawaslu.