Sebanyak 500 ton beras yang disimpan di Gudang Bulog Subdivre Banyumas rusak. Beras diserang hama Rhyzoperta akibat terlalu lama menumpuk di gudang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sebanyak 500 ton beras yang disimpan di Gudang Bulog Subdivre Banyumas rusak. Beras diserang hama Rhyzoperta akibat terlalu lama menumpuk di gudang. Penyaluran beras perlu segera dilakukan untuk mencegah penumpukan beras dan bertambahnya kerusakan beras di gudang.
”Kemarin ada diajukan sekitar 500 ton (beras rusak untuk dilakukan perawatan). Biasanya berdebu, kayak bedak karena serangan hama Rhyzoperta. Itu hama serangga dan ada di dalam butiran beras. Dia makan beras dan jadi bubuk,” kata Kepala Bulog Subdivre Banyumas Sony Supriyadi, Rabu (26/6/2019) di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Sony mengatakan, saat ini di sembilan gudang milik Bulog terdapat persediaan beras sebanyak 19.400 ton. Dari jumlah itu, 10.000 ton adalah beras lama yang masuk ke Bulog pada periode April-Juli 2018. Dari jumlah 10.000 ton beras lama itu, 500 ton rusak terserang Rhyzoperta. ”Itu justru ada banyak di gudang Cilacap karena Cilacap itu sentra produksi. Kami melakukan penyerapan, tetapi bansos rastra (beras sejahtera) di sana itu terakhir April 2019. Stok menumpuk di daerah sana,” kata Sony.
Bulog Divre Banyumas memiliki sembilan gudang, yaitu di Gumilir, Lomanis, Majenang, Maos (Kabupaten Cilacap), Sokaraja, Klahang, Cindaga (Kabupaten Banyumas), Purbalingga, dan Banjarnegara, dengan total kapasitas 60.000 ton. Bulog kesulitan melakukan penyaluran karena belum ada keputusan dari pusat, padahal di Banyumas penyerapan dari petani rata-rata 3.000 ton per bulan.
”Beras idealnya disimpan 6 sampai 8 bulan. Namun, di sini ada sebagian beras yang ulang tahun. Kebijakan pemerintah itu kita tidak boleh menghentikan penyerapan hasil produksi petani, tapi outlet kita itu belum ada jaminan ke mana,” kata Sony.
Beras idealnya disimpan 6 sampai 8 bulan. Namun, di sini ada sebagian beras yang ulang tahun. Kebijakan pemerintah itu kita tidak boleh menghentikan penyerapan hasil produksi petani, tapi outlet kita itu belum ada jaminan ke mana.
Untuk memperbaiki beras yang rusak itu, kata Sony, dilakukan sejumlah upaya perawatan yang memerlukan biaya tidak murah. Setidaknya untuk proses fungidasi beras sekitar 100 ton perlu dana sekitar Rp 50 juta, apalagi proses fungidasi harus dilakukan minimal 3 bulan sekali. ”Tiap bulan dilaporkan keadaannya. Kalau ada yang perlu diperbaiki, akan diperbaiki dengan disortasi atau istilah kita giling lagi, jadi juga dilakukan blowing atau ditiup, dibersihkan, dicampur atau mixing dengan beras yang kualitasnya bagus,” kata Sony.
Sony mengatakan, setelah program rastra dihentikan, penyaluran oleh Bulog terbatas hanya pada penjualan umum bagi beras premium. Jumlahnya pun hanya sedikit sekitar 100-120 ton per bulan. ”Itu yang menjadi PR kami. Ada juga jualan umum, tapi kuantumnya tidak terlalu besar 100-120 ton per bulan. Dulu ada rastra, tapi sudah berhenti sejak setahun lalu,” ujarnya.
Kushana, salah satu mitra Bulog Divre Banyumas, mengatakan, sejak Januari hingga Juni ini dirinya baru memasok 800 ton beras ke Bulog atau sekitar 130 ton per bulan. Kondisi itu jauh berbeda dengan kondisi saat Bulog aktif menyalurkan beras melalui program rastra. Saat itu, Kushana bisa mengirim 4.000 ton beras setahun ke Bulog atau sekitar 330 ton per bulan. ”Sekarang orderan sepi. Dulu karyawan saya ada 15 orang, sekarang paling butuh tenaga 3 atau 4 orang saja,” kata Kushana.
Ketua KUD Patikraja Faturohman menyampaikan, saat ini persediaan beras dan gabah masih banyak. ”Stok beras dan gabah masih banyak. Gabah di gudang KUD ada sekitar 30 ton, tetapi serapan beras kurang,” kata Faturohman.