JAKARTA, KOMPAS - Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM di Indonesia menghadapi persoalan air tidak berekening dan tingginya biaya produksi. Keduanya membuat perusahaan dalam posisi sulit untuk memperluas dan memperbaiki layanan. Pemerintah lalu bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Swiss dalam program kemitraan untuk mengatasi persoalan tersebut.
United States Agency for International Development (USAID) dan Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO) melalui program Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua (IUWASH PLUS) akan membantu PDAM Kota Depok, PDAM Kabupaten Bogor, PDAM Kabupaten Karawang, PDAM Kota Surakarta, PDAM Kabupaten Sukoharjo, PDAM Kota Magelang, dan PDAM Kabupaten Magelang dalam menekan air tidak berekening dan biaya produksi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro saat peresmian kerja sama tersebut di Jakarta, Rabu (26/6/2019), mengatakan, layanan air minum yang layak jadi program prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah. Namun, PDAM sulit memperluas layanan dan akses air minum.
"Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah kesulitan memperoleh air dan harus membeli. Kemitraan ini diharapkan mampu jadi salah satu solusi dari persoalan-persoalan yang mendera," ucap Bambang.
Melalui kerja sama ini, Bambang mengharapkan agar pengelolaan manajemen PDAM lebih baik lagi sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus menjadi perusahaan yang sehat dalam keuangan.
Air tidak berekening atau Non-Revenue Water (NRW) merupakan selisih atau kehilangan antara jumlah air yang diproduksi dengan jumlah air yang tercetak di rekening. Ini terjadi lantaran jaringan pipa yang berusia tua maupun buruk, keakuratan meteran air, sambungan ilegal, dan sebagainya.
Data Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum menunjukkan, rata-rata NRW pada tahun 2018 sebesar 33 persen. Sebagai contoh, jumlah produksi air setiap tahun sebesar 130.000 liter per detik makan NRW-nya adalah 1 miliar meter kubik per tahun (1 meter kubik = 1000 liter).
Direktur Utama PDAM Kabupaten Karawang M Sholeh mengatakan, air tidak tidak tercetak di rekening dan tingginya biaya produksi berpengaruh terhadap operasional dan finansial PDAM. Air tidak berekening di Karawang berada di atas 30 persen, targetnya turun jadi 20 persen setelah kemitraan ini.
"Usia jaringan pipa sudah di atas 30 tahun dan model lama," ucap Sholeh.
Sementara rata-rata biaya energi untuk produksi air mencapai 30 persen dari operasional perusahaan. Penyebab energi yang kurang efisien ialah sistem pompa air yang tidak sesuai kebutuhan, usia peralatan, pemeliharaan termasuk sumber daya manusia yang kompeten.
"PDAM Karawang pernah kena denda dari PLN mencapai Rp 1,2 miliar. Efisiensi energi masih sangat rendah. Biaya listrik Rp 1,2-1,3 miliar per bulan. Persoalannya karena usia pompa, belum adanya kapasitor bank, dan peralatan modern untuk efisiensi energi," kata Sholeh.
Pengendalian
Program ini berlangsung 2019-2021 dengan biaya 4,5 juta dollar Amerika Serikat. Targetnya menurunkan NRW sebesar 5-7,5 persen dan efisiensi energi 15 persen.
Pengendalian NRW melibatkan Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian PUPR, PDAM, pemerintah daerah, dan lainnya.
"PDAM kehilangan pendapatan akibat dua persoalan itu. Nantinya sebanyak 600 staf PDAM akan dapat pengembangan kapasitas untuk memperbaiki mutu layanan," kata Duta Besar Swiss untuk Indonesia Kurt Kunz.
Perbaikan mutu antara lain, pengumpulan data NRW, data efisiensi energi, pelatihan staf, pembuatan standar operasional, kerja lapangan, dan lainnya.
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph R Donovan menambahkan, program ini diharapkan dapat menginspirasi PDAM lainnya.