Ditemukan 803 Narkotika Jenis Baru
Ada 803 narkotika dan obat-obat terlarang jenis baru yang kini mengancam dunia. Sebanyak 74 di antaranya sudah masuk dan beredar di Indonesia.
KUPANG, KOMPAS — Ada 803 narkotika dan obat-obat terlarang jenis baru yang kini mengancam dunia. Sebanyak 74 di antaranya sudah masuk dan beredar di Indonesia.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Nusa Tenggara Timur (NTT) Teguh Iman Wahyudi, Rabu (26/6/2019), mengatakan, perkembangan narkotika baru atau new psychoactives (NPS) semakin sulit terdeteksi.
”Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNODC (Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan) dalam Word Drug Reports 2018, sejak 2009 hingga 2018 telah terdeteksi sebanyak 803 jenis narkotika baru atau new psychoactives yang beredar di dunia. Ini sesuai laporan dari 111 negara,” kata Wahyudi.
Wahyudi mengatakan hal itu ketika membacakan sambutan Kepala BNN Pusat pada dialog Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Momen tersebut juga bertepatan dengan peringatan Hari Antinarkotika Internasional di Kupang,
Dari 803 jenis NPS itu, 74 jenis sudah beredar di Indonesia. Ada 65 jenis yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50/2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, sedangkan sembilan jenis belum diatur. Perkembangan NPS ini menciptakan celah bagi kejahatan karena banyak narkotika belum diatur oleh hukum.
Menghadapi kondisi ancaman ini, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang rencana aksi nasional P4GN, dan prekursor narkotika tahun 2018-2019. Inpres tersebut mengamanatkan, semua kementerian, lembaga, dan pemda wajib menjalankan kegiatan perang melawan narkotika.
Kegiatan itu antara lain sosialisasi bahaya narkotika dan prekursor narkotika kepada PNS, anggota TNI/Polri, serta pembentukan regulasi tentang P4GN di semua kementerian dan pemda. Selain itu juga melaksanakan tes urine kepada PNS dan calon PNS serta pembentukan relawan antinarkotika.
Pencanangan desa bersih narkotika sebagai program prioritas, yang dirumuskan dalam RPJMDes dan RKPDes, dengan membentuk relawan antinarkoba dan agen pemulihan dari unsur masyarakat (kelompok). Sinergi dengan lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan terkait pelaksanaan rehabilitasi narkotika, melalui kerja sama dengan Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Survei dan pengungkapan
BNN Pusat bekerja sama dengan pusat penelitian kemasyarakatan dan kebudayaan LIPI melakukan survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di 13 provinsi tahun 2018. Hasilnya, dari total jumlah pelajar/mahasiswa sebanyak 15.440.000 orang, angka prevalensi penggunaan narkoba dalam setahun sebesar 3,2 persen atau setara 2.297 orang.
Pada kelompok pekerja, jumlah pengguna narkoba sebesar 2,1 persen atau setara 1.514.037 orang. Angka diperoleh dari total jumlah pekerja formal sebanyak 74.030.000 orang.
Penggunaan teknologi internet untuk perdagangan dan peredaran narkoba pun terus meningkat, baik dari nilai transaksi maupun nilai yang diperdagangkan. Selain itu, munculnya jenis-jenis narkotika baru turut menghambat upaya pemberantasan narkoba.
Penggunaan teknologi internet untuk perdagangan dan peredaran narkoba pun terus meningkat, baik dari nilai transaksi maupun nilai yang diperdagangkan.
Wahyudi menyebutkan, periode Januari-Desember 2018 terungkap 46.279 kasus narkotika dan 42 kasus tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari kejahatan narkotika. Telah diamankan 59.533 tersangka serta 42 tersangka pencucian uang. Barang bukti yang diungkap terkait kejahatan narkoba berupa 48,23 ton sabu, 41,27 ton ganja, 2.314,29 ekstasi kilogram.
Tahun 2018, BNN mengungkap kasus kejahatan pencucian uang terkait narkotika, dengan barang bukti berupa kendaraan bermotor, properti, tanah, perhiasan, uang tunai, dan uang dalam rekening dengan total Rp 171,239 miliar. Aset-aset ini akan dimanfaatkan untuk mendukung kinerja aparat dalam mengatasi narkotika.
Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Polda NTT Komisaris Besar Cornelis Simanjuntak mengatakan, periode 2018 hingga Mei 2019, Polda NTT mengungkap 39 kasus penyalahgunaan narkotika dan bahan berbahaya lain. Dari jumlah itu, 11 kasus menimpa kaum milenial.
”Para pelaku termasuk anggota DPRD, pejabat, pengusaha, TNI dan Polri, serta ibu rumah tangga,” ucap Simanjuntak.
Ancaman terhadap generasi muda NTT sangat serius. Mereka rentan dipengaruhi. Kaum muda bisa menjadi pengedar dengan iming-iming keuntungan besar, terutama di kalangan generasi muda dengan kehidupan ekonomi keluarga masuk kategori miskin. Kemiskinan di NTT termasuk tiga besar dari bawa untuk 33 provinsi di Indonesia.
Kelompok pemakai dari generasi milenial biasanya berasal dari keluarga mampu. Kepada pemakai pemula, bandar memberikan narkoba secara cuma-cuma. Setelah pengguna merasa ketagihan, narkoba dijual dengan harga tinggi.
Tiga pintu
Tiga pintu masuk narkoba ke NTT ialah dari Makassar lewat jalur laut. Pada sejumlah kasus narkoba yang ditemukan di Flores dan Lembata, setelah pelaku ditangkap, mereka mengaku mendapatkan bahan berbahaya tersebut dari Makassar.
Narkoba juga masuk melalui Surabaya dan Nusa Tenggara Barat, khususnya Bima. Peredaran narkoba menuju Labuan Bajo, Flores, kemudian berlanjut ke delapan kabupaten lain di Flores. Jarak Bima-Labuan Bajo ditempuh lewat laut selama delapan jam perjalanan.
Jalur ketiga melalui Filipina, Thailand, Timor Leste, kemudian masuk Indonesia melalui NTT. Pada kasus pengungkapan 4.000 butir pil ekstasi dan 200 kilogram sabu awal tahun 2017 di perbatasan Motaain-Batugade, Timor Leste sebagai bukti bahwa jalur itu sedang diincar gembong narkoba.
Dari kasus-kasus yang diungkap polisi, narkoba merupakan jenis sabu yang paling digemari kaum milenial NTT. Pengguna biasanya berbelanja Rp 1,5 juta-Rp 5 juta per pekan. Narkoba ini sebagai perangsang bagi mereka agar tetap merasa senang, tidak terbebani, dan pada akhirnya tidak memiliki cita-cita masa depan.
Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah NTT H Jamal Achmat mengatakan, kasus narkoba ibarat gunung es. Meski terungkap 39 kasus, jumlah tersebut baru di permukaan saja. Kasus yang belum atau tidak terungkap jauh lebih banyak.
Kasus narkoba ibarat gunung es. Meski terungkap 39 kasus, jumlah tersebut baru di permukaan saja.
”Pemprov, melalui Instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2018, dengan tegas memberantas narkoba di lingkungan pemprov dengan mewajibkan semua PNS memeriksa urine guna mendeteksi penggunaan narkoba. Gubernur juga mendorong para bupati dan wali kota se-NTT untuk mengalokasikan anggaran guna mencegah dan memberantas narkoba di lingkungan masing-masing,” tutur Jamal.
Hal yang terpenting adalah adanya Perda Antinarkoba di NTT. Perda ini sudah diinisiasi DPRD, dalam waktu dekat Perda Narkoba segera disahkan.
Pemprov juga sedang menggagas muatan lokal di sekolah-sekolah untuk memberantas narkoba. Siswa perlu memahami bahaya narkoba secara detail sehingga tidak mudah terjerumus menggunakan atau mengonsumsi narkoba.
BNN Pusat telah merehabilitasi 1.725 penyalah guna narkotika dan membantu mengentaskan pengguna narkoba di lembaga rehabilitasi komponen masyarakat sebanyak 3.134 orang, Kementerian Sosial sebanyak 16.727 orang, dan memberikan layanan pascarehabilitasi kepada 7.829 bekas penyalah guna. Sebanyak 1.178 bekas penyalah guna telah mengikuti program lanjutan di rumah dampingan, dengan rincian Kementerian Kesehatan sebanyak 1.710 orang dan kepolisian sebanyak 1.196 orang.
BNN juga membangun pusat unit deteksi K-9 sebagai pusat pelatihan dan pengembangan. K-9 untuk mengungkap kejahatan narkotika. Dibangun juga pengembangan balai besar rehabilitasi serta pembinaan sumber daya manusia.
Baca juga: Tinggi, Prevalensi Penyalah Guna Narkoba di Sumatera Utara