Perpustakaan Dituntut Beradaptasi dan Bertransformasi Digital
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Seorang pengunjung membaca informasi seputar sejarah Indonesia pada seminar bertajuk âIndonesia Heritage and Library Collectionsâ di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
JAKARTA, KOMPAS â Di era digital, perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan dituntut beradaptasi dengan perubahan zaman. Dengan teknologi digital, masyarakat dapat mengakses dan memanfaatkan perpustakaan lebih optimal.
Hal ini disampaikan dalam seminar bertajuk âIndonesia Heritage and Library Collectionsâ di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Seminar ini diadakan sebagai salah satu acara dalam perayaan 50 tahun eksistensi Instituut voor Taal-. Land-, en Volkenkunde (KITLV) Universitas Leiden, Belanda, di Indonesia.
Hadir dalam acara tersebut Rector Magnificus and President Leiden University, Belanda, Carel JJM; Director of Leiden University Libraries and Leiden University Press, Kurt De Belder; Head of Research KITLV, Henk Schulte Nordholt; dan Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Mego Pinandito.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Seminar bertajuk âIndonesia Heritage and Library Collectionsâ dilaksanakan di LIPI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Mego mengatakan, dengan adanya perkembangan teknologi, peran perpustakaan masa kini bukan sekadar merawat dan mempertahankan koleksi. Salah satu tantangan yang dihadapi perpustakaan adalah akses kepada masyarakat.
âSelain dituntut mampu menjaga dan mempertahankan koleksi, publik juga harus bisa mengakses dan memanfaatkan koleksi-koleksi bernilai sejarah,â katanya.
Perkembangan teknologi, peran perpustakaan masa kini bukan sekadar merawat dan mempertahankan koleksi. Salah satu tantangan yang dihadapi perpustakaan adalah akses kepada masyarakat.
Menurut Mego, LIPI telah menyediakan akses informasi bagi publik dengan mekanisme digitalisasi. Masyarakat dapat mengakses informasi yang dibutuhkan dan mengunduh arsip digitalnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Mego Pinandito, di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Keterbukaan informasi bernilai sejarah bagi publik ia nilai penting. Sebab, pengetahuan yang dipreservasi dalam perpustakaan akan digunakan pada masa depan, baik sebagai basis perencanaan, analisis, pengembangan, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan.
Masa lalu Indonesia
Fotografer Kompas, Arbain Rambey, dalam tulisannya di rubrik Klinik Fotografi, Tips & Catatan berjudul âFoto Masa Lalu Indonesia di KITLVâ, menyatakan, dokumentasi foto yang sangat lengkap tentang Indonesia dari abad ke-19 sampai awal abad ke-20 ada di dokumentasi digital Universitas Leiden seksi KITLV.
Foto istri Panglima Polim yang sering disebut sebagai Cut Nyak Dien dalam beberapa publikasi di Indonesia.
Arbain menuliskan, melalui koleksi digital KITLV, kita akhirnya bisa melihat wajah asli pahlawan nasional Cut Nyak Dien yang berbeda dengan sketsa-sketsa di beberapa buku sejarah anak sekolah. Bahkan, dari laman itu kita mendapatkan wajah seorang wanita yang sering disebut sebagai wajah asli Cut Nyak Dien, padahal dia sesungguhnya adalah istri pahlawan asal Aceh lain, Panglima Polim.
Pemerintah Indonesia diharapkan membeli berbagai koleksi itu untuk dijadikan sebuah buku sejarah yang bisa diakses semua warga.
Pada akhir tulisannya itu, Arbain berharap Pemerintah Indonesia membeli berbagai koleksi itu untuk dijadikan sebuah buku sejarah yang bisa diakses semua warga. Dokumentasi visual itu adalah dokumentasi sangat berharga dan lebih memberikan data asli yang bisa memancing data selanjutnya (Kompas, 25 Juni 2019).
UNIVERSITAS LEIDEN/KITLV
Halaman depan dokumentasi digital Universitas Leiden seksi KITLV menyebutkan koleksi mereka yang mengutamakan Asia Tenggara dan Karibia.