Berawal dari sekitar 30 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) setelah kelas usai, sering berkumpul setiap hari di daerah Cinere, Tangerang Selatan tahun 2017. Mereka dari sekolah dan jurusan berbeda tetapi punya kesamaan daerah tempat tinggal mereka yakni seputaran Pamulang dan Ciputat, Tangerang Selatan. Mereka melepas kejenuhan dengan bercanda, bergurau, saling bercerita aneka kejadian aneh di sekolah, hingga obrolan yang tidak penting dibahas.
Sering berkumpul, siswa paling senior yakni Kay Pasa dan Afriyadi Chaniago mencetuskan ide untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain pada malam Tahun Baru 2017. Kay yang senang menjadi berbisnis secara daring ingin juga membantu masyarakat kecil di wilayah Pamulang.
Ide tersebut menarik minat teman-temannya dan mereka merespons dengan melontarkan berbagai ide terkait ide awal. Saat itu pula mereka memutuskan untuk menamakan Komunitas Pemuda Balai Bambu. Tidak ada arti filosofis soal penamaan itu. Nama itu diambil karena tempat nongkrong mereka memiliki balai bambu untuk bersantai dan dekat dengan pohon bambu. Mereka sering menyingkat nama komunitas itu dengan kata Balbam saja.
Rawa Limbah
Usulan pertama adalah berkunjung ke kampung Rawa Limbah di Ciputat. Daerah ini kampung yang banyak dihuni para pemulung. Bahkan, umumnya kepala keluarga di sana bekerja sebagai pemulung. Mereka sering mengumpulkan botol bekas, besi tua, dan kardus.
Dalam kunjungan itu mereka juga membawa program penyuluhan tentang gizi, pemeriksaan darah gratis, serta pemberian makanan secara prasmanan gratis. Mereka juga mengajak ibunda Kay yang berprofesi dokter, dokter Amalia dan Komunitas Berbagi Nasi Tangsel.
Para pemulung yang sehari-hari tak menaruh perhatian terhadap gizi dan terpaksa memilih makan asal kenyang, menanggapi positif kegiatan itu. Mereka tak takut bertanya banyak hal termasuk soal kesehatan diri mereka. Mereka tentu saja senang mendapat makanan gratis dan bergizi plus konsultasi kesehatan tanpa membayar.
Sejak didirikan pada 1 Januari 2017, saat ini anggota Balbam mencapai 43 orang. Mereka umumnya mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Universitas Brawijaya Malang, Univeritas Pembangunan Jaya Bintaro, dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Namun, ada pula yang telah selesai kuliah, bekerja sebagai karyawan, dan menjadi wirausahawan. Untuk menjadi anggota tiada persyaratan khusus asal ada kemauan dan mau berpartisipasi ke lapangan. Anggota juga tidak perlu membayar iuran, tetapi mau menyumbang tiap kali ada kegiatan.
Sumbangan itu tidak tentu jumlahnya, sesuai kebutuhan kegiatan. Jadi, anggota boleh menyumbang sejumlah uang, pakaian layak pakai, sembako, atau paket nasi lengkap. Mereka juga mengajak donatur dan warganet terlibat. Biasanya, mereka menginformasikan melalui akun media sosial periode pengumpulan donasi dan acara. Malah tak jarang tiba-tiba ada donatur dadakan seperti para pemilik warung yang senang hati memberikan bantuan berupa beberapa kardus mi instan.
"Komunitas ini untuk bakti sosial, tetapi bukan hanya untuk daerah atau dalam waktu tertentu saja. Jika ada daerah terkena bencana alam atau mengalami kesulitan ekonomi, kami langsung terjun membantu," kata Afriyadi.
Komunitas itu tetap berjalan walau tidak rutin berkumpul. Hal itu karena banyak anggotanya yang kuliah atau bekerja di luar kota dan di luar negeri. Alhasil, kini kegiatan bakti sosial agak tersendat dan baru akan sibuk lagi kala anggotanya kembali berkumpul di daerah Pamulang dan sekitarnya saat libur sekolah.
Kegiatan rutin komunitas ini adalah pembagian sembako berupa beras di wilayah Rawa Limbah, Ciputat. Setiap keluarga mendapat satu liter beras organik. Tujuannya, agar penduduk di daerah itu dapat merasakan beras sehat yang baik bagi kesehatan mereka. Tentu saja mereka mengajarkan pula cara memasak beras organik yang memerlukan air lebih sedikit ketimbang beras biasa.
Saat pembagian beras, anggota komunitas menggelar pula kegiatan lain untuk anak-anak kecil di situ mulai dari seperti games, bermain sepak bola bersama, dan sedikit pertanyaan mengenai pelajaran di sekolah. Anak-anak itu sangat antusias mengikuti aktivitas itu ditandai dengan berebut menjawab aneka pertanyaan dan aktif berpartisipasi dalam berbagai permainan.
"Saya sangat bersyukur dapat ikut kegiatan di Rawa Limbah dan mengetahui kondisi kehidupan penduduk di sana sesungguhnya. Padahal, setiap hari saya lewat daerah itu, tetapi sebelumnya tak peduli sama sekali. Alhamdulillah bisa memberi dan berbagi walau baru sedikit. Pertemuan dengan mereka juga membuat saya mendapat banyak pelajaran dan selalu bersyukur karena hidup saya terbilang beruntung," kata Farhan Rahadian, mahasiswa jurusan Informatika, Fakultas Teknologi dan Desain, Universitas Pembangunan Jaya Bintaro, Rabu (19/3/2019).
Sementara Nisrina Alifah, mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Tarbiyah, UIN Syarief Hidayatullah Jakarta menyukai kegiatan itu karena dapat mengetahui langsung kehidupan anak-anak di sana. "Senang bisa membantu walau hanya sedikit. Kegiatan itu membuat saya makin bersyukur karena tidak harus menjalani kehidupan sekeras mereka," ujar Nisrina. (TIA/*)