Soal Defisit Migas, Mantan Menteri ESDM Minta Perhitungkan Investasi
Indonesia tengah mengalami defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi. Defisit ini sebenarnya dapat dikompensasi dari investasi di sektor minyak dan gas bumi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tengah mengalami defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi. Defisit ini sebenarnya dapat dikompensasi dari investasi di sektor minyak dan gas bumi.
”Defisit neraca migas (minyak dan gas bumi) itu hanya menggunakan perspektif pada ekspor migas dikurangi impor migas. Padahal, kalau dilihat investasi pada sektor migas, defisit tersebut terkompensasi pada neraca pembayaran,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2000-2009 sekaligus pendiri Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Purnomo Yusgiantoro, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (22/6/2019).
Badan Pusat Statistik mencatat, sepanjang Januari-April 2019, Indonesia mengalami defisit neraca migas sebesar 2,76 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 38,96 triliun berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI).
Adapun komponen pembentuk defisit neraca migas sepanjang Januari-April 2019 terdiri atas ekspor sebesar 4,22 miliar dollar AS. Impor migas pada periode itu mencapai 6,99 miliar dollar AS.
Sepanjang 2018, defisit neraca migas mencapai 12,4 miliar dollar AS. Angka tersebut membengkak jika dibandingkan dengan defisit neraca migas sepanjang 2017 yang berkisar 8,57 miliar dollar AS.
Menurut Purnomo, defisit neraca migas terjadi karena pada 2010 konsumsi migas melampaui produksi dalam negeri. Hal itu menyebabkan impor migas meningkat.
Defisit neraca migas terjadi karena pada 2010 konsumsi migas melampaui produksi dalam negeri. Hal itu menyebabkan impor migas meningkat.
Di sisi lain, berdasarkan data yang dihimpun PYC, investasi di sektor migas sepanjang 2018 mencapai 12,5 miliar dollar AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan investasi sepanjang 2017 yang berkisar 11 miliar dollar AS.
”Investasi migas itu bisa menjadi salah satu komponen dalam perhitungan neraca pembayaran,” ujarnya.
BI menyebutkan, neraca pembayaran Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit sebesar 7,13 miliar dollar AS. Kemudian, pada triwulan I-2019, neraca pembayaran surplus 2,4 miliar dollar AS. Neraca pembayaran pada triwulan I-2019 itu lebih baik dibandingkan dengan triwulan I-2018 yang mengalami defisit 3,9 miliar dollar AS.
Dari sudut pandang ekonomi, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, berpendapat, defisit neraca migas tidak boleh hanya dimaknai sekadar nilai ekspor dikurangi impor.
”Defisit neraca migas juga menandakan, produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi domestik,” ucapnya.
Rusli menyebutkan, produksi minyak rata-rata saat ini berkisar 700.000 barel per hari. Namun, konsumsi rata-ratanya berkisar 1,5 juta-1,6 juta barel per hari.
”Untuk meningkatkan angka produksi tersebut, Indonesia membutuhkan investasi untuk eksplorasi. Selain itu, peningkatan pemanfaatan dan produksi biodiesel dinilai dapat menyubstitusi impor minyak,” lanjutnya.