Tradisi dan nama besar bukan lagi jaminan kesuksesan di Copa America 2019. Tuan rumah Brasil misalnya, dirongrong keraguan menjelang laga terakhir penyisihan grup kontra Peru, Minggu dini hari WIB.
SAO PAULO, JUMAT – Timnas sepak bola Brasil seperti musuh bagi pendukung mereka sendiri. “Selecao”, julukan timnas Brasil, selalu dihujani sorakan dan cibiran dari fans mereka di dua laga terakhir penyisihan grup A Copa America 2019. Meskipun berstatus tuan rumah, posisi mereka tidak lebih baik dari tamunya, Peru.
Brasil akan menghadapi Peru di Arena Corinthians, Sao Paulo, Minggu (23/6/2019) pukul 02.00 WIB. Duel keduanya di laga terakhir penyisihan grup itu sangatlah krusial dalam menentukan kelolosan ke perempat final. Saat ini, Brasil dan Peru berada dalam posisi sejajar di puncak grup A Copa America. Keduanya mengemas empat poin dari dua laga.
Situasi ini identik dengan tiga tahun silam, yaitu saat digelarnya Copa America 2016 alias Centenario di Amerika Serikat. Selecao bertemu dengan Peru di laga terakhir penyisihan grup B. Ketika itu, Brasil masih dibela Neymar Jr. Mereka memuncaki grup B, bersama Peru. Namun, laga selanjutnya itu berubah menjadi petaka yang tidak pernah dikira.
Di luar dugaan, Selecao kalah 0-1 dari Peru, tim semenjana saat itu. Brasil pun kandas dini di penyisihan grup. Neymar dan kawan-kawan lantas dihujani kemarahan publik mereka ketika pulang ke Brasil. Carlos Dunga, pelatih Brasil saat itu, lantas kehilangan pekerjaannya sejak mengambil alih dari Luiz Felipe Scolari pasca-kegagalan di Piala Dunia Brasil 2014.
Kekalahan dari Peru saat itu berujung pergantian rezim pelatih di Selecao. Tite, yang kurang tersohor saat itu, ditunjuk sebagai pengganti Dunga. Di awal kepemimpinannya, Tite sempat membuat pendukung Brasil kembali bergairah dan sejenak melupakan kenangan pahit serta kegagalan di Piala Dunia 2014 maupun Copa America 2016.
Pelatih yang lebih sering menangani tim-tim lokal di Brasil seperti Corinthians dan Palmeiras itu menghidupkan kembali joga bonito alias permainan indah Selecao yang sempat menghilang di tangan sosok pragmatis seperti Dunga. Brasil menang beruntun di sembilan laga awal bersama Tite. Tim-tim raksasa Amerika Selatan seperti Kolombia, Argentina, dan Urugay, bahkan menjadi bulan-bulanan mereka.
Brasil pun sangat perkasa dan menjadi tim pertama sejagat yang lolos ke babak utama Piala Dunia Rusia 2018 lewat kualifikasi. Tim yang diperkuat talenta hebat seperti Neymar, Alisson Becker, Philippe Coutinho, Marcelo, dan Gabriel Jesus, itu pun dilabeli favorit juara di Rusia. Tim yang atraktif itu sempat tampil dominan, sebelum akhirnya dihentikan Belgia di perempat final.
Kekalahan itu membuat Tite menjadi seorang traumatis. Dia lantas mengamputasi permainan sayap ofensif yang dianggapnya menjadi biang kerok kekalahan dari Belgia. Sejak itu, Brasil tampil lebih berhati-hati, tidak lagi semenawan dulu. Pemain bertipe defensif lebih mewarnai timnya saat ini. Bulan madu Selecao dengan para penggemarnya pun berakhir.
Tak heran, Selecao disoraki pendukungnya sendiri ketika gagal membuat satu pun gol di babak pertama kontra Bolivia, pekan lalu. Mereka lagi-lagi dicemooh ketika tidak mampu membongkar pertahanan Venezuela, Rabu lalu. Dalam situasi terdesak, Tite menarik keluar Fernandinho dan menggantinya dengan gelandang bertahan lainnya, Casemiro, di menit ke-57.
Padahal, saat itu, ia butuh lebih banyak pemain ofensif. “Apa...?” ujar Galvao Bueno, komentator TV Globo, mempertanyakan pergantian pemain oleh Tite yang dianggapnya lebih memilih bermain aman dan mencegah kekalahan, ketimbang mengejar gol kemenangan.
Peru, pada laga dini hari nanti, bakal menjadi ujian berat Brasil lainnya dalam upaya menghilangkan keraguan dari publik. Tim Peru saat ini lebih berpengalaman dan percaya diri ketimbang saat mengalahkan Brasil di AS, tiga tahun lalu. Tim ini dipersenjatai para pemain seperti Jose Guerrero dan Renao Tapia yang meloloskan mereka ke Piala Dunia 2018 untuk kali pertama sejak 1982.
Pekerjaan rumah Uruguay
Brasil harus lebih efektif dan kejam dalam mengeksekusi peluang gol. Jika perlu, tim itu harus kembali ke joga bonita, pakem ofensif yang melambungkan mereka ke Piala Dunia Rusia. “Tidak ada alasan (bermain buruk). Kami harus kerja keras di laga berikutnya (kontra Peru),” ujar Coutinho, gelandang Brasil yang telah membuat dua gol di Copa America 2019 sejauh ini.
Melawan keraguan juga perlu ditunjukkan Uruguay, pengoleksi terbanyak trofi Copa America dengan 15 gelar. Perempat finalis Piala Dunia Rusia itu masih memiliki pekerjaan rumah untuk membenahi pertahanannya seusai ditahan imbang pasukan muda Jepang 2-2 di grup C, Jumat pagi. Luis Suarez dan kawan-kawan akan menghadapi laga penentuan lolos ke perempat final kontra juara bertahan, Chile, Selasa (25/6) pagi WIB. (AP)