Atasi Kemarau, Jasa Tirta Mulai Buka Dua Bendungan
Perum Jasa Tirta I membuka dua bendungan untuk mengatasi kebutuhan air pada awal musim kemarau tahun ini. Dua bendungan tersebut adalah Bendungan Sutami di Kabupaten Malang serta Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Perum Jasa Tirta I membuka dua bendungan untuk mengatasi kebutuhan air pada awal musim kemarau tahun ini. Dua bendungan tersebut adalah Bendungan Sutami di Kabupaten Malang serta Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung, keduanya di Jawa Timur.
Pembukaan dua bendungan tersebut mulai dilakukan pada Jumat (21/6/2019). ”Kamis malam kami mendapat keluhan muka air untuk irigasi turun. Jumat pagi ini mulai dilakukan inisiasi dengan menambah pasokan air untuk Surabaya dengan melepas air dari Waduk Sutami dan Wonorejo,” kata Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan di Malang.
Kamis malam kami mendapat keluhan muka air untuk irigasi turun. Jumat pagi ini, mulai dilakukan inisiasi dengan menambah pasokan air untuk Surabaya dengan melepas air dari Waduk Sutami dan Wonorejo.
Raymond menjelaskan bahwa besar air dilepaskan adalah 4-5 meter kubik per detik. ”Tujuannya adalah untuk menjamin air yang masuk ke Sungai Brantas sampai ke hilir bisa mengamankan PDAM Kota Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya. Inisiasi pelepasan air itu mulai hari ini,” katanya.
Meski penambahan debit air dilakukan pada awal kemarau ini, bisa jadi air sampai ke hilir tidak otomatis naik sebab di tengah jalan air dimungkinkan hilang.
”Semoga air tidak hilang di jalan karena penguapan tinggi, sementara tidak ada air hujan tambahan. Kalau hilang di jalan, air akan kami tambah lagi. Kalau itu masih kurang, ya, sudah. Mau tidak mau ada sektor yang harus dikorbankan. Misalnya irigasi mengalah. Jika biasanya mengambil 15 meter kubik per detik, maka menjadi 10-12 meter per detik. Ini agar airnya bisa digunakan untuk air minum,” kata Raymond.
Luas lahan irigasi di wilayah Sungai Brantas, menurut Raymond, sebesar 200.000 hektar. Namun, dari luas tersebut, sebanyak 53.000 hektar mengambil air langsung dari sistem bendungan (waduk), sebanyak 80.000 hektar masuk dalam sistem atau pola pemberian air yang dikelola Perum Jasa Tirta I, dan sisanya dimungkinkan merupakan lahan irigasi menggunakan sistem tadah hujan dan dari sungai lain.
Perum Jasa Tirta I mengelola delapan bendungan besar di Tanah Air. Sebanyak tujuh bendungan di wilayah Sungai Brantas dan satu bendungan di wilayah Sungai Bengawan Solo. Delapan bendungan tersebut adalah Bendungan Sengguruh, Bendungan Sutami, Bendungan Lahor, Bendungan Wlingi, Bendungan Selorejo, Bendungan Wonorejo, Bendungan Bening, dan Bendungan Wonogiri.
Adapun untuk memenuhi kebutuhan air selama lima bulan ke depan tersedia 354 juta meter kubik tampungan air di wilayah Sungai Brantas dan 348 juta meter kubik air di wilayah Sungai Bengawan Solo.
Kering
Berdasarkan siaran pers dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda disebutkan bahwa pada saat ini sebagian besar wilayah Jawa Timur telah memasuki musim kemarau. Pada saat musim kemarau berembus angin Muson Timur-Tenggara, di mana membawa massa udara dari Benua Australia yang bersifat dingin dan kering.
Dalam keterangan yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian (Plh) Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya Rofiq Isa Mansur, disebutkan bahwa secara umum kondisi cuaca di wilayah Jawa Timur bersifat panas dan kering pada siang hari serta bersifat dingin pada malam hingga pagi hari. Beberapa masyarakat menyebut kondisi ini dengan istilah ”bediding”.
Suhu dingin saat musim kemarau, menurut Rofiq, terjadi karena saat musim kemarau langit cerah atau tidak ada tutupan awan. Radiasi sinar matahari yang diterima oleh bumi akan dipancarkan kembali keluar angkasa pada malam hari. ”Oleh karena tidak adanya tutupan awan, energi tersebut akan diteruskan secara besar-besaran keluar angkasa yang berakibat suhu bumi menjadi dingin. Kondisi ini normal terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Pada musim kemarau ini, menurut Rofiq, juga perlu ada kewaspadaan terhadap potensi peningkatan kecepatan angin di wilayah Jawa Timur. Itu terjadi sebagai akibat adanya daerah tekanan rendah di Samudra Pasifik bagian barat dan daerah tekanan tinggi di Benua Australia. ”Seiring dengan hal tersebut, perlu diwaspadai juga adanya potensi peningkatan tinggi gelombang laut di perairan Jawa Timur. Pada saat musim kemarau juga terdapat angin berembus dengan kencang dan bersifat lokal di daerah Pasuruan dan Probolinggo yang biasanya disebut angin Gending,” katanya.