SALVADOR, KAMIS – Copa America 2019 di Brasil menjadi panggung Alexis Sanchez, bintang timnas Chile, untuk menghidupkan kembali reputasi lamanya, yaitu sebagai “si anak ajaib”. Pemain yang terkucilkan di klub Manchester United itu ingin melanjutkan penampilan positifnya di Brasil saat Chile menghadapi Ekuador, Sabtu (22/6/2019) pukul 06.00 WIB.
Di MU, Sanchez boleh saja dipandang sebelah mata dan digusur barisan pemain muda seperti Anthony Martial dan Marcus Rashford. Sanchez hanya bermain sembilan kali sebagai pemain mula dan sekali mencetak gol sepanjang musim 2018-2019. Bekas pemain Barcelona itu sungguh tenggelam dalam gemerlapnya Liga Inggris.
Namun, di Copa America 2019, situasinya berkebalikan. Fans Chile yang berduyun-duyun datang ke Stadion Morumbi, Sao Paulo, menghujaninya tepuk tangan pada laga kontra Jepang, Selasa lalu. Laga yang berakhir 4-0 untuk kemenangan Cile itu mengingatkan publik kenapa Sanchez, yang kini menginjak 30 tahun, pernah dijuluki “El Nino Maravilla” alias “Si Bocah Ajaib”
Sanchez menjadi ancaman konstan pertahanan Jepang, tim yang terkenal disiplin, di babak kedua duel itu. Ia beberapa kali menggocek bek-bek Jepang serta mencetak satu gol berikut satu asis menawan di laga itu. Penyerang sayap yang kerap dibekap cedera itu seolah terlahir kembali setelah sempat lima bulan berpuasa gol.
Di Chile, Sanchez dipuja-puja bak Diego Maradona di Argentina. Sanchez merupakan legenda aktif, yaitu pencetak gol terbanyak sepanjang masa Chile dengan koleksi 42 gol dari 125 laga. Ia berjasa membawa “La Roja”, julukan timnas Chile, menjuarai dua Copa America beruntun, yaitu pada 2015 dan 2016 silam. Dua trofi itu mewakili puncak karirnya di timnas.
Ibarat roda kehidupan, Sanchez menjalani era terburuk di karirnya seusai membawa Cile ke era keemasannya, setengah windu lalu. Ia gagal mengantarkan La Roja lolos ke Piala Dunia Rusia, 2018 silam. Penampilan buruknya itu merembet di level klub bersama MU dua musim terakhir. Kini, ia mencoba bangkit bersama La Roja di Copa America, turnamen yang sangat dikenalnya.
Kembalinya tajamnya Sanchez dan sejumlah pemain lainnya seperti Eduardo Vargas membuat Chile tidak bisa diabaikan dalam persaingan juara di Copa America edisi ke-46 ini. Arturo Vidal, gelandang Cile, bahkan sesumbar berkata, timnya patut ditakuti tim-tim lawan. Ia berkata, La Roja akan menunjukkan wajah sesungguhnya dan mengejar tiga trofi beruntun di Copa America, hal yang terakhir hanya bisa dilakukan Argentina di era Perang Dunia Kedua.
Selalu lolos
Pada laga selanjutnya, Chile akan menghadapi Ekuador di Salvador, Sabtu pagi. Jika kembali menang, Chile dipastikan lolos ke babak gugur atau perempat final. Mereka minimal selalu lolos ke delapan besar turnamen itu sejak edisi 2007 silam. Meskipun demikian, target minimal Chile itu tidak akan terwujud mudah. Ekuador bakal mati-matian menghadangnya.
Ekuador butuh kemenangan guna menjaga kans lolos dari penyisihan grup C itu. Pada laga sebelumnya, mereka digilas 0-4 oleh Uruguay. Menurut Adam Brandon, pengamat sepak bola Amerika Selatan, Ekuador punya kans merepotkan Chile, tim yang pertahanannya mulai lapuk setelah ditinggalkan Claudio Bravo dan menuanya barisan bek mereka.
Di sisi lain, Ekuador bukanlah Jepang, tim yang bereksperimen dengan para pemain muda. Ekuador memiliki sejumlah penyerang berpengalaman seperti Enner Valencia, striker yang pernah berkarir di Liga Inggris. “Ekuador kerap memberikan masalah ke Chile dengan kecepatan dan tipu daya mereka. Tim Chile saat ini memiliki lubang di belakang dan tengah yang bisa terekspos saat menghadapi tim-tim besar,” tulis Brandon di World Football Index.
Laga kontra Ekuador merupakan pemanasan terakhir Chile jelang duel sengit kontra Uruguay, Selasa mendatang. Laga terakhir di penyisihan grup C itu merupakan pembuktian kapasitas kedua tim itu sebagai barisan unggulan di Copa America 2019. Chile dan Uruguay kini berbagi di puncak grup C dengan statistik identik, yaitu tiga poin, empat gol, dan belum pernah kebobolan.(Reuters/JON)