Kenduri 1.000 Tumpeng Warnai Haul Ke-49 Bung Karno
Eka Susana (35) duduk bersila bersama suaminya, Yunani (40), dan anaknya, Danisa Fahmasania (6). Bernaung di bawah tenda panjang, ketiganya duduk lesehan dengan alas karpet merah yang menghampar di Jalan Ir Soekarno, Kota Blitar, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019) malam.
Eka Susana (35) duduk bersila bersama suaminya, Yunani (40), dan anaknya, Danisa Fahmasania (6). Bernaung di bawah tenda panjang, ketiganya duduk lesehan dengan alas karpet merah yang menghampar di Jalan Ir Soekarno, Kota Blitar, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019) malam.
Meski cuaca dingin dan berangin, warga Kelurahan Sentul, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar itu, sabar menunggu acara Kenduri 1.000 Tumpeng dalam rangka haul ke-49 Bung Karno dimulai. Di hadapannya tersaji satu tumpeng yang dibawanya dari rumah.
Lokasi kenduri peris berada di sisi luar Kompleks Makam Bung Karno, di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan. ”Saya datang sehabis maghrib. Tumpeng ini saya buat sendiri tadi siang. Tidak butuh biaya banyak, sekitar Rp 200.000 sudah jadi,” ucapnya.
Ibu muda ini mengaku tidak ingat lagi sudah berapa kali datang ke haul Bung Karno yang berjarak 1 kilometer dari rumah. Baginya, Bung Karno merupakan sosok pahlawan yang punya jasa besar terhadap Indonesia.
Bung Karno menjadi pemimpin yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. ”Perjuangan Bung Karno perlu dicontoh oleh semua anak bangsa,” katanya.
Keluarga Eka tidak sendirian. Di tempat itu ada ribuan warga Blitar dan daerah lain di Indonesia yang ikut menghadiri haul. Mereka berasal dari komunitas pelaku usaha, rukun tetangga, pemerintah desa, kecamatan, hingga satuan kerja perangkat daerah, dan pencinta Bung Karno.
Sambil membawa tumpeng sendiri-sendiri, mereka menempati tenda-tenda yang dipasang berjajar di tepi jalan sepanjang sekitar 2 kilometer di Kota Blitar sejak pukul 17.00. Tenda didirikan berjajar, mulai dari depan Istana Gebang, di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Sananwetan, hingga kompleks makam Sang Proklamator.
Pelaksana Tugas Wali Kota Blitar Santoso mengatakan, Kenduri 1.000 Tumpeng merupakan agenda rutin yang merakyat. Tumpeng merupakan simbol kebersamaan dan gotong royong. Melalui haul, ia mengajak semua pihak, tanpa memandang latar belakang, bisa memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Santoso menyebutkan sebagaimana dicontohkan oleh Bung Karno. Sejarah perjuangan kemerdekaan telah memberikan pelajaran bahwa bangsa ini yang pernah diadu domba oleh penjajah selama ratusan tahun melalui politik pecah belah.
”Maka di tengah suasana seperti ini, jangan sampai kelompok bangsa diadu dengan bangsa lain untuk kepentingan sempit dan sesaat yang berujung pada munculnya perasaan dendam dan saling tidak percaya,” ujarnya.
Saya datang sehabis maghrib. Tumpeng ini saya buat sendiri tadi siang. Tidak butuh biaya banyak, sekitar Rp 200.000 sudah jadi.
Selain Santoso, hadir pada kesempatan ini, antara lain, Bupati Blitar Rijanto dan jajaran Forum Pimpinan Daerah setempat. Ada juga perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Dari pihak keluarga Bung Karno ada Sukmawati Soekarnoputri yang didampingi anggota DPD asal Bali, Arya Wedakarna.
Menurut Santoso, bangsa kita berbineka. Kita saudara sebangsa dan setanah air. ”Negeri kita sama, bendera kita sama, tanah air dan tumpah darah kita sama. Sehingga jangan sampai mudah diprovokasi dan diadu domba. Karena itu, tepat kiranya haul tahun ini mengangkat tema ’Dengan Haul Bung Karno Ke-49 Kita Wujudkan Semangat Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan Menuju Kota Blitar yang Sejahtera’,” ucapnya.
Momentum mempererat
Selain mendoakan Bung Karno, haul ini hendaknya menjadi momentum untuk mempererat ikatan kebersamaan, memperkuat semangat kebangsaan dan nasionalisme. Indonesia saat ini butuh persatuan sebagaimana dulu dicetuskan oleh pendiri bangsa. Ketika ada panggilan untuk kepentingan bangsa, maka kepentingan pribadi harus ditanggalkan.
Pemikiran Bhinneka Tunggal Ika, menurut Santoso, perlu kita perdalam lagi karena sejalan dengan realitas bahwa tahun ini merupakan tahun politik. Pada tahun politik kita telah melewati tahap pemilu serentak. Dan hal terpenting yang harus dijadikan patokan adalah semangat persatuan dan kesatuan. ”Aspirasi politik boleh berbeda, tapi sejatinya semua warga bangsa yang menjunjung nilai luhur Pancasila,” katanya.
Pada kesempatan ini, Santoso juga terus mengajak semua yang hadir untuk menjunjung Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada alasan untuk saling membenci karena alasan perbedaan.
Perbedaan harus menjadi perekat bangsa, sebagaimana isi pidato Bung Karno dalam pidato 1 Juni, yang antara lain berbunyi ”Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua, bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan,”.
Sementara itu, Sukmawati menyatakan terima kasihnya haul Bung Karno kembali digelar. Ia berharap kegiatan ini terus dilakukan dari generasi ke generasi.
Menurut Sukmawati, rakyat Indonesia tidak boleh melupakan bahwa Indonesia pernah memiliki seorang pemimpin besar yang berjuang dan ikhlas berkorban untuk kemerdekaan dan meningkatkan martabat bangsanya, yaitu Indonesia.
”Harapannya jangan menjadi generasi yang durhaka, kualat, melupakan jasa besar dari pemimpin bangsa indonesia yang telah berhasil mewariskan kemerdekaan kita sebagai bangsa,” ucapnya.
Generasi muda, kata Sukmawati, harus paham bahwa pada masa prakemerdekaan kondisinya tidak seenak sekarang. Pada tahun 1945, kaum intelektual bangsa Indonesia hanya 2 persen dan 98 persen rakyat buta huruf. Pada masa kemerdekaan kita berprogram bahwa pendidikan untuk rakyat Indonesia secara merata terwujud sehingga saat ini 99 persen kaum intelektual.
”Kita jangan lupa mengucapkan terima kasih terhadap perjuangan dalam mengisi kemerdekaan oleh kepeloporan para pemimpin bangsa. Itu catatan pesan ibu (saya),” tutur Sukmawati yang mengakhiri sambutannya dengan membaca puisi.
Kegiatan haul Bung Karno kali ini sebenarnya sudah dimulai sejak Kamis pagi dengan acara Semaan Al Quran oleh ratusan orang di kompleks makam Bung Karno. Setelah itu, dilakukan doa bersama lintas agama. Sekitar pukul 16.00, acara haul diisi dengan pembacaan Yasin dan tahlil di Istana Gebang.
Kita jangan lupa mengucapkan terima kasih terhadap perjuangan dalam mengisi kemerdekaan oleh kepeloporan para pemimpin bangsa. Itu catatan pesan ibu (saya). (Sukmawati Soekarnoputri)
Istana Gebang merupakan rumah yang pernah ditempati keluarga Bung Karno 1917-1919 dan sering disinggahi oleh Sang Proklamator saat ia berkunjung ke Blitar. Rumah dibeli dari warga Belanda pegawai kereta api di Blitar bernama CH Portier.
Kegiatan haul dilakukan dengan ziarah bersama ke makam Bung Karno pada Jumat pagi. Ketua Panitia Haul Bung Karno, Tri Iman Prasetyono, mengatakan, haul menjadi bagian dari rangkaian Bulan Bung Karno yang dilakukan sejak 31 Mei dengan gelaran Gerebek Pancasila. Grebek dilakukan untuk menyambut hari lahir Pancasila 1 Juni.
Kegiatan dilanjutkan lagi pada 14-16 Juni dengan Blitar Kreatif Festival. Selain itu, ada beberapa kegiatan lain, seperti pertunjukan wayang kulit, lomba melukis 1.000 wajah Bung Karno, dialog kebangsaan, seminar, hingga festival kesenian.