Rencana dan Evaluasi, Dua Sejoli yang Tak Pernah Bertemu
Evaluasi adalah bekal untuk menyusun rencana. Tanpa evaluasi, rencana hanya sekadar bayangan, bahkan mungkin main feeling. Namun, kedua sejoli itu terpisah jauh, bahkan di persimpangan jalan pun mereka tak pernah bertemu.
Hasil pemikiran Kepala Biro Hukum Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto ini tertuang dalam buku berjudul "Pendekatan Baru Perencanaan Pembangunan Daerah". Buku ini lahir dari kegelisahan Sigit melihat rencana pembangunan daerah yang disusun tanpa evaluasi.
“Evaluasi dan rencana harusnya bertemu di persimpangan jalan, lalu melangkah beriringan. Perencanaan penyelenggaraan pemerintah dan program pembangunan 2017 seharusnya dibuat berdasarkan evaluasi 2016. Sayangnya, tidak demikian di Indonesia,” ujar Sigit dalam peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Sebagai contoh, laporan pertanggungjawaban daerah tahun 2017 disusun dan diserahkan ke pusat paling lambat akhir Maret 2018. Setelah diterima pemerintah pusat, laporan akan dikembalikan ke daerah pada Maret 2019.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, daerah telah menyusun rencana 2020. Dengan demikian, ada selisih tiga tahun sejak laporan evaluasi disusun.
“Jika digunakan untuk bekal perencanaan 2020, maka sudah banyak yang berubah. Lantas, bagaimana nasib perencanaan tahunan tanpa bekal evaluasi?,” kata Sigit.
Keterlambatan bukan hanya membuat evaluasi menjadi mubazir, tetapi membuat perencanaan tidak dapat disusun maksimal. Inilah yang membuat evaluasi dan perencanaan tidak pernah bertemu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan.
Sigit menyampaikan, perencanaan yang tidak dibekali evaluasi sebelumnya, akan memunculkan berbagai pengaruh atau tekanan politik. Terlebih apabila kepala daerah itu baru pernah terpilih, bukan tidak mungkin ia akan membawa agenda sendiri.
Perencanaan yang tidak dibekali evaluasi sebelumnya, akan memunculkan berbagai pengaruh atau tekanan politik. Terlebih apabila kepala daerah itu baru terpilih, bukan tidak mungkin ia akan membawa agenda sendiri.
Untuk menjadikan evaluasi sebagai modal dalam perencanaan, Sigit mengatakan perlu adanya poin yang diubah dalam aturan terkait sistem pelaporan dan perencanaan. Poin-poin itu antara lain tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Tak hanya persoalan evaluasi dan rencana yang tak kunjung bertemu, Sigit juga memaparkan permasalahan rumitnya kepala daerah dalam menyusun sebuah laporan. Sebab, tidak ada satu standar dalam menyusun laporan.
“Para menteri mengembangkan sistem pelaporan yang bermacam-macam. Permintaan laporan kepada setiap kepala daerah pun beragam dan dengan waktu serta peruntukan yang juga berbeda,” kata Sigit.
Misalnya, laporan serapan anggaran salah satu kegiatan kesehatan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi. Laporan ini diminta oleh Kementerian Kesehatan serta Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada waktu yang berbeda.
Laporan ini pun ditanyakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Kuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Baca juga: Pola Kerja Lama Ditinggalkan
Sistem ini membuat laporan tersebut tidak mendapat respon yang cukup atau sesuai untuk perbaikan pelaksanaan tahun depan. “Artinya, laporan ini dianggap tidak ada manfaat bagi instansinya,” ujar Sigit.
Permintaan laporan tanpa format khusus dan dalam periode waktu yang berbeda juga berisiko memunculkan permasalahan hukum di kemudian hari. Bukan tidak mungkin ke depan akan ada pemeriksaan oleh aparat penegak hukum karena perbedaan data.
Laporan terpadu
Sigit melanjutkan, saat ini semua menteri meminta laporan dari daerah secara parsial dan dalam waktu yang berbeda. Tentu ini menjadi kurang efektif dalam tata kelola pemerintahan di masa mendatang.
“Saya mengusulkan agar adanya sistem pelaporan tunggal yang terpadu atau single reporting integrated system. Sistem ini akan memadukan berbagai program kegiatan, anggaran, capaian target, serta sumber pendanaan dari berbagai pihak untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” tuturnya.
Sistem pelaporan tunggal yang terpadu diperlukan. Sistem ini akan memadukan berbagai program kegiatan, anggaran, capaian target, serta sumber pendanaan dari berbagai pihak untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam mendukung laporan, maka data dan informasi memiliki peran penting. Namun, data di Indonesia masih menjadi persoalan, mulai dari ketidaktersediaan data, tidak terintegrasinya data, hingga indikator yang tidak jelas sehingga mempengaruhi input data.
Sebagai upaya menciptakan satu data, Sigit mengusulkan agar kepala daerah menginstruksikan kepala dinas dan asisten untuk selalu memperbarui data. Selain itu, data juga harus terintegrasi dalam satu wadah yang dapat diakses. “Harus dimulai dari sekarang,” tegasnya.
Menanggapi usulan ini, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menyampaikan, semua bisa terwujud asalkan ada kepala daerah yang berkomitmen untuk membangun daerah. Komitmen yang didasarkan pada kepentingan daerah, bukan kepentingan politik.
“Jangan sampai kepala daerah itu membiarkan ‘kekacauan’ tetap terjadi. Maksudnya adalah ‘kekacauan’ karena kepentingan politik yang tetap dipelihara karena menguntungkan berbagai pihak,” kata Robert.
Pengamat Politik Centre for Strategic of International Studies J Kristiadi pun menyampaikan hal sama. Pembangunan daerah akan berjalan baik ketika kekuasaan negara dapat ditata. Artinya, harus ada kepala daerah yang memimpin dengan nyali dan niat, bukan untuk “balik modal”.
“Jika kematian politik akal sehat terjadi, dikhawatirkan petualang politik akan berusaha menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta memanfaatkan akses politik mereka untuk menguras kekayaan negara,” kata Kristiadi.
Sebab, jabatan sebagai kepala daerah adalah jabatan yang dipinjamkan. Sigit menuliskan, bila yang dipinjami tidak bertanggung jawab dan amanah, maka jabatan itu akan diambil kembali.