PRETORIA, KAMIS — Indonesia kembali mempromosikan wastra tradisional Nusantara dengan menghadirkan batik Lampung di Pretoria, Afrika Selatan. Busana diperagakan pada ”Fashion Show Batik” dan ”Mini Bazar” produk Indonesia di Wisma Duta KBRI Pretoria, Rabu (19/6/2019) waktu setempat.
Peragaan busana batik daerah Lampung memesona para tamu yang hadir. Acara ini sekaligus merupakan wujud semangat diplomasi yang tidak pernah padam dari para diplomat di KBRI Pretoria.
Peragaan baju batik wanita yang bertemakan ”The Colours of Indonesia” dibuka Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Pretoria Ny Umi Mahmudah Al Farisi. Peragaan itu dilakukan dalam rangka menyambut 25 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Afrika Selatan.
KBRI Pretoria berkeinginan lebih memopulerkan batik di Afrika Selatan. ”Batik bukan saja merupakan warisan budaya Indonesia yang hendak diperkenalkan kepada dunia, melainkan batik juga salah satu jembatan yang merekatkan persahabatan Indonesia dan Afrika Selatan,” kata Umi, sebagaimana disampaikan KBRI Pretoria dalam sebuah keterangan, Kamis (20/6/2019).
Acara ”Fashion Show Batik” dan ”Mini Bazar” produk asli Indonesia menampilkan 15 baju hasil karya Laila Al Khusna dari Roemah Batik Siger Lampung.
Lima baju pertama yang bertemakan ”The Colours of the Islands” itu menampilkan busana kasual yang terdiri dari padu padan kain pantai dengan tenun Lampung bergaya kulot. Baju-baju ini bisa dipakai secara kasual atau bisa juga menjadi busana yang formal jika dipadankan dengan kemeja atau blus kantor.
Peragaan kedua, yaitu ”Arts-Culturation”, menampilkan busana semiformal yang dikombinasikan dengan baju berwarna polos. Peragaan ketiga, yaitu ”Swarnadwipa”, menghadirkan busana batik yang dilapisi warna keemasan yang sangat cocok dikenakan untuk acara-acara formal pada malam hari karena berkesan mewah dan glamor.
Para undangan terdiri atas komunitas pengamat mode, kalangan diplomatik, dan atase pertahanan negara-negara sahabat. Mereka antusias untuk mengetahui lebih dekat baju-baju wanita berbahan batik Lampung tersebut.
Peragaan busana dimeriahkan dengan penampilan tari Bali dan tari Legong Bapang Saba. Tari Legong dengan gerakan kaki, tangan, yang kompleks dan lirikan mata yang ekspresif dibawakan dengan tegas dan gemulai oleh instruktur tari dari sanggar Lestari Ayu Bulan.
Batik Siger adalah batik tulis yang memiliki ciri khas motif dan ornamen khas Lampung, seperti gajah, siger (mahkota), dan kapal sebagai penghias. Ketiga motif itu merupakan simbol adat dan budaya masyarakat Lampung.
Proses produksi Batik Siger sebagian besar dilakukan secara manual (handmade) yang melibatkan setidaknya 7 perajin untuk menggambar, mencanting, mewarnai, dan merebus kain batik.
Roemah Batik Siger yang dipimpin Laila Al Khusna pada mulanya merupakan Lembaga Pelatihan dan Kursus Batik (LPK) yang bertujuan memberikan bekal ketrampilan kepada ibu rumah tangga, remaja putus sekolah, atau penyandang disabilitas. Roemah Batik Siger berkembang menjadi satu usaha menengah yang padat karya dengan berbagai masterpiece batik yang telah mendunia.
Oleh UNESCO, pada 2 Oktober 2010, batik telah masuk dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Tidak mengherankan jika Nelson Mandela sangat menyukai batik dan mengenakannya di berbagai kesempatan.
Di Afrika Selatan, batik baru populer sebagai busana pria. Walaupun beberapa desainer lokal banyak memproduksi baju dari kain sejenis batik, batik asal Indonesia dengan motif dan warna yang khas tetap memiliki permintaan yang cukup tinggi.
Duta Besar RI untuk Afrika Selatan Salman Al Farisi dalam kesempatan terpisah menyampaikan, ”Selain menargetkan Afrika sebagai pasar potensial untuk memasarkan batik, desainer dan pengusaha batik di dalam negeri juga perlu mempertimbangkan berbagai kriteria, seperti ukuran garmen, motif, dan warna yang perlu disesuaikan dengan selera dan standar Afrika.”