Pelaku usaha oleh-oleh di Sumatera Barat resah sejak kenaikan harga tiket pesawat serta adanya tarif bagasi dari sebagian maskapai penerbangan awal 2019. Omzet penjualan ataupun produksi oleh-oleh merosot dalam enam bulan terakhir, kecuali libur Lebaran kemarin.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pelaku usaha oleh-oleh di Sumatera Barat resah sejak kenaikan harga tiket pesawat serta adanya tarif bagasi dari sebagian maskapai penerbangan awal 2019. Omzet penjualan ataupun produksi oleh-oleh merosot dalam enam bulan terakhir, kecuali libur Lebaran kemarin.
Hirwan Hasan (45), salah satu pimpinan Pusat Oleh-Oleh Kripik Balado Mahkota cabang Air Tawar Padang, Rabu (19/6/2019), mengatakan, jumlah pengunjung merosot dan daya beli lesu akibat kenaikan harga tiket pesawat dan pemberlakuan bagasi berbayar. Akibatnya, omzet di tokonya merosot hingga 50 persen.
”Dalam enam bulan terakhir ibaratnya saya gali lubang terus. Untung saja ada libur Lebaran. Banyak perantau pulang sehingga lubang itu bisa tertutupi meskipun masih impas,” kata Hirwan. Dagangan utama pusat oleh-oleh ini adalah keripik balado dan sanjai.
Menurut Hirwan, sejak kenaikan harga tiket pesawat dan bagasi berbayar diberlakukan, jumlah pembeli oleh-oleh berkurang signifikan. Jika pun ada pengunjung yang berbelanja, jumlahnya berkurang. Dalam situasi normal, satu pelanggan bisa membeli hingga 7 kilogram keripik. Sementara saat ini hanya 3-5 kg.
Pantauan di toko itu, Rabu sore, tidak banyak pembeli oleh-oleh. Dalam dua jam, hanya ada dua-tiga pengunjung yang datang. Padahal, pada masa liburan sekolah ini, biasanya merupakan masa-masa ramai pembeli.
”Kenaikan harga tiket pesawat dan diberlakukannya bagasi berbayar sangat memukul sektor riil, seperti usaha oleh-oleh ini. Padahal, bisnis oleh-oleh sangat menjanjikan, apalagi Sumbar merupakan daerah pariwisata,” ujar Hirwan.
Kondisi serupa dirasakan pula oleh Widodo (47), produsen sekaligus pemilik usaha Kripik Balado Salsabila di Kubu Dalam Parak Karakah, Padang. Produksi ataupun penjualan keripik berbahan dasar singkong dan pisang di tempat Widodo merosot.
Dalam situasi normal, Widodo dibantu 10 pekerja dapat memproduksi 200 kg keripik per hari. Sejak kenaikan harga tiket pesawat dan diberlakukannya bagasi berbayar, produksinya turun menjadi 150 kg. Usaha kecil menengah itu biasanya memasok keripik untuk 10 toko oleh-oleh di Padang.
”Permintaan toko oleh-oleh berkurang. Biasanya toko meminta pasokan dua kali seminggu. Sekarang, kecuali Lebaran, hanya sekali seminggu, bahkan kurang,” kata Widodo.
Dilanjutkan Widodo, sejauh ini perusahaannya memang masih bisa bertahan. Belum ada pengurangan tenaga kerja meskipun jam kerja mereka berkurang. Namun, jika kondisi begini berlarut-larut, dia cemas tidak bisa bertahan. Widodo mengharapkan, pemerintah bisa menyelesaikan persoalan tersebut sehingga kunjungan wisatawan kembali ramai.
Biro wisata
Sebelumnya, sejumlah biro perjalanan wisata di Sumbar juga mengeluh karena terdampak kenaikan harga tiket pesawat, terutama yang fokus menggarap paket wisata domestik. Mahalnya harga tiket menyebabkan wisatawan menunda rekreasi ataupun mengalihkan tujuan ke luar negeri dan lokasi lain yang gampang ditempuh dengan jalur darat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumbar Ian Hanafiah mengatakan, sebagian besar biro perjalanan wisata di Sumbar fokus menggarap paket wisata ke luar negeri agar tetap bertahan.
Paket ke luar negeri, kata Ian, lebih diminati karena saat ini lebih murah. Perjalanan ke luar negeri sebagian besar dilayani maskapai penerbangan asing yang tidak memberlakukan kenaikan harga tiket. Tiket pesawat merupakan komponen termahal dari biaya jalan-jalan, mencapai 40 persen dari total biaya.
”Apa boleh buat, kami terpaksa menjual paket wisata ke luar negeri. Walaupun kami tahu itu merugikan negara karena devisa berkurang, itu harus dilakukan daripada bangkrut. Sementara, terpaksa kami lupakan idealisme,” kata Ian, yang juga pemilik Ero Tour and Travel.
Selain beralih menjual paket ke luar negeri, ada pula biro wisata perjalanan yang terpaksa berhenti sementara karena target pasarnya adalah wisatawan domestik dari luar Sumbar. Biro perjalanan wisata Pelangi Holiday, misalnya, berhenti sementara karena nyaris tidak ada pesanan sejak awal tahun.
”Sejak Januari saya banting setir ke bisnis lain. Berhenti total karena hampir tidak ada pesanan,” kata Rusdi Chaprian (39), pemilik Pelangi Holiday. Biasanya, biro yang berdiri sejak 2013 itu setiap bulan bisa mendatangkan sekitar 500 wisatawan domestik ke Sumbar.