TomTom Index sebagai Cambuk
Permasalahan transportasi di DKI Jakarta harus pula menyinggung wilayah sekitarnya. Itu karena wilayah-wilayah Jabodetabek sudah menjadi satu wilayah yang menyatu secara ekonomi. Keterhubungan dan kemudahan mengakses angkutan publik jadi kunci.
Permasalahan transportasi di DKI Jakarta harus pula menyinggung wilayah sekitarnya. Itu karena wilayah-wilayah Jabodetabek sudah menjadi satu wilayah yang menyatu secara ekonomi. Keterhubungan dan kemudahan mengakses angkutan publik jadi kunci.
Selama hampir dua tahun beroperasi, bus Transjakarta Koridor 13 jurusan Blok M-Ciledug (Puri Beta) memberikan pengaruh signifikan terhadap pengurangan kemacetan di wilayah timur Tangerang atau selatan Jakarta. Kemacetan arus lalu lintas berkurang signifikan di titik kemacetan, seperti Larangan, Cipulir, Kebayoran Lama, juga Pakubuwono hingga Mayestik.
”Masih mendingan sekarang, kalaupun macet enggak separah dulu. Macetnya bisa sampai Kreo (sepanjang 500-600 meter). Sekarang palingan macetnya sekitar 200 meter,” kata Suryana (29), seorang petugas di toko sepeda di Petukangan, Selasa (18/6/2019).
Baca juga: Kebijakan Berkelanjutan Kurangi Macet di Jabodetabek
Dinas Perhubungan Kota Tangerang menyatakan, sebelum ada jalur Transjakarta Koridor 13, jumlah kendaraan yang melintas di Jalan HOS Cokroaminoto atau Jalan Ciledug Raya mencapai 56.000 kendaraan per hari. Akan tetapi, belum ada data mengenai berapa persen pengurangan kemacetan di kawasan timur Kota Tangerang tersebut.
Koridor 13 Transjakarta merupakan rute yang diresmikan pada 16 Agustus 2017. Dalam perkembangannya, jadwal pengoperasian bus yang awalnya pukul 05.00 hingga 19.00 diperpanjang hingga pukul 22.00. Koridor 13 adalah bagian dari pembangunan sistem angkutan massal di Jakarta yang terkoneksi dengan Tangerang.
Jalan panjang
Upaya mewujudkan sistem angkutan publik terintegrasi itu tidak mudah dan tidak diraih dalam waktu pendek. Digaungkan dan didorong sejak berpuluh tahun silam, baru mulai tahapan realisasinya ketika jaringan kereta komuter KRL Jabodetabek berbenah pada tahun 2009. Jaringan bus Transjakarta milik DKI Jakarta pun berbenah dan terus mengembangkan layanan, termasuk terintegrasi dengan KRL.
Sigit Wijatmoko, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sebelumnya mengatakan, perkembangan pembangunan di bidang transportasi bervariasi dan menyeluruh. Tidak sekadar memperkuat jaringan moda angkutan, tetapi juga infrastruktur lain, seperti pembangunan beberapa terowongan dan jalan layang untuk meniadakan pelintasan sebidang rel KA.
Program lainnya adalah program redesain trotoar, seperti yang dilakukan di Jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman. Trotoar menjadi kunci akses yang menghubungkan halte dengan stasiun dan perkantoran serta pusat bisnis juga ke perumahan.
Baca juga: Macet Jakarta Tempati Posisi Ke-7
Kemudian, ujar Sigit, program Jak Lingko yang merangkul angkutan umum seperti mikrolet. Sistem Jak Lingko mengacu pada sistem pembayaran operasional rupiah per kilometer. Jadi tidak lagi bergantung pada ada atau tidaknya penumpang. Angkutan mengetem pun bisa dikurangi.
Budi Rahardjo, Kepala Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), kemarin menambahkan, jaringan moda transportasi didukung infrastruktur memadai untuk memastikan layanan angkutan publik lancar memang menjadi tujuan bersama. Termasuk menghubungkan Jakarta dengan daerah di sekitarnya memang sudah menyatu.
Itu sebabnya, mesti terbangun sistem transportasi perkotaan berbasis angkutan umum massal yang teintegrasi, baik secara fisik maupun sistem, yang mencakup keseluruhan wilayah Jabodetabek. Transportasi umum yang terintegrasi dibarengi fasilitas menarik dan nyaman menjadi cara mengurangi kemacetan.
Asian Games
BPTJ dan Pemprov DKI Jakarta pun mengapresiasi survei kemacetan yang dilakukan TomTom Index. Berdasarkan data dari TomTom Index, tingkat kemacetan di Jakarta menurun 8 persen pada 2018 dibandingkan 2017.
Index yang turun, lanjut Budi Raharjo, tidak lepas dari upaya yang dikerjakan BPTJ yang berdiri pada 2016 itu. Pada 2018 BPTJ melakukan upaya dan terobosan untuk mengurangi kemacetan sebagai bagian persiapan Asian Games 2018.
Berdasarkan data dari TomTom Index, tingkat kemacetan di Jakarta menurun 8 persen pada 2018 dibandingkan 2017. Index yang turun, lanjut Budi Raharjo, tidak lepas dari upaya yang dikerjakan BPTJ yang berdiri pada 2016 itu. Pada 2018 BPTJ melakukan upaya dan terobosan untuk mengurangi kemacetan sebagai bagian persiapan Asian Games 2018.
Kebijakan itu di antaranya penerapan Kebijakan Ganjil Genap di Pintu Tol.
Dimulai Maret 2018, BPTJ mengimplementasikan kebijakan ganjil genap di Pintu Tol Bekasi Barat dan Timur yang mengarah ke Jakarta. Kebijakan itu lalu dipadukan dengan pembatasan angkutan barang dan penyediaan angkutan umum bus premium.
”Hasil evaluasi menunjukkan, kebijakan tersebut mampu mengurangi kepadatan di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) di ruas Bekasi menuju Jakarta hingga lebih kurang 50 persen hingga sebulan penerapan,” jelas Budi.
Kebijakan yang pelaksanaannya melibatkan Ditlantas Polda Metro/Korlantas Polri, PT Jasa Marga (Persero), Pemerintah Kota Bekasi, Pemprov DKI Jakarta, dan Kementerian PUPR tersebut mampu menaikkan kecepatan rata-rata di ruas Tol Bekasi menuju Jakarta rata-rata lebih kurang 40 persen serta penurunan kendaraan pribadi yang mengakses Pintu Tol Bekasi menuju Jakarta sebesar lebih dari 30 persen. Utamanya karena beralih rute lain dan berpindah ke angkutan umum.
Kebijakan itu juga diberlakukan di Tol Jagorawi menuju Jakarta (Pintu Tol Cibubur) dan di ruas Tol Tangerang-Jakarta (Pintu Tol Kunciran, Tangerang, dan Karawaci).
Kelanjutan kebijakan ini juga memberikan dampak penyesuaian waktu terhadap pelaksanaan kebijakan ganjil genap yang dilakukan di jalan arteri oleh Pemprov DKI, yaitu diberlakukan pada jam yang sama pada pagi hari mulai pukul 06.00.
Kebijakan lain, lanjut Budi, adalah Pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Asian Games di Jakarta. Bersama pemangku kepentingan Pemprov DKI Jakarta, Ditlantas Polda Metro, PT Jasa Marga, Kementerian PUPR, Inasgog, BPTJ merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pengaturan lalu lintas dan angkutan selama pelaksanaan Asian Games.
Kebijakan itu berupa perluasan ganjil genap di jalan arteri Jakarta, pembatasan angkutan barang di tol dalam kota, serta rekayasa lalu lintas di jalan tol dalam kota dilakukan pada Juli-Agustus-September 2018.
”Kebijakan ini menghasilkan dampak positif berupa pengurangan kepadatan lalu lintas dan peningkatan kecepatan rata-rata sebesar 15 persen pada jalan arteri di DKI Jakarta yang diberlakukan ganjil genap (Senin-Minggu 06.00 sampai dengan 21.00),” jelas Budi lagi.
Dampak positif juga terjadi dalam bentuk peningkatan kualitas udara dengan kecenderungan turunnya emisi udara serta meningkatnya penggunaan angkutan umum massal kurang lebih 10 persen.
Kebijakan angkutan umum yang lainnya adalah adanya penyelenggaraan pelayanan Jakarta-Airport (JA) Connexion dan Jakarta Residence (JR) Connexion). Keberadaan layanan itu menjadi alternatif masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum massal karena harga yang cukup terjangkau, pelayanan yang memadai, serta terhindar dari lelah dan stres menghadapi kemacetan ketika menggunakan kendaraan pribadi.
Rencana induk
Berbagai upaya mengurangi kemacetan, lanjut Budi, tidak lepas dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2018-2019. Perpres itu mengatur langkah-langkah pembenahan transportasi Jabodetabek.
”Pelaksanaannya dikoordinasikan BPTJ dengan melibatkan pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah maupun pusat, serta operator,” katanya.
Dari RITJ itu, kata Budi, ada target-target yang harus dicapai. Diharapkan dalam 10 tahun ke depan, permasalahan kemacetan yang terjadi di Jakarta maupun di Bodetabek dapat dipecahkan melalui sistem transportasi berbasis angkutan umum massal yang terintegrasi dengan baik. Dengan demikian, pergerakan orang dengan angkutan umum mencapai 60 persen dari total pergerakan lalu layanan angkutan mencakup umum 80 persen.
Target lainnya, setiap daerah memiliki layanan moda pengumpan yang terintegrasi dengan angkutan massal melalui satu simpul, perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal tiga kali; waktu perjalanan dari asal ke tujuan maksimal 1,5 jam; akses jalan kaki menuju angkutan umum maksimal 500 meter; fasilitas pejalan kaki dan park and ride memadai.
Kabar baik dari TomTom Index hendaknya makin jadi cambuk mempercepat pencapaian target RITJ.