Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Dicabut
Saefullah, Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Selasa (18/6/2019), menjelaskan, karena program reklamasi sudah berhenti sejak izin dicabut, rancangan peraturan daerah tentang rancangan tata ruang kawasan strategis pantai utara Jakarta juga dicabut.
Oleh
Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saefullah, Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Selasa (18/6/2019), menjelaskan, karena program reklamasi sudah berhenti sejak izin dicabut, rancangan peraturan daerah tentang rancangan tata ruang kawasan strategis pantai utara Jakarta juga dicabut. Selanjutnya, aturan tentang tata ruangnya dipertimbangkan masuk dalam revisi perda RTRW dan RDTR DKI.
”RTRKS (Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis) pantura sepertinya tidak akan dibahas lagi. Itu pastinya akan dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dimasukkan nanti pada waktunya,” ujar Saefullah.
RTRKS pantura sepertinya tidak akan dibahas lagi. Itu pastinya akan dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dimasukkan nanti pada waktunya.
Seperti diberitakan, Saefullah pada Senin (17/6/2019) menjelaskan bahwa setelah reklamasi dinyatakan dhentikan dengan pencabutan izin, lahan hasil reklamasi yang semula disebut pulau karena memang sesuai desain berbentuk pulau, lalu dianggap sebagai bagian daratan Jakart, yaitu daratan Jakarta yang berpantai.
Karena sudah dianggap sebagai daratan itulah, rancangan perda tentang tata ruang kawasan strategis pantura Jakarta dicabut. Sesuai dengan perencanaan, aturan tata ruang di lahan baru hasil reklamasi itu akan dimasukkan dalam revisi RTRW RDTR DKI.
Adapun untuk kawasan pantai yang ada di lahan reklamasi, Pemprov DKI akan mengaturnya melalui peraturan daerah tentang rancangan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) yang saat ini sedang disusun draf raperdanya.
”RZWP3K ini untuk mengatur pantai utara setelah 12 mil, termasuk pulau-pulau seribu. Itu sudah bagiannya sana, turunannya sendiri ada undang-undangnya,” ujar Saefullah.
Hal lain yang terjadi dengan pencabutan RTRKS pantura Jakarta, lanjut Saefullah, adalah bahwa tambahan kontribusi oleh pengembang menjadi tidak ada atau dihapus. ”Tidak ada jadinya, di mana nyantelnya? Dulu kan nyantelnya di RTRKS pantura,” kata Saefullah.
Hal lain yang terjadi dengan pencabutan RTRKS pantura Jakarta adalah bahwa tambahan kontribusi oleh pengembang menjadi tidak ada atau dihapus.
Tambahan kontribusi ini merupakan satu pasal yang ada dalam RTRKS pantura itu. Sebagai produk matang kajian dari tim Pemprov DKI, pasal itu menyatakan adanya tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan (hasil reklamasi) yang dapat dijual oleh pengembang.
Karena raperdanya dicabut, untuk tambahan kontribusi bagi pengembang yang sudah membayar, nantinya akan dikonversi. Artinya, dihitung kembali berapa nilainya, berapa kewajibannya.
”Ini sudah diinventarisir,” ucap Saefullah.
Nirwono Joga, pengamat perkotaan, mempertanyakan, dengan penyatuan lahan hasil reklamasi, dalam keppres tentang reklamasi sudah disebutkan adanya pembagian lahan hasil reklamasi antara pengembang dan pemprov, yaitu 35 persen untuk pengembang dan 65 persen untuk pemprov.
”Kalau lahan hasil reklamasi dihitung sebagai daratan, komposisi itu masih berlaku atau tidak? Komposisi itu berlaku ketika sebagai pulau. Kalau dianggap sebagai daratan, lalu penentuan komposisinya bagaimana?” tanya Nirwono.
Meski Saefullah menjelaskan bahwa persentase pembagian lahan itu sudah diatur dan ada berbentuk hak pengelolaan lahan (HPL), Nirwono tetap mempertanyakan patokan penghitungan 100 persen. Itu karena penghitungan persentase lahan ketika dalam bentuk pulau. Ketika dalam bentuk daratan akan bagaimana menghitungnya.
Hal lain yang dipertanyakan tentu saja adalah rencana tata ruang per pulaunya. Karena, adanya RTRKS pantura itu sebetulnya akan mengatur zonasi per pulau.
Ini nanti akan terkait dengan IMB yang sudah keluar. Dari hak 35 persen lahan yang dikuasai pengembang, IMB yang sudah keluar itu kisarannya masih di 5 persen dari 35 persen itu. Dengan adanya zonasi per pulau, IMB itu akan terjawab apakah sesuai peruntukannya atau tidak.
Nirwono tetap menyarankan supaya DKI membatalkan IMB itu. Karena akan menjadi preseden buruk bagi semua. Kota-kota lain di Indonesia akan bisa mencontoh bahwa pembangunan bisa dilakukan tanpa mematuhi RTRW.
Heru Hermawanto, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, secara terpisah menjelaskan, dirinya belum mengetahui persis apakah RTRKS pantura Jakarta akan dimasukkan dalam RTRW RDTR.
”Saya materinya sendiri tidak pernah tahu karena saya dulu di pengawasan bangunan. Secara materi, saya enggak ngikutin. Kalau peninjauan kembali itu terkait wilayah daratan dan termasuk pantai, secara materi masuk ke situ tidak masalah. Tapi RTRKS saya tidak tahu persisnya,” ujarnya.
Sementara terkait dengan pembatalan IMB atas bangunan di lahan hasil reklamasi, menurut Heru, tidak bisa. ”Kalau dievaluasi mungkin bisa, berupa pengurangan lantai dan aspek teknis lainnya. Tetap dapat IMB seperti yang sudah diperoleh sekarang,” jelasnya.