Antrean pendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di SMA Negeri 1 Depok masih membludak sampai hari ketiga, Rabu (19/6/2019). Anggapan status sekolah favorit dan ketidaktahuan sejumlah orangtua terkait sistem zonasi mengakibatkan mereka harus mengantre lama.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Antrean pendaftar penerimaan peserta didik Bbaru (PPDB) 2019 di SMA Negeri 1 Depok masih membeludak sampai hari ketiga, Rabu (19/6/2019). Anggapan status sekolah favorit dan ketidaktahuan sejumlah orangtua terkait dengan sistem zonasi mengakibatkan mereka harus mengantre lama.
Kepala SMA Negeri 1 Depok Supyana, Rabu (19/6/2019), mengatakan, peserta didik yang mendaftar dalam PPDB sudah lebih dari 2.000 orang. Sementara kuota kursi yang tersedia sebanyak 318 unit. Banyaknya pendaftar yang datang sejak hari pertama membuat pihak sekolah membatasi kuota antrean.
”Hari pertama kami batasi 300 pendaftar, estimasi per harinya maksimal 300 pendaftar saja. Pada hari ketiga ini kami melayani nomor antrean 501 sampai 750. Entri data disesuaikan dengan kemampuan kami,” ujarnya.
Menurut Supyana, para orangtua pendaftar di SMAN 1 Depok ada yang datang sejak subuh. Mereka berpikir, jika datang lebih awal, mereka akan menjadi prioritas dan pasti diterima. Selain itu, banyak pendaftar dari luar zonasi juga mendaftar di SMAN 1 Depok.
”Kabar itu kemudian menyebar. Mereka terpengaruh kabar itu dan akhirnya datang lebih awal. Tidak benar jika yang datang lebih dulu, lalu pasti diterima. Selain itu, masih ada anggapan bahwa SMAN 1 Depok adalah sekolah favorit. Salah, sistem zonasi tidak mengenal sekolah favorit. Peserta didik dengan nilai rendah bisa diterima jika sesuai zonasi. Sebenarnya mau datang kapan saja tidak masalah selama masih masa pendaftaran hingga sabtu besok,” ujar Supyana.
Supyana melanjutkan, membeludaknya pendaftaran PPDB 2019 juga tidak lepas dari perubahan kuota zonasi. Pada 2018, kuota yang tersedia dengan sistem zonasi hanya 10 persen dan menggunakan radius 300 meter dari sekolah. Pada 2019, kuota mencapai 90 persen dengan menggunakan titik koordinat.
Berdasarkan titik koordinat tersebut, kata Supyana, siswa akan diseleksi berdasarkan jarak yang paling dekat dari rumah ke sekolah. ”Ada tiga jenis zonasi. Zonasi murni berdasarkan jarak 55 persen, zonasi untuk siswa tidak mampu dan tinggal di dekat sekolah sebanyak 20 persen, serta 15 persen untuk zonasi kombinasi (berdasarkan nilai ujian nasional dan jarak rumah ke sekolah). Sebanyak 10 persen sisanya untuk siswa di luar zonasi,” lanjutnya.
Ngatman (55), bersama anaknya Ezra (15), warga Rawageni, Depok, sudah datang dari hari pertama pendaftaran PPDB. Pukul 06.30 mereka sudah datang ke SMAN 1 Depok. Setiba disana, Ngatman kaget karena pendaftar lainnya sudah membeludak. Hingga pukul 10.00, Ngatman tidak juga mendapat nomor formulir antrean karena pihak sekolah membatasi kuota pada hari pertama. Bersama ratusan pendaftar lainnya, Ngatman terpaksa pulang.
Pada Selasa, Ngatman bersama Ezra datang lebih awal sekitar pukul 05.30 agar mendapat nomor antrean lebih awal. Setiba di sekolah, ternyata sudah ramai oleh pendaftar lainnya.
”Akhirnya saya dapat nomor 654. Namun, tidak bisa langsung input dan verifikasi data. Hari ini (hari ketiga) baru dapat jatah. Ini masih antre untuk input data,” ujarnya.
Hingga pukul 15.45, Ngatman dan sejumlah pendaftar lainnya belum dipanggil untuk memasukkan dan verifikasi data. Pihak sekolah meminta orangtua pulang dan datang lagi hari kamis.
Mendengar hal tersebut membuat Ngatman tidak bisa berbuat apa-apa selain datang kembali Kamis besok. ”Tadi sempat errorserver-nya. Itu juga yang membuat lama. Sementara saya belum dipanggil untuk input data. Ya, besok datang lagi,” katanya.
Ngatman mengatakan, dirinya memilih SMAN 1 Depok karena rumah mereka hanya berjarak 2 kilometer dari sekolah. Selain itu, sekolah tersebut adalah SMA favorit.