Indonesia Penting bagi Keberhasilan Kesepakatan Paris
JAKARTA, KOMPAS—Peran Indonesia besar bagi keberhasilan Kesepakatan Paris karena menjadi salah satu negara pengemisi gas rumah kaca dalam jumlah besar. Kegagalan Indonesia dalam mengimplementasikan pembangunan Indonesia akan berdampak pada keberhasilan Kesepakatan Paris secara global.
Dengan alasan itu, Pemerintah Inggris melalui Departemen Pembangunan Internasional, Luar Negeri, dan Negara Persemakmuran Inggris dan Northern Ireland menjalin kerja sama dengan Indonesia melalui nota kesepahaman yang ditandatangani bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) pada Selasa (18/6) di Jakarta.
Penandatanganan nota kesepahaman antara Bappenas dengan DFID Inggris dan Northern Ireland dilakukan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro dan Duta Besar Iinggris untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste Moazzam Malik.
Di hari yang sama, nota kesepahaman antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat juga ditandatangani. Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan Bambang Brojonegoro dengan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
Bappenas pada akhir Maret lalu meluncurkan Laporan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon yang memaparkan pendekatan pembangunan dengan tetap mengutamakan kelestarian lingkungan. Dalam laporan itu dipaparkan analisis ilmiah tentang pembangunan ekonomi tanpa mengorbankan kondisi lingkungan yang justru akan membuat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
“Peran Indonesia dalam (mengurangi emisi karbon) amat penting karena Indonesia mempunyai perekonomian yang besar, terbesar ke-17 dunia, dan menghasilkan emisi terbesar kelima di dunia. Perekonomian Indonesia terus akan maju dan dengan pertumbuhan ekonomi ada risiko akan tambah emisi lagi. Kalau Indonesia gagal mengendalikan emisi ini tidak hanya berbahaya untuk rakyat Indonesia yang rawan dampak perubahan iklim, bencana alam tetapi sangat berbahaya untuk dunia,” kata Malik.
Peran Indonesia dalam (mengurangi emisi karbon) amat penting karena Indonesia mempunyai perekonomian yang besar, terbesar ke-17 dunia, dan menghasilkan emisi terbesar kelima di dunia.
“Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara, yang kalau gagal mengendalikan perubahan iklim maka kesepakatan internasional Paris Agreement akan gagal. Jadi kita semua akan dirugikan kalau Indonesia kurang berhasil. Sebagai negara sahabat kami berminat untuk berkomitmen bekerja sama semaksimal mungkin mendukung pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Dari data tahun 2017, Indonesia menjadi negara ke-7 terbesar mengemisikan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Menurut Moazzam, ada investasi senilai 13 juta poundsterling untuk pengembangan listrik dari energi baru terbarukan dan ada MoU khusus tentang hal itu dengan Kementerian ESDM.
“Itu (sumber energinya tergantung pilihan pemerintah Indonesia dan konsumen Indonesia, yang sesuai dengan kapabilitas dan potensi Indonesia. Sumber energi tersebut, katanya, pasti energi dari laut, angin, atau solar (matahari)," ujarnya.
Malik menyampaikan, banyak kolaborasi antara kedua negara itu telah dilakukan. Tahun ini dan tahun depan di Inggris akan diluncurkan program mobil hidrogen yang emisinya nol. “Ini lompat dari energi listrik langsung ke energi baru terbarukan,” ujar Malik.
Di Indonesia, Arcola, produsen mobil hidrogen, bermitra dengan Serba Dinamic Holdings Berhad. Mobil hidrogen itu dipromosikan ke kota kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. Itu sebagai bukti bahwa ada cara untuk memercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga lingkungan. “Kita bisa memercepat pembangunan dengan inisiatif rendah karbon,” tandasnya.
Program lainnya yaitu program future city terkait masa depan kota-kota besar yang akan dibangun sebagai kota ramah lingkungan, smart and green. Fokus Kerja sama yaitu Bandung dan Surabaya dan sudah mulai diskusi dengan pemprov keduanya.
“Kerja sama dengan Inggris akan berupa dukungan teknis agar daerah-daerah bisa menjalankan programnya dengan baik dan sejalan dengan kebijakan nasional,” kata Bambang.
Hutan dan kehati
Sementara nota kesepahaman pemerintah pusat dengan Provinsi Papua Barat dinilai penting. Papua Barat berperan strategis karena hutannya yang masih luas dan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi.
“Daerah hutannya masih cukup besar dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Raja Ampat yang menjadi tourist destination utama Indonesia ada di Papua Barat. Kita ingin apa yang menjadi kekayaan Papua Barat bisa dipertahankan, tapi tetap memberikan manfaat bagi masyarakatnya karena banyak isu pembangunan di sana,” kata Bambang.
Nota Kesepahaman tersebut menjadi payung penyusunan rencana aksi dalam kerangka pembangunan rendah karbon antara provinsi bersama Bappenas. Harapannya, Gubernur Papua Barat menyusun program pembangunan yang saling menunjang antara upaya perbaikan kesejahteraan dan perbaikan ekonomi dengan kelestarian lingkungan. "Jangan sampai masyarakat menjadi lebih sejahtera tapi mengorbankan lingkungan. Kita ingin dua-duanya berjalan harmonis,” tegasnya.
“Kita harus ciptakan keseimbangan jangan seratus persen lingkungan tidak menghiraukan ekonominya. Kita ingin keseimbangan lingkungan secara umum tidak terdegradasi kualitasnya tapi pembangunan ekonomi tetap punya ruang,” katanya. Papua secara keseluruhan adalah aset baik dari sisi sumber daya manusia maupun lingkungan, Papua adalah aset bagi ekonomi Indonesia.
Papua Barat mencanangkan diri dan berkomitmen menjadi Provinsi Konservasi. “Kami memiliki Kesepakatan Manokwari dengan 14 butir kesepakatan yang intinya kami akan menjaga dan melestarikan hutan dan lingkungan Papua Barat,” kata Mandacan yang menerima penghargaan sebagai Global Conservation Hero dari organisasi lingkungan Conservation International (CI) pada 10 Juni 2019.
Dengan mencanangkan sebagai provinsi konservasi, Papua Barat menargetkan 60 persen wilayahnya tetap berupa hutan. Menurut data Dinas Kehutanan Papua Barat, luas hutan Papua Barat sekitar 9.730.550 hektar.
Papua Barat mencanangkan sebagai provinsi konservasi sejak tahun 2015. Saat ini Papua Barat memiliki dua peraturan daerah khusus (perdasus) yaitu terkait pembangunan berkelanjutan dan perdasus tentang Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Provinsi Papua Barat. Saat ini belum pendanaan untuk pembangunan rendah karbon atau untuk pemetaan partisipatif wilayah adat belum ditetapkan.
Arus utama
Pembangunan rendah karbon, menurut Bambang, akan menjadi arus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Indonesia. Untuk mendukung komitmen Indonesia dalam melakukan pembangunan rendah karbon, pengalaman Inggris sebagai contoh. Inggris pekan lalu berkomitmen mencapai emisi GRK Nol (Karbon Netral) pada 2050.
Ada empat bidang utama dalam pembangunan rendah karbon yaitu peningkatan produktivitas pertanian untuk mengatasi ekstensifikasi lahan yang berlebihan, pengurangan deforestasi, pengembangan energi baru dan terbarukan, dan mengurangi pencemaran lingkungan.
" Jadi dengan pembangunan rendah karbon, simulasi kami menunjukkan pertumbuhan lebih baik dari pada tidak melaksankana pembangunan rendah karbon. Meski ada upaya menjaga lingkungan, akhirnya pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dalam jangka menengah dan jangka panjang," ujarnya.
Dia meminta agar tidak mengontradiksikan antara pembangunan ekonomi dengan konservasi lingkungan. “Keduanya bisa berjalan seiring melalui pembangunan rendah karbon ini,” tandas Bambang. “Simulasi kami menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibanding tanpa pembangunan rendah karbon,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, sudah ada tiga provinsi yang menandatangani nota kesepahaman dengan Bappenas untuk penyusunan rencana aksi pembangunan rendah karbon yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Diharapkan semua provinsi di Indonesia bisa berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi.
Indonesia dalam Kontribusi Penurunan Emisi (NDC) yang disampaikan dalam Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB berkomitmen menurunkan emisi 29 persen dibandingkan emisi jika tak ada intervensi kebijakan, atau 41 persen jika ada bantuan luar negeri, pada tahun 2030.