Rentenir Digital Berkeliaran
JAKARTA, KOMPAS - Pelaku usaha teknologi finansial ilegal masih berkeliaran meskipun pemerintah telah menutup 947 aplikasi dan situs tak berizin. Satu diblokir, aplikasi lain hadir. Penutupan tanpa disertai penegakan hukum yang tegas tidak membuat para rentenir digital jera.
Temuan Kompas mengungkap, sebagian pinjaman daring yang ditutup masih beroperasi tetapi beralih rupa dengan berganti nama dan logo aplikasi. Aplikasi Cashstore yang sudah ditutup 27 Juli 2018, sempat hadir kembali dengan nama Cashcash. Aplikasi itu kemudian juga diblokir pemerintah pada 13 Februari 2019. Kedua aplikasi tersebut diciptakan Firestorm-sea.
Baca juga : Jerat Massal Tekfin Ilegal
Selain itu, ada juga aplikasi yang ditutup tetapi muncul lagi dengan berganti nama perusahaan. Salah satu tekfin yang ditutup tetapi kantornya masih beraktivitas adalah Angel Cash yang berkantor di Grha Arda Lantai 3 Unit B, Kuningan, Jakarta Selatan.
Romi, petugas keamanan di Grha Arda membenarkan PT Cash Express Indonesia, entitas usaha Angel Cash, pernah berkantor di sana. “Dulu memang Cash Express, hanya sudah ganti jadi PT SFI (Sinergi Financial Indonesia),” ujarnya.
Dari cerita AN (24) mantan analis kredit di perusahaan tekfin ilegal, perusahaan yang telah ditutup atau diblokir pemerintah tetapi masih ada kegiatannya, kemungkinan karena ada sisa-sisa penagihan pinjaman. Tunggakan peminjam tetaplah bisnis meski aplikasi tekfinnya ditutup pemerintah.
Alamat palsu
Tidak seperti aplikasi tekfin yang resmi, tingkah laku tekfin pinjaman daring ilegal memang cukup janggal. Jika nasabah lebih teliti memperhatikan detail informasi pada aplikasi, bisnis tekfin ilegal tidak memiliki ciri-ciri layaknya sebuah perusahaan.
Dari seluruh tekfin yang diblokir, sebagian besar tak mencantumkan nama perusahaan dan alamat kantor beserta kontak yang bisa dihubungi. Alamat surat elektronik (surel) pun kebanyakan menggunakan domain gratis. Bahkan, beberapa alamat surel hanya berupa kombinasi huruf dan angka yang tak jelas.
Dari seluruh tekfin yang diblokir, sebagian besar tak mencantumkan nama perusahaan dan alamat kantor beserta kontak yang bisa dihubungi
Ketika disisir satu per satu dari daftar tersebut, dari 803 tekfin yang ditutup hingga Maret 2019, hanya 16 tekfin di antaranya yang mencantumkan alamat kantor berikut nama perusahaan, termasuk Angel Cash. Adapun 787 aplikasi lain tidak diketahui keberadaan kantornya.
Dari informasi yang tertuang di dokumen tersebut, Kompas mencoba menelusuri alamat sejumlah aplikasi tekfin ilegal, akhir Maret silam. Salah satunya adalah Welbi yang dikembangkan PT Masyarakat Sejahtera Maju. Perusahaan tersebut beralamat di Gedung Setiabudi 2, Jalan HR Rasuna Said, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Namun, petugas keamanan maupun resepsionis di Gedung Setiabudi 2 mengaku tidak pernah mendengar nama perusahaan tersebut. Petugas keamanan menyarankan untuk menanyakan perusahaan itu ke sebuah perusahaan penyewaan ruang kerja yang berlokasi di lantai dasar Gedung Setiabudi 2. Ketika dicek, karyawan perusahaan penyewaan ruang kerja tersebut mengaku tidak ada perusahaan bernama PT Masyarakat Sejahtera Maju.
Selain mencantumkan alamat kantor lama, beberapa tekfin ilegal lain menggunakan alamat palsu. Aplikasi tekfin yang menggunakan alamat palsu antara lain, Tuku Kas, BANKKU, dan Pinjaman Tunai Tanpa Jaminan.
Selain mencantumkan alamat kantor lama, beberapa tekfin ilegal lain menggunakan alamat palsu
Penelusuran Kompas terhadap tiga aplikasi pinjaman daring tersebut tidak membuahkan hasil. Pengembang aplikasi Tuku Kas mencantumkan alamat fiktif di Jalan Tomang Raya RT 5/RW 1 Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat. Di alamat tersebut tidak dapat ditemui pengembang aplikasi Tuku Kas, yaitu Tuku Cash.
Setelah berputar-putar mencari di lokasi yang tertera, alamat Tuku Kas tidak ditemukan. Petugas keamanan dan masyarakat setempat mengaku tidak pernah mendengar informasi terkait pengembang Tuku Cash.
Demikian pula ketika Kompas mencoba mencari keberadaan pengembang aplikasi BANKKU yang beralamat di Jalan Kali Besar 49K, Jakarta. Alamat yang digunakan ternyata alamat palsu. Di Jalan Kali Besar tidak ada gedung atau rumah bernomor 49K.
Sebagian perusahaan pinjaman daring ilegal tidak hanya cukup berani untuk bersalin rupa dan tetap beroperasi, namun ada juga yang nekat membuat aplikasi dengan mencatut nama OJK, selaku regulator. Misalnya saja, aplikasi koperasi_ojk_pinjaman_online atau ojk_dana. Kedua aplikasi itu akhirnya ditutup.
Server di luar negeri
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi hingga Maret 2019, dari 803 tekfin ilegal yang sudah diblokir, sebanyak 178 perusahaan memiliki server di Indonesia, 122 perusahaan memiliki server di Amerika Serikat, 81 perusahaan menggunakan server di Singapura, 49 perusahaan memiliki server di China, dan sisanya tersebar di negara lain.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, mengatakan, tekfin yang beroperasi di Indonesia seharusnya memiliki kantor dan menggunakan server di Indonesia. “Kita khawatirkan keberadaan mereka ini hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat, bukan malah memberikan kontribusi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,” tutur Tongam, saat ditemui, awal April silam.
Sejumlah perusahaan tekfin ilegal di Indonesia sempat bermasalah karena penagihan utangnya mengandung tindak pidana dengan mengintimidasi nasabah. Salah satunya adalah VLoan yang dimiliki oleh PT Vcard Technology Indonesia dan investornya berasal dari China. Empat pegawai VLoan tersangkut kasus hukum karena menyebarkan konten pornografi.
Sejumlah perusahaan tekfin ilegal di Indonesia bermasalah karena penagihan utangnya mengandung tindak pidana dengan mengintimidasi nasabah
Perusahaan pinjaman daring tersebut tidak hanya membuat nasabah melapor ke polisi karena merasa dilecehkan tetapi juga membuat pekerja merasa tertipu karena tidak mengetahui jika perusahaan tersebut ternyata belum berizin.
IS (31), penagih utang di VLoan yang kini menjadi terdakwa, mengaku merasa tertipu karena manajemen tidak membeberkan status legalitas perusahaan. Dia juga kecewa karena namanya dimasukkan di akta perusahaan sebagai komisaris tanpa sepengetahuan dirinya.
Baca juga : Teror, Pelecehan, hingga Nyawa
Baca juga : Penagih Utang Pun Mendadak Jadi Komisaris
Berdasarkan dokumen kepemilikan perusahaan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, PT VCard Technology Indonesia dimiliki oleh VCard Holdings Limited.
Mengutip artikel berjudul “China’s P2P lending market could be decimated this year amid Beijing crackdown” yang dipublikasikan di situs South China Morning Post, menyebutkan jumlah tekfin pinjaman antar pihak yang beroperasi di China terus melorot setiap tahunnya. Pada tiga bulan pertama 2019, jumlahnya mencapai 1.027 entitas, jumlah itu merosot setengahnya dari tiga bulan pertama 2018 yang sebesar 2.163 entitas.
Penurunan entitas itu karena banyaknya kasus skema ponzi berkedok pinjaman antar pihak. Merespon itu, pemerintah China pun membenahi dan memperketat pengawasan pinjaman antar pihak. Tongam mengakui, karena pasar di China sudah jenuh dan regulasinya diperketat, pemain tekfin ini bermigrasi ke Indonesia.
Tekfin resmi terdampak
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah, menjelaskan, sejak Januari hingga Maret 2019 pihaknya menerima sekitar 400 pengaduan terkait tekfin. Pengaduan diterima melalui saluran telepon, laman AFPI, dan surel. Dari seluruh pengaduan yang masuk, mayoritas mengeluhkan tekfin ilegal yang mengakses data pribadi nasabah.
Kuseryansyah mengakui, banyaknya persoalan terkait tekfin ilegal membuat aplikasi tekfin pinjaman antar-pihak yang resmi terdampak. Ini karena citra seluruh tekfin jadi buruk sehingga berpotensi membuat masyarakat khawatir untuk mendapatkan pinjaman atau bantuan modal dari tekfin yang resmi.
Padahal, Kuseryansyah menegaskan, tekfin yang terdaftar di OJK beroperasi sesuai prosedur. Tekfin resmi dilarang keras mengakses data pribadi nasabah selain yang berkaitan dengan proses pengajuan pinjaman. Aplikasi tekfin hanya diperbolehkan untuk mengakses kamera dan mikrofon dari gawai nasabah, serta lokasi mereka. “Kalau ada tekfin yang mengakses kontak, itu masuk kategori pelanggaran berat,” ujar Kuseryansyah.