Peternak ayam ras tertekan harga yang jatuh, setidaknya sejak enam bulan lalu, sehingga peternak rugi. Upaya mengurangi produksi bibit ayam belum sepenuhnya dapat meningkatkan harga ayam ras.
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peternak ayam ras tertekan harga yang jatuh, setidaknya sejak enam bulan lalu, sehingga peternak rugi. Upaya mengurangi produksi bibit ayam belum sepenuhnya dapat meningkatkan harga ayam ras.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko yang dihubungi di Yogyakarta, Senin (17/6/2019). ”Penurunan harga ayam sudah terjadi sejak awal 2019. Pada Januari, harga mulai turun menjadi Rp 16.000 per kilogram sampai Rp 18.000 per kilogram,” kata Singgih.
Namun, harga ayam ras ras saat ini, menurut Singgih, sudah turun lebih dalam dan jauh dari biaya produksi. Ia mencontohkan, di Jawa Tengah, harga ayam ras pedaging saat ini Rp 7.000 sampai dengan Rp 10.000 per kilogram (kg). Padahal, biaya produksinya Rp 18.500 per kg.
”Banyak peternak menjerit. Karena rugi, mereka tidak bisa membayar utang biaya pakan,” kata Singgih.
Selain itu, peternak rakyat juga sulit melanjutkan produksi karena tidak ada modal usaha.
Singgih menjelaskan, saat ini, terjadi kelebihan produksi bibit ayam (day old chicken/DOC), yaitu diperkirakan mencapai 75 juta bibit ayam per minggu. Padahal, permintaannya diperkirakan hanya 60 juta-65 juta bibit per minggu.
Kelebihan produksi, menurut Singgih, kemungkinan disebabkan impor bibit indukan ayam ras (grand parent stock/GPS) yang berlebihan. Selain itu, sejak awal terjadi salah perhitungan hasil produksi dari bibit indukan ayam ras.
Satu grand parent stock (GPS), kata Singgih, mampu menghasilkan 50-55 bibit ayam potong (parent stock) yang akan menghasilkan 140-145 DOC. Namun, dalam perhitungan, satu GPS hanya dihitung menghasilkan 40 parent stock dan 135 DOC. ”Karena salah perhitungan, terjadi kelebihan produksi,” katanya.
Saat ini, Kementerian Pertanian akan mengurangi produksi DOC dengan mengurangi telur tetas sebanyak 30 persen dari produksi saat ini. Ketetapan itu diharapkan dapat segera dilaksanakan perusahaan unggas terintegrasi.
Upaya itu, menurut Singgih, dapat memengaruhi kenaikan harga jika dilaksanakan secara konsisten dan diawasi. ”Nanti, dalam 1 bulan, harus dievaluasi sejauh mana dijalankan dan mempengaruhi harga,” katanya.
Peternak
Ketua Dewan Pembina Pinsar Indonesia Hartono menilai, perhatian pemerintah terhadap peternak rendah. Padahal, peternak rakyat sebagai pelaku usaha skala kecil dan menengah memiliki peran dalam perekonomian.
Harga ayam ras yang jatuh saat ini, kata Hartono, tidak terlepas dari pengawasan terhadap ketentuan Peraturan Menteri Pertanian No 32/Permentan/PK 230/9/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Dalam permentan itu, menurut Hartono, diatur bahwa perusahaan unggas terintegrasi atau peternak besar harus memiliki rumah potong dan fasilitas pendingin, termasuk melakukan pemotongan ayam. Namun, ada indikasi perusahaan unggas terintegrasi dan peternak besar tidak memiliki rumah potong atau tidak melakukan pemotongan semestinya. (FER)