Backpacker Jakarta Susah Senang Jalan-Jalan Bersama
Oleh
Soelastri Soekirno
·4 menit baca
Berawal dari kumpulan orang yang hobi berjalan-jalan, komunitas Backpacker Jakarta (BPJ) berkembang menjadi komunitas pertemanan dalam banyak bidang. Tak hanya jalan bareng menikmati pemandangan alam yang indah, anggota BPJ juga sering melakukan hobi berolahraga, main musik, belajar fotografi sampai berderma, membantu yatim piatu dan lansia.
Minggu (16/6/2019) sore suasana Taman Honda di Tebet, Jakarta Selatan meriah oleh kehadiran para koordinator BPJ. Jumlahnya sekitar 50 orang. Di atas alas dari plastik ada makanan dari berbagai daerah. “Biasanya kami bawa makanan daerah masing-masing,” ujar Edi Muhammad Yamin, pendiri komunitas BPJ. Sore itu ia dan kawan-kawannya mengadakan halal bihalal.
Oleh karena kesulitan mencari tempat untuk mengumpulkan ratusan orang, Edi hanya membuat halal bihalal bagi koordinator. “Pengin bikin untuk anggota tapi susah cari tempat besar di Jakarta,” tambahnya.
Walau hanya sekitar 50 orang yang hadir, halal bihalal berlangsung seru. Dalam kesempatan itu, mereka saling memperkenalkan diri antara koordinator anggota yang biasa disebut RT; koordinator klub dan koordinator perjalanan (trip). Mereka juga membicarakan rencana perayaan ulang tahun Backpacker Jakarta ke enam pada September nanti.
Berbagi ongkos
Backpacker Jakarta beranggotakan sekitar 50 ribu orang dengan anggota aktif sebanyak 5.000 orang. Tujuan komunitas itu, kata Edi, untuk mencari teman untuk berjalan-jalan sudah tercapai. “Enam tahun lalu, Dia mencari cara mendapatkan teman jalan. "Bisa aja pergi dengan tiga kawan tapi kalau yang itu-itu, lama-lama bosan,” ujarnya.
Edi pun lalu membentuk komunitas tersebut dan mengenalkannya lewat media sosial seperti Facebook, Twitter dan WA. Belakangan anak-anak muda lebih suka memakai Instagram. “Kami lebih sering memakai Instagram dan WA untuk menginfokan kegiatan,” katanya. Tak disangka, perkembangan keanggotaan berjalan cepat.
Prinsipnya, dengan komunitas itu Edi ingin mendapat teman jalan-jalan, sekalian berbagi ongkos perjalanan. “Awalnya saya merasa ada dua keuntungan itu saja sudah senang, tapi ternyata dengan banyak kenalan baru, malah dapat link baru. Ada di antaranya berkat jaringan komunitas ini untuk mendapat pekerjaan,” urainya.
Berbagi ongkos yang dimaksud Edi misalnya, ongkos sewa kendaraan akan lebih murah jika ditanggung sejumlah orang. Cara ini menyenangkan banyak anggota BPJ. Mereka makin sering pergi karena bisa hemat ongkos transpor dan penginapan karena menyewa homestay beramai-ramai.
Sebanyak 90 persen anggota BPJ tinggal di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, sisanya di Bandung dan wilayah lain. Usia anggota 80 persen berada di kisaran 20 tahun-30 tahun, sisanya berusia di atas 35 tahun sampai 50-an tahun.
Banyaknya anggota membuat pengurus BPJ membaginya dalam 37 koordinator atau RT. Pembagian itu semata agar memudahkan koordinasi anggota dan kegiatan yang ingin mereka adakan. Setiap RT bebas mengadakan kegiatan jalan-jalan dan sosial asal ada laporan ke pengurus BPJ.
Untuk mewadahi minat anggota, Edi menetapkan dalam seminggu minimal harus ada tiga tur. Untuk mengurus perjalanan, ada koordinator perjalanan.
Meta Yanti, alumnus Jurusan Teknik Kimia Universitas Bhayangkara Bekasi, Jawa Barat misalya, baru dua bulan menjadi koordinator perjalanan.
“Aku penggila jalan-jalan. Dulu waktu kuliah, bisa tiap akhir pekan jalan ke pantai atau naik gunung,” tuturnya. Akhir bulan nanti akan menjadi pemimpin perjalanan untuk tur sehari ke Situ Gunung Sukabumi dan Curug Indah Bogor. Ia harus menyiapkan kendaraan dan lain-lain untuk keperluan itu. “Peran saya sekaligus jadi pemandu wisata bagi peserta,” tambah Meta.
Kesenangannya berjalan-jalan sampai membuat ia keluar dari pekerjaan dulu.
“Nah, sambil menunggu cari pekerjaan baru, aku daftar jadi koordinator perjalanan. Enaknya aku dapat subsidi biaya transpor. Lumayan kan tapi juga harus menghadapi macam-macam kondisi,” katanya.
Kondisi yang harus ia hadapi misalnya ada kerusakan kendaraan yang membuat ia mengubah jadwal perjalanan. Biasanya tak semua teman seperjalanan suka, ada yang keberatan dan kesal.
Dengan cara berbagi ongkos, setiap peserta yang ikut tur sehari di kepulauan Seribu misalnya cukup membayar Rp 100 ribu-an di luar makan dan transpor pribadi. Atau jika pergi ke Raja Ampat cukup membayar biaya kapal sekitar Rp 2 jutaan (ongkos pesawat dari Jakarta ditanggung sendiri). “ Kami pergi dengan lebih dari 10 orang. Itu yang membuat biayanya jauh lebih murah,” kata Edi.
Menikmati hobi
Selain berjalan-jalan, para anggota komunitas tersebut juga punya hobi lain seperti main bola basket, bulu tangkis, berenang, berkesenian. Sejak sekitar tiga tahun ada anggota berinisiatif mendirikan klub hobi. “Tiga tahun lalu klub basket ini dibentuk. Kami latihan seminggu sekali di lapangan Basket Bulungan, Jakarta Selatan tiap Selasa malam,” ujar Haris, salah satu pengurus klub basket.
Imelda, yang menjadi pengurus klub fotografi juga rajin mengadakan pelatihan fotografi bagi anggota komunitas itu. “Kadang-kadnag kami undang orang dari luar untuk mengajarkan fotografi tingkat lanjut. Tentu saja ada biaya karena harus memberi biaya transpor bagi pelatihnya kan. ,” jelas Imelda, penyuka fotografi.
Jalan-jalan, ikut klub hobi masih belum cukup, para anggota BPJ juga sering mengadakan bakti sosial untuk membantu mereka yang kurang beruntung.