Tak Hanya Berlisensi, Penerbang Juga Dituntut Kompeten
Para pekerja di bidang penerbangan bukan sekadar dituntut untuk berlisensi, melainkan juga bersertifikat kompetensi. Pelatihan-pelatihan melalui organisasi yang tersertifikasi kini kian menjadi kebutuhan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·2 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Para pekerja di bidang penerbangan bukan sekadar dituntut untuk berlisensi, melainkan juga bersertifikat kompetensi. Pelatihan-pelatihan melalui organisasi yang tersertifikasi kini kian menjadi kebutuhan.
Lembaga Vokasi Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan International Air Transport Association (IATA) mengadakan open house Aviation Day di Auditorium Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Senin (17/6/2019).
Komisaris Angkasa Pura Airports I Suprasetyo mengatakan, bidang penerbangan saat ini membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang profesional, kompeten, disiplin, bertanggung jawab, dan berintegritas. Dibutuhkan lisensi dan sertifikat kompetensi untuk memastikan kualifikasi tersebut.
”Pada personel penerbangan ada yang memiliki kompetensi dan ada yang memiliki lisensi. Ini menjadi pilihan,” katanya.
Menurut Suprasetyo, kedua hal tersebut saat ini mutlak dimiliki penerbang karena menjadi kebutuhan utama bagi calon pekerja milenial. Sebagai gambaran, di Angkasa Pura I saja, sebanyak 70 persen pekerjanya berasal dari kalangan milenial.
Sertifikat kompetensi tersebut bisa didapatkan melalui lembaga nonformal, sedangkan lisensi dikeluarkan oleh regulator, seperti Kementerian Perhubungan. ”Saya adalah lulusan teknik kimia, tapi karena memiliki sertifikat kompetensi, pernah menjabat direktur jenderal perhubungan udara,” kata Suprasetyo.
Kepala Subbagian Evaluasi dan Pengembangan Bagian Kepegawaian dan Organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Mochamad Hisyam mengatakan, organisasi penyedia pelatihan memiliki peran krusial. Mereka juga harus disertifikasi melalui proses yang benar.
”Itu kuncinya, jika proses sertifikasinya kurang bagus, output yang dihasilkan juga akan kurang bagus dan tidak memuaskan,” katanya.
Pemerintah, lanjut Hisyam, bertindak sebagai regulator yang memiliki fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Untuk itu, pemerintah siap memaksimalkan peran pengawasan kepada para organisasi penyedia pelatihan tersebut.
Hisyam menambahkan, investasi SDM relatif mahal dan membutuhkan proses panjang. Mendidik dan mencetak SDM andal tidak mudah karena pengetahuan dan kemampuan setiap orang berbeda-beda.
”Sesuai arahan dari Presiden dan Menteri Perhubungan, tahun 2019 adalah tahun SDM, jadi akan menjadi isu strategis,” ungkapnya.
Persaingan
Direktur Program Vokasi UI Sigit Pranowo Hadiwardoyo memperkirakan, persaingan SDM bersertifikat kompetensi ke depan akan sangat ketat. Oleh karena itu, mahasiswa Vokasi UI kini tidak hanya dibekali dengan sertifikasi nasional, tetapi juga internasional.
”Sekarang mungkin orang sudah mulai tidak percaya dengan ijazah,” ujarnya.
Asia Pasific Business Development IATA Regional Asia Pasific and Area Manager Azhar Azahari mengatakan, pekerjaan di bidang penerbangan pada 2019 sebanyak 2,9 juta. Ada kenaikan sebanyak 2,2 persen dari tahun sebelumnya.
”Dari data IATA, 20 tahun ke depan Indonesia akan menempati posisi keempat pangsa pasar terbesar di dunia. Pada 2017, Indonesia ada di peringkat ke-10,” ujarnya.