Pasca Kaburnya Novanto, KPK Ingin Napi Korupsi Segera Dipindahkan ke Nusakambangan
Pasca kaburnya napi korupsi Setya Novanto selama sekitar empat jam, Jumat (14/6/2019), KPK meminta pemindahan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan dipercepat. Pemerintah rencananya memanfaatkan ruang tahanan yang baru dibangun di Nusakambangan untuk napi berisiko tinggi, termasuk napi korupsi.
Oleh
Sharon Patricia dan Pradipta Pandu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pasca kaburnya narapidana korupsi Setya Novanto selama sekitar empat jam, Jumat (14/6/2019), Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK meminta pemindahan napi korupsi ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan di Jawa Tengah, dipercepat. Pemerintah rencananya memanfaatkan ruang tahanan yang baru dibangun di Nusakambangan untuk napi berisiko tinggi, termasuk napi korupsi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (17/6/2019), mengatakan, KPK akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) agar ada perbaikan fundamental di lembaga pemasyarakatan. Perbaikan itu terkait pengelolaan dan sistem, termasuk aturan hukum.
“Setelah itu, Ditjenpas akan menyusun yang disebut dengan rencana aksi. Dalam hal ini, kami akan kembali menyampaikan bahwa pada bulan Juni ini ada setidaknya tiga rencana aksi yang perlu dilakukan,” katanya.
Pertama, pengiriman daftar nama narapidana kasus korupsi yang akan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah atau lapas dengan pengamanan maksimum bagi napi-napi berisiko tinggi. Dengan demikian, proses pemindahan narapidana kasus korupsi yang high profile dapat segera dilakukan.
“Rencananya bulan ini akan ada surat terlebih dahulu dari Kemenkumham. Kemudian kami pelajari dan bahas bersama untuk menentukan daftar narapidana korupsi yang akan dipindahkan ke Nusakambangan,” kata Febri.
Kedua, revisi peraturan menteri tentang remisi. Febri menyampaikan, ada satu aturan tentang pemberian remisi yang memiliki risiko transaksional. Hal ini perlu dilakukan revisi dengan indikator yang lebih jelas.
Dengan adanya revisi, seorang narapidana akan memperoleh remisi berdasarkan indikator yang jelas dan terukur untuk meminimalisir subjektivitas dalam pemberian remisi. Pemberian remisi juga harus dilakukan berdasarkan sistem, bukan berdasarkan subjektivitas pejabat atau petugas di lapas.
Ketiga, evaluasi pedoman teknis sebagai konsekuensi dari revisi tersebut.
“Kami berharap Ditjenpas secara konsisten melakukan rencana aksi yang sudah disusun agar perbaikan lapas bisa dilakukan secara serius. Kalau tidak, mungkin kejadian-kejadian yang sebelumnya masih akan terulang,” tegas Febri.
Lapas khusus koruptor
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukkam) Wiranto, di Kantor Kemenkopolhukkam, Jakarta, siang tadi, mengatakan pemerintah telah memiliki rencana membuat lapas khusus untuk napi korupsi, narkotika, dan terorisme.
Lapas rencananya dibuat di pulau terpencil supaya napi tidak berpikir untuk keluar tahanan selama masa penahanan, atau bahkan berpikir kabur.
“Pemerintah sudah memikirkan bagaimana kalau membangun lapas di pulau-pulau terpencil di Indonesia. Indonesia memiliki banyak pulau kecil tidak berpenghuni dan penghuni lapas tidak akan bisa sembarang berpergian. Namun tentunya masih perlu rencana dan dukungan lain,” ujarnya.
Sambil menunggu rencana itu direalisasikan, pemerintah akan memanfaatkan lapas yang baru dibangun di Nusakambangan untuk menempatkan napi-napi berisiko tinggi. Ini termasuk napi korupsi.
Efek jera
Menurut Anggota Ombudsman Laode Ida, aturan hukum di lingkungan lapas tidak tegas, sehingga tidak menciptakan efek jera.
“Ini sudah menjadi kultur. Kalau mau menyadarkan, membina, dan memberi efek jera bagi narapidana, maka tegakkan sanksi,” tegas Laode.
Kepala Keasistenan Penegakan Hukum 1 Ombudsman Siti Uswatun Hasanah pun melihat tak ada upaya sungguh-sungguh dan menyeluruh dari Ditjenpas Kemenkumham untuk membenahi tata kelola di lapas.
“Misalnya, kami memberi masukan pada Ditjenpas terkait adanya pungutan liar dalam proses kunjungan. Memang ada perubahan, namun hanya sementara. Nanti kambuhan lagi,” kata Siti.
Tak hanya itu, berdasarkan laporan yang diterima Ombudsman, para kepala lapas yang terbukti melanggar aturan hanya dipindahkan lokasi bertugasnya, dan diberlakukan penundaan gaji. “Ini jelas tidak membuat jera,” tegasnya.