Negara-negara G-20 Berkomitmen Kurangi Sampah Plastik
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
KARUIZAWA, SENIN — Menteri lingkungan hidup negara-negara anggota G-20 bersepakat untuk mengadopsi kerangka kerja implementasi baru untuk mengatasi masalah limbah plastik di lautan dalam skala global. Demikian disampaikan Pemerintah Jepang saat menjadi tuan rumah pertemuan tersebut, Minggu (16/6/2019).
Para menteri lingkungan hidup dan energi negara-negara anggota G-20 berkumpul pada pekan ini di Karuizawa, kota di sebelah barat laut Tokyo, Jepang, sebelum menghadiri pertemuan puncak G-20 di Osaka, 28-29 Juni 2019.
Salah satu isu besar pertemuan itu adalah limbah plastik yang mencemari lautan. Sampah plastik yang mengotori pantai-pantai dan menyebabkan hewan laut mati di banyak tempat telah membuat banyak pihak geram. Sejumlah negara pun melarang penggunaan kantong plastik.
Polusi plastik pun telah menjadi keprihatinan dunia terutama setelah China dan sejumlah negara lain melarang impor limbah plastik. Banyak negara, termasuk Jepang, merasakan dampaknya, yaitu menumpuknya limbah plastik mereka. Mikroplastik, serpihan kecil dari plastik, telah mendapat perhatian khusus. Ketika sudah berada di lautan, mikroplastik yang menyerap zat kimia berbahaya sulit diambil, dan kemudian terakumulasi di dalam tubuh ikan, burung, dan hewan laut lainnya.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan, dirinya ingin Jepang memimpin dunia dalam mengurangi sampah plastik, termasuk mengembangkan materi yang bisa terurai dan inovasi-inovasi yang lain.
Kerangka kerja yang baru tersebut bertujuan memfasilitasi aksi konkret mengatasi sampah laut setelah pertemuan puncak G-20 di Hamburg, Jerman, pada 2017, mengadopsi ”rencana aksi G-20 dalam sampah laut”.
Di bawah kerangka kerja yang baru, negara-negara anggota G-20 akan mempromosikan pendekatan komprehensif untuk mencegah dan mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut melalui berbagai langkah dan kerja sama internasional. Meski bersifat sukarela, setiap perkembangan akan dilaporkan setiap tahun.
Negara-negara itu juga akan berbagi praktik terbaik, mendorong inovasi, serta meningkatkan pemantauan ilmiah dan metode analisis.
”Saya senang bahwa kita, termasuk negara-negara berkembang, mampu membentuk kerangka kerja internasional yang luas,” kata Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yoshiaki Harada dalam jumpa pers.
Jepang direncanakan menjadi tuan rumah pertemuan para pejabat tinggi kementerian lingkungan hidup negara-negara G-20 yang membahas kerangka kerja tersebut pada November nanti, yang digelar bersamaan dengan Dialog Efisiensi Sumber Daya. Menurut Hiroaki Odachi dari Greenpeace Jepang, kerangka kerja yang baru tersebut hanya ”langkah pertama”. ”Tidak cukup jika mengandalkan pada aksi sukarela negara-negara,” ujarnya.
Diperkirakan hanya sembilan persen plastik yang diproduksi dunia selama ini yang didaur ulang. Para aktivis lingkungan hidup menyatakan bahwa jalan keluar jangka panjang atas krisis ini adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik.
Menurut Menteri Perindustrian Jepang Hiroshige Seko, Sabtu (15/6/2019), tahun depan Jepang akan memberlakukan kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar untuk membantu mengurangi sampah plastik. Saat ini telah banyak negara yang menerapkan kebijakan serupa atau bahkan melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai.
”Negara-negara G-20 harus secara jelas mengumumkan bahwa mereka akan memprioritaskan mengurangi produksi plastik sekali pakai dengan tetap melakukan daur ulang,” kata Odachi.
Odachi juga menambahkan, dalam melakukan hal itu, diperlukan aturan legal internasional yang mengikat dengan target waktu dan tujuan yang jelas sejalan dengan Perjanjian Paris untuk perubahan iklim tahun 2015.
Dalam perjanjian itu, negara-negara bersepakat untuk menahan laju pemanasan global di bawah 2 derajat celsius. (REUTERS/AFP)