JAKARTA, KOMPAS – Dalam dua tahun terakhir, bisnis teknologi finansial atau tekfin ilegal, terutama jenis pinjaman antarpihak, begitu marak di Tanah Air. Hingga akhir April 2019, Satuan Tugas Waspada Investasi telah memblokir 947 entitas teknologi finansial tak berizin.
Dari 947 tekfin ilegal pinjaman antarpihak (peer to peer lending) yang ditutup, 404 entitas di antaranya diblokir pada 2018 dan 543 entitas ditutup pada periode Januari hingga April 2019. Satuan Tugas Waspada Investasi mengingatkan masyarakat akan risiko yang ditanggung jika bertransaksi keuangan dengan entitas bisnis tersebut.
Perusahaan tekfin dikatakan ilegal jika tidak mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Merujuk Peraturan OJK Nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Umum Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan penyelenggara wajib mengajukan perizinan ke OJK untuk bisa menjalankan usahanya. Adapun syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi adalah akta pendirian badan hukum, daftar kepemilikan, data pemegang saham, dan data direksi dan komisaris.
Lewat aplikasi, pebisnis tekfin ilegal menawarkan pinjaman uang tunai dengan proses cepat tanpa harus bertatap muka. Mereka melakukan promosi dengan mengirimkan pesan singkat yang berisi tautan untuk pendaftaran pinjaman.
Meskipun telah diblokir, sebagian dari entitas pelaku tekfin ilegal terus bergerilya secara daring dengan bersalin rupa. Mereka berganti nama dan logo aplikasi. Agar sulit dilacak, mereka beroperasi tanpa mencantumkan alamat kantor dan kontak perusahaan.
Bisnis ini memanfaatkan ketidaktahuan konsumen yang hendak meminjam dana tunai. Nasabah diiming-imingi proses yang cepat dengan syarat mudah untuk memperoleh pinjaman uang tunai. Padahal, di balik itu, ada risiko besar yang membayangi.
Bisnis ini memanfaatkan ketidaktahuan konsumen yang hendak meminjam dana tunai. Nasabah diiming-imingi proses yang cepat dengan syarat mudah untuk memperoleh pinjaman uang tunai. Padahal, di balik itu, ada risiko besar yang membayangi.
Berdasarkan penelusuran Kompas, data pribadi konsumen yang ada di telepon seluler nasabah disedot ketika mereka mengajukan peminjaman. Mulai dari kontak kolega nasabah, lokasi pemegang telepon, hingga foto.
Dengan bunga pinjaman yang mencekik, banyak nasabah akhirnya tak sanggup untuk melunasi. Data yang disedot aplikasi tekfin ini kemudian digunakan untuk mengintimidasi nasabah. Mereka dipaksa untuk mengembalikan pinjaman dengan beragam cara.
Pelaku tekfin ilegal ini tak menyerah untuk beroperasi meskipun pemerintah telah mengimbau masyarakat agar melakukan transaksi keuangan dengan tekfin yang berizin. Pada pertengahan Mei 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis 113 nama aplikasi tekfin resmi yang sudah mengantongi izin.
Ketua Satgas Waspada Invetasi OJK Tongam L Tobing mengungkapkan, pelaku tekfin ilegal ini dapat membuat aplikasi baru ketika aplikasi yang lama ditutup. Mereka terus menyasar konsumen untuk mengajukan pinjaman. Upaya yang dilakukan pemerintah sejauh ini hanya melalui pemblokiran dini. Namun, yang terpenting adalah meningkatkan literasi masyarakat terhadap teknologi finansial agar mereka tidak bertransaksi dengan pelaku pinjaman daring ilegal.
Lalu, mengapa para pelaku tekfin ilegal ini begitu gencar bergerilya di internet? Apa yang sebenarnya diincar para pebisnis tersebut? Dari mana mereka berasal? Untuk mengetahui lebih jauh mengenai motif dan modus para pelaku pinjaman daring ilegal ini, Kompas mengeluarkan laporan khusus tekfin ilegal yang diterbitkan mulai dari Senin (17/6/2019) hingga Rabu (19/6/2019) di Harian Kompas dan Kompas.id.