JAKARTA, KOMPAS
Indonesia, dengan populasi masyarakat yang besar, membutuhkan investasi di sektor riil yang mampu membuka lapangan kerja. Oleh karena itu, insentif yang atraktif dibutuhkan untuk menggaet investasi tersebut.
Salah satu hal yang dinilai penting dan mendesak saat ini adalah mendorong peningkatan industri padat karya. Upaya ini diperlukan agar ada penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar di Tanah Air.
"Pengurus Apindo sudah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka untuk memberi masukan-masukan demi perbaikan kondisi usaha dan perekonomian," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Properti dan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar, di Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total realisasi penanaman modal pada triwulan I-2019 sebesar Rp 195,1 triliun. Jumlah itu terdiri dari penanaman modal asing (PMA) Rp 107,9 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 87,2 triliun.
Total serapan tenaga kerja dari realisasi PMA dan PMDN pada triwulan I-2019 sebanyak 235.401 orang atau meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2018 yang sebanyak 201.239 orang. Serapan tenaga kerja pada triwulan I-2019 itu dari realisasi PMA sebanyak 137.487 orang dan realisasi PMDN sebanyak 97.914 orang.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur berpendapat, Indonesia tidak bisa lagi berkompetisi jika hanya mengandalkan keunggulan bahan baku yang melimpah.
"Indonesia harus memiliki daya tarik, mulai aspek perpajakan, suku bunga, biaya energi, aturan ketenagakerjaan, dan lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, dukungan insentif yang menarik dibutuhkan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
Peneliti senior di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, TM Zakir Machmud, mengatakan, pengembangan industri di Tanah Air perlu didukung seluruh pemangku kepentingan. (CAS)