Sembilan Hakim MK Pengawal Demokrasi
Sembilan hakim MK memikul tanggung jawab untuk memproses seluruh permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum dan mengambil putusan yang tepat berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Siapa saja mereka?

Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat membacakan putusan uji materi beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019). Putusan tersebut dua di antaranya terkait daftar pemilih tambahan dan syarat memilih menggunakan KTP elektronik (KTP-el).
Hari ini (14/6/2019), Mahkamah Konstitusi akan mulai menyidangkan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum yang diajukan peserta Pemilu 2019. Diawali sidang maraton untuk menyelesaikan gugatan atas hasil Pemilu Presiden 2019. Kemudian berlanjut gugatan atas hasil Pemilu Legislatif 2019.
Untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) telah diajukan oleh Calon Presiden-Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Hari ini, sidang pemeriksaan pendahuluan atau sidang perdana atas permohonan tersebut, akan digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian setelah memeriksa seluruh saksi dan alat bukti, MK bakal mengambil putusan pada 28 Juni 2019.
Berselang dua pekan atau persisnya 9-12 Juli 2019, MK akan menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan untuk sengketa Pemilu Legislatif (Pileg) 2019. Putusan atas seluruh sengketa yang diajukan oleh calon anggota legislatif atau partai politik itu, akan diambil pada 6-9 Agustus 2019.
Terhadap seluruh permohonan sengketa yang masuk, sembilan hakim MK memikul tanggung jawab untuk memprosesnya. Di pundak mereka, putusan yang tepat berdasarkan fakta-fakta yang muncul di persidangan, diharapkan oleh publik. Berikut profil dari sembilan hakim MK tersebut:
- Anwar Usman

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Islam Jakarta (1984)
- S-2 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM Jakarta (2001)
- S-3 Universitas Gadjah Mada (2010)
Karier :
- Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung
- Kepala Biro Kepagawaian Mahkamah Agung
- Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
- Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
- Hakim Konstitusi (sejak 2010)
Anwar Usman yang lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 31 Desember 1956 ini merupakan Ketua MK periode 2018-2020. Anwar terpilih sebagai Ketua MK menggantikan Arief Hidayat melalui rapat pleno hakim pada 2 April 2018. Sebelum terpilih, Anwar menjabat sebagai Wakil Ketua MK periode 2015-2017.
Berdasarkan catatan Kompas, Anwar merupakan hakim konstitusi pertama usulan Mahkamah Agung (MA) yang menjabat ketua MK. Sebelumnya, Ketua MK berasal dari hakim konstitusi yang diajukan oleh Presiden ataupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anwar terpilih sebagai Ketua MK melalui mekanisme pemilihan dengan suara terbanyak dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terbuka yang diikuti seluruh hakim. konstitusi. Dari hasil voting, Anwar memperoleh lima suara sedangkan hakim konstitusi lainnya, Suhartoyo, memperoleh empat suara.
Dalam memproses hingga memutuskan PHPU, Anwar telah menegaskan MK tidak akan terusik oleh upaya intervensi dari pihak manapun.
"Tidak akan bisa dipengaruhi oleh siapapun. Kami hanya tunduk pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan konstitusi, dan kami hanya takut kepada Allah SWT," katanya beberapa waktu lalu.
- Aswanto

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Hasanuddin (1986)
- S-2 Universitas Gadjah Mada (1992)
- S-3 Universitas Airlangga (1999)
- Diploma Forensik dan Hak Asasi Manusia, Institute of Groningan State, Belanda (2002)
Karier :
- Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin
- Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan
- Koordinator Litbang Perludem Pusat
- Tenaga Ahli Pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Barat
- Ketua Ombudsman Makassar
- Tim Seleksi Dewan Etik Mahkamah Konstitusi
- Hakim Konstitusi (sejak 2014)
Aswanto yang lahir di Palopo, Sulawesi Selatan pada 17 Juli 1964 ini adalah hakim konstitusi yang diajukan oleh DPR. Aswanto merupakan Wakil Ketua MK periode 2018-2020 dan menjadi hakim konstitusi sejak 2014.
Aswanto terpilih menjadi Wakil Ketua MK dengan mekanisme yang sama seperti memilih Ketua MK Anwar Usman. Saat pemilihan, Aswanto memperoleh 5 suara sedangkan calon lainnya yakni Saldi Isra mendapat 4 suara.
Dari catatan perjalanan kariernya, Aswanto banyak berkecimpung di dunia akademis dan bidang penyelenggaraan serta pengawasan pemilu. Dia pernah terlibat sebagai penyelenggara pemilu saat menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, dia pernah pula menjadi bagian dari Dewan Kehormatan KPU Sulawesi Selatan (Sulsel) serta Ketua Tim Seleksi Rekrutmen Panwas Pemilihan Gubernur Sulsel.
- I Dewa Gede Palguna

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Udayana (1987)
- S-2 Universitas Padjajaran (1994)
- S-3 Universitas Indonesia (2011)
Karier :
- Dosen Hukum Universitas Udayana
- Anggota Panwaslu Bali
- Anggota MPR RI
- Hakim Konstitusi (2003-2008) dan terpilih kembali pada 2015
I Dewa Gede Palguna lahir di Bangli, Bali pada 24 Desember 1961. Sebelum menjabat sebagai hakim konsitusi, Palguna berkecimpung di dunia akademik dengan menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana dan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Denpasar.
Pada 1995 dan 1997, dia juga menjadi Co-Lecture pada Summer Law Programme kerjasama antara FH Universitas Udayana dengan School of Law University of San Fransisco, California, Amerika Serikat.
Palguna juga pernah menjabat anggota MPR sebagai utusan dari daerah Bali pada 1999-2004. Kompas mencatat, Palguna menjadi hakim termuda saat proses pemilihan hakim konstitusi dari DPR periode 2003-2008. Palguna kembali terpilih menjadi hakim konstitusi periode 2015-2020 dari unsur pemerintah untuk menggantikan Hamdan Zoelva.
Salah satu pertimbangan Presiden Joko Widodo memilih Palguna karena kinerja, pengalaman, dan integritasnya saat menjadi hakim konstitusi. Saat seleksi, Palguna juga dinilai mampu menjawab pertanyaan panitia seleksi dengan baik terkait independensi, integritas, dan kompetensi.
- Suhartoyo

Hakim MK Suhartoyo (sebelah kanan).
Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Islam Indonesia (1983)
- S-2 Universitas Tarumanegara (2003)
- S-3 Universitas Jayabaya (2014)
Karier :
- Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali
- Ketua Pengadilan Negeri Praya, Pontianak, dan Jakarta Selatan
- Hakim Konstitusi (sejak 2015)
Suhartoyo yang lahir di Sleman, 15 November 1959 ini pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Dalam perjalanan kariernya, dia dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011, seperti Curup, Tangerang, Bekasi, Denpasar, Kotabumi, Praya, Pontianak, Jakarta Timur, hingga Jakarta Selatan.
Suhartoyo adalah hakim konstitusi yang diajukan Mahkamah Agung, untuk menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang berakhir masa jabatannya pada 7 Januari 2015. Pengambilan sumpah Suhartoyo dilakukan di Istana Negara bersamaan dengan I Dewa Gede Palguna yang merupakan hakim konstitusi dari unsur pemerintah.
- Arief Hidayat

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Diponegoro (1980)
- S-2 Universitas Airlangga (1984)
- S-3 Universitas Diponegoro (2006)
Karier :
- Anggota Tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
- Hakim Konstitusi (sejak 2013)
Arief Hidayat lahir di Semarang, 3 Februari 1956 dan memulai karierya sebagai akademisi di Universitas Diponegoro. Arief adalah hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR untuk menggantikan Mahfud MD yang habis masa jabatannya pada 1 April 2013.
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk "Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945". Arief kemudian terpilih menjadi hakim konstitusi setelah memperoleh suara 42 dari 48 anggota Komisi III DPR.
Baca juga: "War Room" Kemenkominfo Kembali Siaga saat Sidang MK
Arief pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2015-2017. Selama menjabat sebagai Ketua MK tersebut, Arief tercatat dua kali melanggar kode etik dan mendapatkan sanksi berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
- Wahiduddin Adams

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (depan).
Pendidikan Tinggi :
- S-1 UIN Syarif Hidayatullah (1980)
- De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, Belanda (1987)
- S-2 UIN Syarif Hidayatullah (1991)
- S-3 UIN Syarif Hidayatullah (2002)
Karier :
- Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM
- Pengajar di UIN Syarif Hidayatullah
- Hakim Konstitusi (sejak 2014)
Wahiduddin yang lahir di Palembang, 17 Januari 1954 ini menjadi hakim konstitusi dari unsur DPR. Saat pemilihan hakim konstitusi pada 2014, Wahiduddin mendapat 46 suara dari 50 anggota Komisi III yang memberikan suara. Dia dipilih oleh DPR bersama Aswanto untuk menggantikan mantan Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap KPK dan hakim konstitusi Harjono yang pensiun pada 24 Maret 2014.
Baca juga: MK Jamin Bersidang secara Independen
Wahiduddin mengawali karier di bidang birokrasi dengan menjadi pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI pada 1981-1985. Selanjutnya, pada 2010-2014, dia menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM.
- Manahan Malontinge Pardamean Sitompul

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Sumatera Utara (1982)
- S-2 Universitas Sumatera Utara (2001)
- S-3 Universitas Sumatera Utara (2009)
Karier :
- Hakim Pengadilan Tinggi Manado
- Ketua Pengadilan Negeri Cilacap
- Hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe
- Hakim Konstitusi (sejak 2015)
Manahan MP Sitompul lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, 8 Desember 1953. Karier hakimnya dimulai sejak 1986 di Pengadilan Negeri Kabanjahe. Setelah itu, dia tercatat menjadi hakim di sejumlah daerah seperti Simalungun, Pontianak, Sragen, Cilacap, Manado, dan Pangkal Pinang.
Manahan sempat mengikuti tes calon hakim agung pada 2013 tetapi gagal pada tahap akhir uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Manahan tidak menyerah. Dia kembali mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di tahun yang sama, dan akhirnya berhasil lolos. Dia pun ditempatkan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Manahan merupakan hakim konstitusi yang dipilih dari unsur Mahkamah Agung. Dia terpilih menggantikan Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan pada April 2015.
- Saldi Isra

Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Andalas (1995)
- S-2 Universitas Malaya, Kuala Lumpur (2001)
- S-3 Universitas Gadjah Mada (2009)
Karier :
- Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas
- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas
- Komisaris PT Semen Padang (Persero)
- Hakim Konstitusi (sejak 2017)
Saldi yang lahir di Solok, 20 Agustus 1968 ini, menjadi hakim konstitusi dari unsur pemerintah. Presiden Joko Widodo memilih Saldi untuk menggantikan Patrialis Akbar yang diberhentikan tidak hormat karena kasus suap dalam uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK.
Setelah ditunjuk sebagai hakim konstitusi, Saldi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris PT Semen Padang (Persero). Dia juga cuti mengajar hukum tata negara Universitas Andalas.
Baca juga: Menunggu Kiprah Sang Pengadil
Banyak tokoh seperti mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie meyakini bahwa Saldi memiliki integritas yang tinggi.
Saldi pun berjanji akan memenuhi kewajiban dan menjalankan aturan selurus-lurusnya sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
- Enny Nurbaningsih

Pensiunan hakim konstitusi Maria Farida Indrati (kanan) saat memberikan ucapan selamat kepada Enny Nurbaningsih yang dilantik menjadi hakim konstitusi oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (13/8/2018).
Pendidikan Tinggi :
- S-1 Universitas Universitas Gadjah Mada (1981)
- S-2 Universitas Padjajaran (1995)
- S-3 Universitas Gadjah Mada (2005)
Karier :
- Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM
- Hakim Konstitusi (sejak 2018)
Enny lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962, dan menjadi hakim konstitusi dari unsur pemerintah. Enny dipilih Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Maria Farida Indrati yang memasuki masa purna jabatan pada 2018.
Enny terpilih sebagai hakim konstitusi dari tiga nama yang sebelumnya diajukan oleh panitia seleksi kepada Presiden. Dua nama calon hakim lainnya yang diajukan selain Enny yaitu Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Ni’matul Huda dan dosen senior Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti.
Baca juga: Sidang Mahkamah Konstitusi Digelar Terbuka untuk Umum
Baca juga: Prabowo-Sandi: Diskualifikasi Jokowi-Amin atau Pemilu Diulang
Baca juga: Jokowi-Amin: Perbaikan Berkas Permohonan 02 Seharusnya Gugur
Saat terpilih menjadi hakim konstitusi, Enny berjanji untuk menjaga independensi, imparsialitas, dan adil selama menjadi hakim konstitusi. Sebagai orang yang selama ini banyak berkecimpung dalam pembuatan undang-undang, Enny yakin mampu menjaga independensi tersebut.