Pemerintah Didesak Pertahankan Terumbu TN Karang Bunaken
Para pegiat pariwisata selam yang aktif di perairan Taman Nasional Bunaken, Manado, Sulawesi Utara, mendesak pemerintah memperhatikan kelestarian terumbu karang yang mulai rusak akibat pariwisata massal. Dinas pariwisata merespons dengan wacana pembukaan destinasi selam di pulau-pulau lain di sekitar Bunaken.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para pegiat pariwisata selam yang aktif di perairan Taman Nasional Bunaken, Manado, Sulawesi Utara, mendesak pemerintah memperhatikan kelestarian terumbu karang yang mulai rusak akibat pariwisata massal. Dinas pariwisata merespons dengan wacana pembukaan destinasi selam di pulau-pulau lain di sekitar Bunaken.
Juru Bicara North Sulawesi Watersport Association (NSWA) Arjun Langitan mengatakan, ledakan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman), terutama dari China, menunjukkan promosi pariwisata yang berhasil dari Pemerintah Daerah Sulawesi Utara. Jumlah wisatawan yang datang ke Pulau Bunaken pun meningkat drastis.
”Data kami pada 2018, sekitar 90 persen turis yang masuk ke Bunaken untuk diving dan snorkeling berasal dari China. Sisanya berasal dari Jerman, Inggris, Belanda, dan Jepang. Namun, ini tidak dibarengi perhatian dampak perilaku turis terhadap daya dukung area terumbu karang Bunaken,” tutur Arjun, Jumat (14/6/2019), di Manado.
NSWA mencatat, pada 2012, sekitar 15.000 wisman datang ke Manado. Pendapatan dari tiket masuk ke Taman Nasional (TN) Bunaken sekitar Rp 1,5 miliar. Pada 2018, jumlah wisman meningkat hampir 10 kali lipat dengan sumbangan sekitar Rp 10 miliar melalui tiket masuk ke TN Bunaken.
Meningkatnya pendapatan pemerintah pusat harus dibayar dengan kerusakan ekosistem. Arjun mengatakan, kerusakan terumbu karang paling jelas terlihat di bagian selatan Pulau Bunaken. Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, tidak ada lagi warna-warni terumbu karang kedalaman tepi pantai.
Sebelumnya, Wakil Ketua NSWA Andrea Bensi mengatakan, penyebab utama kerusakan terumbu karang di Bunaken adalah kedatangan wisatawan penyelam pemula untuk snorkeling. Mereka sering menginjak dan berdiri di atas terumbu karang.
”Mereka juga datang berkelompok dalam jumlah banyak, bisa 10-15 perahu dalam waktu bersamaan. Akibatnya, jangkar yang dilego kapal-kapal juga merusak terumbu karang sampai ’gundul’. Kalau begini, wisata di Bunaken tidak akan berkelanjutan,” tutur Andrea.
Data yang dikutip NSWA dari beberapa penelitian di TN Bunaken, jumlah penyelam di selatan Bunaken telah melebihi angka 13.000 dalam setahun. Padahal, untuk menghindarkannya dari kerusakan terumbu karang, batas maksimal jumlah penyelam dalam setahun hanya 6.532.
”Karena itu, harus ada prosedur operasi standar yang diberlakukan di Bunaken. Kerusakan ini bisa mencederai status kita sebagai pusat terumbu karang dunia. Lebih baik kita menjual pariwisata kita dengan harga mahal ketimbang mendatangkan banyak orang dengan harga murah yang tidak ramah lingkungan,” kata Andrea.
Harus ada prosedur operasi standar yang diberlakukan di Bunaken. Kerusakan ini bisa mencederai status kita sebagai pusat terumbu karang dunia.
TN Bunaken berada di kawasan segitiga terumbu karang dunia dengan lebih dari 350 spesies karang dan ikan karang. Berbagai jenis ikan dan terumbu karang tinggal di struktur bawah laut terjal pada kedalaman 25 meter-50 meter (Kompas, 13 Juni 2016).
TN Bunaken juga mencakup Pulau Manado Tua, Siladen, serta Nain dan Mantehage yang masuk Kabupaten Minahasa Utara.
Buka destinasi selam lain
Sementara itu, Kepala Balai TN Bunaken Farianna Prabandari mengatakan, ada 40 titik selam di TN Bunaken. Sebanyak 16 titik terletak di Pulau Bunaken.
Secara keseluruhan, wilayah terumbu karang snorkeling TN Bunaken yang seluas 497.087 meter persegi memiliki daya dukung 1.988 wisatawan per hari. Adapun daya dukung terumbu karang di wilayah selam seluas 495.815 meter persegi mencapai 1.983 wisatawan per hari.
Namun, ia merekomendasikan pemerintah dan pelaku bisnis untuk membuka destinasi selam lain di TN Bunaken.
”Meskipun kami nilai sesuai untuk jadi destinasi wisata, Pulau Bunaken memang yang paling padat. Seharusnya bisa disebar sampai ke Manado Tua, Mantehage, dan Nain yang potensinya juga besar,” kata Farianna.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manado Lenda Pelealu mengatakan, pariwisata di TN Bunaken seharusnya dibatasi. Meskipun belum ada rencana konkret, Lenda menyatakan akan mengembangkan wisata selam di Manado Tua dan Siladen.
”Sementara ini, kami berdiskusi intensif dengan para operator perjalanan. Masalahnya, jarak tempuh dari Pelabuhan Manado ke pulau selain Bunaken lebih jauh sehingga biayanya juga mahal,” katanya.
Ia juga akan mengusulkan pembuatan zonasi area selam sesuai keahlian wisatawan. Kemungkinan besar pemula akan diarahkan untuk menyelam di area terumbu karang buatan di Pantai Malalayang.
Lenda menyebutkan, saat ini belum ada upaya konservasi dan rehabilitasi. ”Kami belum terpikir untuk melakukan buka-tutup kawasan untuk mencegah kerusakan, seperti pernah dilakukan di Taman Nasional Gunung Rinjani. Ke depan, mungkin akan kami pertimbangkan demi menjaga keberlanjutan terumbu karang dengan berkoordinasi dengan Balai (TN Bunaken),” tuturnya.