Lembaga Pengelola Sampah Tingkat RW Bakal Dibentuk
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan warga berencana membentuk lembaga pengelola sampah atau LPS di tingkat rukun warga pada tahun ini.
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan warga berencana membentuk lembaga pengelola sampah atau LPS di tingkat rukun warga pada tahun ini. Kehadiran lembaga itu bakal memastikan pemilahan sampah di permukiman berjalan.
Berdasarkan Pasal 127 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, setiap rumah tangga yang lalai atau dengan sengaja tidak memilah sampah, ketua RW wajib memberi sanksi administratif sesuai keputusan musyawarah pengurus RW. Namun, ketentuan itu belum pernah dilaksanakan hingga enam tahun berselang.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih beralasan, pemprov melihat kondisi sosial di masyarakat terlebih dahulu untuk menentukan strategi pengelolaan sampah yang diprioritaskan. Namun, ia memastikan pemaksaan untuk memilah sampah akan diterapkan.
”Kami akan lakukan itu semua, termasuk pembatasan pengambilan sampah,” ucap dia seusai berbicara dalam peluncuran Jakarta Less Waste Initiative (JLWI) for Building and Restaurant, Kamis (13/6/2019), di Jakarta Selatan.
Andono menjadi pembicara bersama Kepala Seksi Bina Peritel Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Supriyanto dan Managing Director Waste4Change Bijaksana Junerosano.
Kepala Seksi Pengelolaan Sampah DLH DKI Rahmawati menambahkan, tidak berjalannya penerapan sanksi bagi pemilik rumah yang tidak memilah sampah antara lain karena ketua rukun tetangga (RT) dan RW merasa warga sudah melaksanakan kewajiban mereka dengan membayar iuran sampah. Uang yang terkumpul disalurkan ke petugas pengangkut sampah di lingkungan mereka, yang belum menerima pembinaan pengelolaan sampah.
Karena itu, pemprov bersama warga berencana membentuk LPS di setiap RW. Targetnya, tahun ini LPS sudah terbentuk. ”Kami sudah beberapa kali FGD (diskusi kelompok terarah) di tingkat kelurahan, mungkin selanjutnya di tingkat RW,” ujar Rahmawati.
Menurut rencana, LPS bakal berupa organisasi legal yang terdaftar di DLH DKI. Dengan cara demikian, pemberian honor kepada anggota LPS dimungkinkan, tetapi menurut Rahmawati, diskusi yang ada belum membicarakan sampai penentuan honor. Saat ini, diskusi masih membahas teknis organisasinya.
Pembentukan LPS di tingkat RW juga merupakan amanat Perda Nomor 3 Tahun 2013, pada Pasal 70. Berdasarkan Pasal 71, tugas LPS lingkup RW adalah memfasilitasi tersedianya wadah sampah di setiap rumah tangga dan sarana pengumpulan sampah, menjamin terwujudnya tertib pemilahan sampah di setiap rumah tangga, serta mengusulkan kebutuhan terkait pengelolaan sampah yang perlu diadakan kepada lurah melalui pengurus RW.
Pemilahan sampah di permukiman krusial mengingat data kajian Dinas Kebersihan DKI tahun 2011 menunjukkan, 60,5 persen sampah DKI bersumber dari kawasan permukiman. Dari data penimbangan di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi, total sampah Jakarta mencapai 7.500 ton per hari. Sampah DKI yang menumpuk selama dua hari sudah setara Candi Borobudur.
Rahmawati menuturkan, LPS akan menyalurkan sampah dari RW ke tempat penampungan sampah (TPS). Namun, dengan tertib pemilahan sampah, LPS hanya akan menyalurkan sampah yang benar-benar tidak bisa digunakan kembali atau diolah di tingkat RW. Dengan demikian, sampah anorganik yang masih bisa digunakan kembali atau didaur ulang serta sampah organik yang bisa dijadikan kompos tidak akan diangkut. Volume sampah DKI yang masuk ke TPST Bantargebang pun bakal berkurang.
Andono mengatakan, solusi untuk mengurangi volume sampah yang masuk TPS dan TPST tidak bisa tunggal. Solusi lain juga harus dikerjakan. Karena itu, pemprov mendorong pengelola gedung komersial dan restoran untuk mengurangi sampah lewat kompetisi JLWI.
Sampah dari kawasan komersial dan dunia usaha menyumbang 28,7 persen total volume sampah DKI, tertinggi kedua setelah sampah dari kawasan permukiman. Namun, belum ada program yang spesifik merangkul pelaku usaha.