36 Uskup Indonesia Kunjungi Vatikan, Bertemu Paus Fransiskus
VATIKAN, KOMPAS — Sebanyak 36 uskup, yang berkarya di wilayah Gereja Katolik se-Indonesia, selama sepekan sejak Selasa (11/6/2019) melakukan kunjungan resmi dan rutin ke Vatikan yang disebut Ad Limina Apostolorum. Dalam kunjungan itu, para uskup bertemu dengan Paus Fransiskus dan pimpinan lembaga (Kuria) dalam struktur Takhta Suci Vatikan.
Rombongan Indonesia dipimpin Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Pr. Selain bertemu dengan Paus Fransiskus dan merayakan misa bersama, para uskup juga dijamu Duta Besar Republik Indonesia untuk Vatikan Agus Sriyono dan warga Indonesia yang berada di Roma (Italia) dan Vatikan.
Mereka juga bertemu dengan pimpinan Kuria, termasuk Dewan Kepausan, untuk Dialog Antarumat Beragama. Dalam Dewan ini, Pastor Markus Solo Kewuta SVD menjadi satu-satunya orang Indonesia yang menjabat dalam struktur di Vatikan, yaitu sebagai Wakil Desk Islam di Asia dan Pasifik serta Wakil Ketua Yayasan Nostra Aetate. Nama yayasan merujuk pada salah satu dokumen Konsili Vatikan II yang mengatur hubungan Gereja Katolik dengan Agama-agama Bukan Kristen.
Baca juga: Paus Fransiskus Ingin Menjangkau Lebih Banyak Muslim
Dalam pertemuan dengan Paus Fransiskus, seperti dilaporkan AsiaNews.it, Selasa (11/6/2019), pimpinan tertinggi Gereja Katolik Roma sedunia itu lebih banyak bertanya dan memberikan dukungan bagi karya para uskup di Indonesia. Bahkan, Paus pun memberikan kewenangan kepada para uskup di Indonesia untuk menyelesaikan perbedaan dalam menjalankan ritual agama sesuai dengan kesepakatan bersama.
Uskup Suharyo menjelaskan, umat Katolik di Indonesia adalah minoritas, yaitu tidak lebih dari 7,5 juta jiwa atau sekitar 3 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai sekitar 265 juta jiwa. Namun, umat Katolik dan pimpinan gereja lokal memiliki keleluasaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Baca juga: Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia Hasilkan 4 Rekomendasi
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Di negeri ini, toleransi dan kerja sama antarumat beragama terus bertumbuh. Menurut Uskup Suharyo, komitmen sosial Gereja Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan dan promosi keluarga.
Perkuat kerja sama
Dalam pertemuan dengan Agus Sriyono, Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Vatikan, Italia, Rabu (12/6) malam atau Kamis (13/6) pagi WIB, terungkap adanya kerja sama antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Vatikan dan KWI untuk memperkuat jalur komunikasi. Kerja sama itu sebagai bagian dari upaya perlindungan bagi rohaniwan/rohaniwati Katolik Indonesia di Italia.
Pertemuan, yang diisi jamuan makan malam, dihadiri staf KBRI Vatikan, sejumlah rohaniwan/rohaniwati Indonesia di Roma, dan 36 uskup dari seluruh Indonesia. Hanya Uskup Jayapura, Mgr Leo Laba Lajar OFM, yang tidak hadir karena alasan kesehatan.
Menurut Agus Sriyono, rohaniwan/rohaniwati Katolik Indonesia di Italia saat ini sebanyak 1.521 orang. Mereka umumnya bekerja di lingkungan tarekat, pelayanan kesehatan dan kemanusiaan, studi pascasarjana, ataupun sebagai pimpinan atau anggota dewan tarekat.
Dengan meningkatnya jumlah kehadiran mereka setiap tahunnya, dirasakan perlu pendekatan bersama agar kualitas kehadiran rohaniwan/rohaniwati sebagai pelayan umat dapat lebih ditingkatkan.
Mengharapkan adanya tukar pikiran dalam hal-hal yang terkait dengan pembangunan manusia secara integral.
Meskipun kehidupan mereka di Italia umumnya baik, masih ada sedikit permasalahan di lingkungan tarekat rohaniwati, misalnya dalam hal jam kerja yang melampaui ketentuan.
Dalam sambutan balasannya, Uskup Suharyo mengharapkan adanya kerja sama yang baik dalam perlindungan rohaniwan/rohaniwati. KWI memiliki bidang yang khusus menangani masalah ini. Ia juga mengharapkan adanya tukar pikiran dalam hal-hal yang terkait dengan pembangunan manusia secara integral (human integral development).
Selain menikmati masakan khas Indonesia, seperti sate, rendang, dan rempeyek, para uskup juga disuguhi video lagu ”Nusantaraku” karya A Riyanto yang dinyanyikan para pastor dan biarawati Indonesia bersama staf KBRI Vatikan. Mereka juga menyanyikan lagu ”Rayuan Pulau Kelapa” ciptaan Ismail Marzuki. Sebelumnya, rombongan paduan suara yang sama melantunkan lagu ”Selamat Hari Lebaran” yang menjadi viral di Tanah Air.
Rombongan para uskup Indonesia hingga Jumat (14/6/2019) ini masih berada di Roma. Sebagian uskup kembali ke Tanah Air pada Sabtu (16/6/2019), dan yang lain pada hari Minggu (17/6/2019). Mereka masih akan melakukan sejumlah pertemuan dengan pimpinan lembaga di Takhta Suci Vatikan dan dengan rohaniwan/rohaniwati serta warga Indonesia di Italia.
Tema penting
Sementara Markus Solo mengatakan, Kunjungan Ad Limina dari 36 Uskup Indonesia ke Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama di Vatikan, Selasa petang atau Rabu pagi WIB, disambut dengan penuh rasa gembira. ”Ini sebuah kegembiraan besar karena hampir semua uskup se-Tanah Air hadir. Padahal, untuk beberapa kantor, mereka harus dibagi menjadi dua kelompok,” katanya.
Menurut Markus, dialog antaragama dan perdamaian di Indonesia merupakan sebuah tema penting. Dialog di Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama berlangsung dengan hangat karena bisa menggunakan bahasa Indonesia, selain bahasa Inggris dan bahasa Latin.
”Kami seperti berada di Indonesia saja karena memang mereka datang dari berbagai keuskupan, dari Sabang sampai Merauke,” ujar Markus.
Markus Solo mengakui belum semua uskup dari Indonesia ditemuinya. Ia bertemu dengan para uskup itu di Istana Kepausan. Hasil dari pertemuan Ad Limina diharapkan bisa semakin mengembangkan Gereja Katolik Indonesia, kian menumbuhkan toleransi dan kebersamaan bagi warga Indonesia.
”Saya betul punya kegembiraan tersendiri, boleh menjadi tuan rumah di Dewan kami. Kunjungan seperti ini sangat jarang, dan kebetulan saya satu-satunya orang Indonesia di Kuria. Kalau para uskup diterima di berbagai perkantoran Vatikan oleh orang asing melulu, di Dewan kami mereka diterima oleh seorang Indonesia dan percakapannya tidak resmi bisa terjadi dalam bahasa Indonesia,” tutur Markus Solo lagi.
Ad Limina
Markus Solo juga menjelaskan makna kunjungan Ad Limina Apostolorum oleh para uskup, yaitu pertemuan para uskup dari seluruh dunia dengan Paus di Vatikan setiap lima tahun untuk saling menginformasikan situasi Gereja paling terakhir. Saling memperbarui data, saling berdiskusi menyangkut berbagai tema dan isu menyangkut kehidupan Gereja Katolik di negara asal para uskup, dalam kaitan dengan ajaran Gereja di bawah Paus, serta mencoba mencari penyelesaian berbagai kesulitan di tempat para uskup.
Selain bertemu Paus, para uskup juga bertemu dengan lembaga di Vatikan, yang dipilih oleh para uskup sesuai kebutuhan mereka.
Ad Limina merupakan istilah bahasa Latin, yang berarti terbatas. Kunjungan Ad Limina itu terjadi setiap lima tahun sekali, tetapi tidak ada jaminan lima tahun sekali, tergantung dari banyak alasan. Ada yang tepat waktu, ada yang terlambat. Lebih cepat hampir tidak pernah terjadi, kecuali ada alasan yang sangat khusus.
Kunjungan ini terjadi per negara. Setiap negara biasanya memiliki perhimpunan para uskup. Indonesia memiliki KWI. Semua Uskup Katolik dari Sabang sampai Merauke masuk di dalam lembaga tersebut.
Undangan untuk kunjungan Ad Limina adalah untuk semua uskup sehingga ada kewajiban moral untuk melaksanakannya, kecuali kalau ada yang memiliki alasan luar biasa hingga tidak bisa hadir. Biasanya yang wajib itu berlaku untuk uskup yang masih aktif berdinas. Uskup yang pensiun tetap terbuka kemungkinan untuk ikut, apalagi kalau masih memegang tanggung jawab tertentu, sekalipun sudah emeritus.
Gereja Katolik hadir di beberapa negara. Oleh karena itu, lanjut Markus Solo, sering terjadi para uskup dari dua negara berbeda melakukan lawatan Ad Limina pada kurun waktu yang sama di Vatikan. Namun, program kunjungan mereka tetap berbeda-beda sehingga tidak bertabrakan.
Saat kunjungan Ad Limina para uskup Indonesia berlangsung, pimpinan Gereja Katolik Angola, Afrika, dengan 18 uskup, juga melakukan hal yang sama. Tempat tinggal para uskup dari kedua negara ini sama.
Kunjungan Ad Limina terbatas karena terjadi dalam waktu hanya seminggu. Unsur ”terbatas” yang lain adalah jumlah peserta pun tidak bisa tanpa batas. Ada negara yang memiliki banyak uskup, oleh karena negaranya luas dan jumlah umat Katolik pun banyak, seperti Amerika Serikat, Italia, Brasil, Meksiko, Filipina, dan India.
Para Uskup dari negara itu dibagi dalam dua-tiga kelompok dengan jadwal kunjungan berurutan, tidak bisa serentak. Indonesia dengan jumlah 37 uskup kali ini termasuk sudah di tapal batas karena tidak semua lembaga di Vatikan memiliki ruangan pertemuan yang bisa menampung orang lebih dari jumlah ini.