Obligasi Global Diharapkan Memupuk Cadangan Devisa
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ilustrasi Transaksi Valas Mandiri di Bank Mandiri Gatot Subroto, Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan obligasi global diharapkan dapat kembali memompa posisi cadangan devisa. Pasalnya, posisi cadangan devisa pada Mei 2019 tergerus seiring anjloknya harga komoditas dan pembayaran utang luar negeri.
Bank Indonesia (BI), Kamis (13/6/2019), melaporkan bahwa cadangan devisa Mei 2019 sebesar 120,35 miliar dollar AS. Besaran ini turun dibandingkan dengan posisi cadangan devisa pada April 2019 yang tercatat 124,29 miliar dollar AS.
Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menilai, cadangan devisa tergerus seiring tertekannya harga komoditas global. Badan Pusat Statistik mencatat, neraca perdagangan April 2019 mengalami defisit 2,5 miliar dollar AS karena nilai impor bulan itu lebih tinggi dibandingkan dengan ekspornya.
Aviliani menambahkan, penurunan cadangan devisa Mei ini juga mengindikasikan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada bulan yang sama kemungkinan besar masih akan mencetak defisit.
”Cadangan devisa turun karena hampir seluruh harga komoditas turun, hanya (harga) timah yang naik. Sementara ekspor kita kebanyakan komoditas,” ujarnya saat dihubungi Kompas.
Aviliani menyatakan optimistis bahwa cadangan devisa pada Juni 2019 akan kembali bertambah setelah pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menerbitkan obligasi global berdenominasi dollar AS dan euro bulan ini.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance, Aviliani
Pemerintah menerbitkan obligasi global berdenominasi dollar AS seri RI0929 dengan nilai 750 juta dollar AS, setara dengan Rp 10,67 triliun, untuk tenor 10 tahun. Adapun global bond euro dengan seri RIEUR0926 terbit senilai 750 juta euro, setara dengan Rp 12,08 triliun, untuk tenor 7 tahun.
Di bulan-bulan berikutnya, lanjut Aviliani, pemerintah akan terus memacu penerbitan obligasi global sebagai upaya komplementer untuk menghindari perebutan dana serta menjaga agar investor asing di instrumen portofolio tidak keluar dari pasar domestik.
Namun, Aviliani menilai, instrumen obligasi global tetap perlu diperluas mengingat saat ini baru surat utang pemerintah saja yang sudah diterbitkan di pasar global. ”Artinya yang bisa menyerap uang hanya pemerintah sehingga nantinya dana hanya akan berputar di APBN tidak menyebar pada swasta. Padahal, banyak market yang ingin masuk ke Indonesia setelah perbaikan peringkat utang,” ujarnya.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia di atas level layak investasi, yakni dari BBB- menjadi BBB. Perbaikan peringkat Indonesia juga didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat.
Pembayaran utang
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menilai, penurunan cadangan devisa Mei 2019 juga dipengaruhi kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valuta asing perbankan.
”Ini terkait dengan siklus pembayaran dividen beberapa perusahaan asing dan menjelang libur panjang Lebaran,” ujar Onny.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko
Onny mengatakan, cadangan devisa tetap cukup tinggi meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir April 2019. BI menilai cadangan devisa itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan.
”Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik,” katanya.
Sebagai catatan, berikut data cadangan devisa Indonesia sepanjang 2019: Januari 2019 sebesar 120,10 miliar dollar AS; Februari 2019 sebesar 123,27 miliar dollar AS; Maret 2019 sebesar 124,54 miliar dollar AS; April 2019 sebesar 124,30 miliar dollar AS; dan Mei 2019 sebesar 120,30 miliar dollar AS.