JAKARTA, KOMPAS Ada gagasan untuk memungkinkan mahasiswa calon guru menempuh dua macam studi sekaligus, mayor dan minor. Cara ini dinilai dapat mengatasi problem distribusi guru yang tidak merata di antara mata pelajaran.
Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta Achmad Ridwan di Jakarta, Rabu (12/6/2019), mengatakan, sistem mayor dan minor bukan masalah di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Kendala selama ini justru terletak pada ketidakjelasan peta kebutuhan guru dan sistem pendidikan profesi guru yang hanya mengizinkan seorang calon guru meningkatkan kompetensi di satu bidang.
Gagasan membuat bidang studi mayor dan minor disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai memimpin halalbihalal kementeriannya di Jakarta, Selasa lalu. Menurut dia, gagasan itu sudah didiskusikan dengan 12 LPTK negeri.
Kendala selama ini justru terletak pada ketidakjelasan peta kebutuhan guru dan sistem pendidikan profesi guru yang hanya mengizinkan seorang calon guru meningkatkan kompetensi di satu bidang.
Mereka merupakan 12 universitas negeri yang dulu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. ”Perkuliahan dibuat menjadi ada jurusan mayor dan ada jurusan minor, terutama untuk ilmu serumpun. Mahasiswa pendidikan matematika, misalnya, mengambil minor pendidikan fisika atau pendidikan kimia,” tuturnya.
Menurut Muhadjir, hal ini bisa mengatasi kekurangan slot mengajar bagi guru sehingga mereka bisa memenuhi kewajiban tatap muka dengan siswa 24 jam per pekan. Jika di satu zona kebutuhan guru matematika sudah tercukupi, misalnya, guru matematika yang belum mendapatkan slot mengajar bisa mengampu pelajaran fisika karena ketika kuliah mengambil minor kuliah ini.
”Dari segi pemenuhan jam mengajar akan lebih mudah. Dari aspek beban kerja semestinya juga tidak berat. Di perguruan tinggi, misalnya, satu dosen bisa mengampu beberapa mata kuliah,” ucap Muhadjir.
Ia mengatakan, jika guru memiliki gelar mayor dan minor, kesempatan untuk sertifikasi juga lebih besar. Permasalahan utama sertifikasi ialah guru memberi mata pelajaran yang tak linear dengan gelar kesarjanaan. Akibatnya, banyak guru yang harus kuliah S-1 lagi untuk memperoleh gelar sarjana di mata pelajaran yang diampu. Kepemilikan gelar mayor dan minor memungkinkan guru bisa memiliki setidaknya sertifikasi untuk salah satu bidang yang dikuasai.
Sudah diterapkan
Achmad Ridwan menjelaskan, dalam perkuliahan, 60 persen waktu digunakan mahasiswa ilmu pendidikan untuk belajar kompetensi inti, misalnya pendidikan matematika. Sisanya, 40 persen, dibagi menjadi 20 persen untuk mempelajari amanat negara, seperti pendalaman nilai kewarganegaraan, serta 20 persen lagi berupa kompetensi pilihan.
”Bentuknya bisa pengayaan kompetensi untuk Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 seperti coding (pemrograman), teknologi informasi dan komunikasi, kewirausahaan, serta kepemimpinan. Bisa juga digunakan untuk mempelajari studi minor dari ilmu serumpun, seperti fisika dan kimia,” tutur Achmad Ridwan.
60 persen waktu digunakan mahasiswa ilmu pendidikan untuk belajar kompetensi inti, misalnya pendidikan matematika.
Ia mengingatkan kebijakan mayor dan minor tidak diterapkan secara generik, tetapi harus terperinci berdasarkan peta kekurangan dan kelebihan guru, baik menurut wilayah maupun mata pelajaran. Dengan cara ini, LPTK dalam menjalankan program ini spesifik menyasar permasalahan yang ada, bukan sekadar memberi kuliah.
Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Ganefri menjelaskan, hal terpenting adalah pengambilan jurusan mayor dan minor tidak menambah lama kuliah mahasiswa sehingga lebih dari empat tahun. Menurut dia, di UNP pengambilan jurusan minor baru bisa dilakukan di semester ketiga.
Persyaratannya adalah selama semester pertama dan kedua mahasiswa harus memperoleh indeks prestasi kumulatif minimal 2,75. Ketika lulus, selain ijazah, juga ada surat pendamping yang menjelaskan berbagai capaian kompetensi calon guru yang diperoleh selama kuliah, termasuk bidang minor.