32 Orang Ikuti Program Deradikalisasi di Rumah Singgah Palangkaraya
Dari 34 orang terduga teroris dan penganut paham radikal yang ditangkap pihak kepolisian di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 32 orang dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Palangkaraya untuk proses deradikalisasi. Meski demikian, proses penyelidikan terus berjalan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Dari 34 orang terduga teroris dan penganut paham radikal yang ditangkap pihak kepolisian di Kalimantan Tengah, 32 orang di antaranya dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Palangkaraya untuk proses deradikalisasi. Meski demikian, proses penyelidikan terus berjalan.
Sebelumnya, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri dan Kepolisian Daerah Kalteng menahan 34 orang terduga teroris dan penganut paham radikal. Mereka ditangkap di dua lokasi berbeda, yakni di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Gunung Mas.
Pada Kamis (13/6/2019) pagi, tim dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial datang ke Kalimantan Tengah untuk mendampingi dan melakukan proses rehabilitasi pada mereka yang terpapar radikalisme.
Kepala Balai Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) Handayani Jakarta Neneng Heriyani mengungkapkan, pihaknya akan melakukan analisis terhadap perilaku dan menggali informasi dari mereka yang terpapar paham radikalisme. Hasil analisis itu kemudian dilakukan pemeriksaan psikologis.
“Membangun kepercayaan mereka dulu terhadap kami, karena saat ini mereka menganggap semuanya musuh,” kata Neneng.
Balai AMPK Handayani Jakarta pernah menangani kasus serupa terhadap anak-anak dari pelaku bom di Surabaya, Jawa Timur setahun silam. Hasilnya, saat ini terjadi perubahan besar dalam cara pandang hidup tujuh anak tersebut.
Menurut Neneng, pendekatan yang digunakan dalam proses deradikalisasi adalah dengan pendekatan kemanusiaan. Dengan begitu, mereka akan mulai menerima orang lain dan mendengarkan.
“Sekarang ini, mereka enggak mau makan daging yang disediakan, itu ciri-cirinya. Karena menurut mereka yang menyembelihnya itu mereka gak tahu, jadi mereka ragu halal atau tidak,” tambah Neneng.
Neneng menambahkan, dalam pendampingan khususnya kepaa anak-anak, yang paling sederhana dengan menonton film tentang pahlawan, cinta, dan perbedaan. “Film-film seperti itu tidak pernah ditunjukkan oleh orang tuanya,” katanya.
Menurut Neneng, perempuan ikut dalam kegiatan terorisme, sebagian besar alasannya karena ikut suami. Namun, tidak sedikit perempuan yang memang memiliki inisiatif sendiri melakukan teror. Adapun anak-anak, sampai saat ini masih dinilai sebagai korban salah asuh.
“Faktor utamanya bukan ekonomi, mungkin ada sebagian. Tetapi sebagian besar mereka itu punya masalah dan konflik dengan diri dan lingkungan sekitarnya,” kata Neneng.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah Suhaemi menjelaskan, saat ini 32 orang yang terpapar radikalisme sudah berada di Rumah Singgah milik Dinas Sosial Kota Palangkaraya. Pihaknya akan membantu mendampingi dan memfasilitasi mereka dengan segala kebutuhannya.
“Ini kan mendadak, mau tidak mau kami siap. Meskipun ada atau tidak ada anggarannya, kami komitmen untuk menjamin hidup mereka selama di rumah singgah,” kata Suhaemi.
Meskipun di rumah singgah, Kepala Kepolisian Daerah Kalteng Inspektur Jenderal Anang Revandok mengatakan, pihaknya bersama Densus 88 akan tetap melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Bukan tidak mungkin akan ada penambahan tersangka.
“Pemeriksaan jalan terus, kami masih harus menggali banyak informasi terkait ini,” kata Anang.